Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Fondasi Perkawinan: Pemenuhan Seksual

Di Taman Firdaus, tempat semua bermula, Adam dan Hawa saling berbagi keintiman yang indah: "Mereka keduanya telanjang, manusia dan isteri- nya itu, tetapi mereka tidak merasa malu" (Kejadian 2:25). Lebih jauh lagi, perintah untuk memenuhi bumi dikeluarkan sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa. Karena itu, keintiman dan pemenuhan kebutuhan fisik selalu menjadi bagian dalam hubungan suami-istri. Suami dan istri saling memenuhi kebutuhan seksual mereka. Alkitab memberikan beberapa sudut pandang sebagai berikut:

TERLINDUNG. Suami dan istri saling memberi keintiman khusus ini, dan mereka melakukannya dengan bebas. Paulus menulis, "tetapi mengin- gat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri" (I Korintus 7:2).
 
Kita hidup dalam abad kekacauan hubungan seksual. Hanya sedikit yang terkendali. Iklan-iklan demikian mengerikan. Film-film di tele- visi bernada memojokkan. Ada penekanan-penekanan pada tubuh. Pria dan wanita lebih agresif dibandingkan zaman dulu.
 
Suami dan istri yang memelihara keintiman, saling melindungi dari masyarakat yang memiliki obsesi seksual. Mereka melindungi kesetiaan mereka sendiri.

DAPAT DINIKMATI. Setelah memberi peringatan keras terhadap pela- curan, penulis kitab Amsal yang bijaksana menulis hal berikut untuk pria yang baru menjadi suami:
 
Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang membual. Patutkah mata airmu meluap keluar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan? Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sen- diri, jangan juga menjadi kepunyaan orang lain. Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa birahi karena cintanya (Amsal 5:15-19).
 



"Berpikir dengan benar mengenai keintiman pernikahan meletakkan dasar untuk menikmatinya sepenuhnya." - Charles R. Swindoll

Aspek seksual dalam pernikahan bukanlah kebutuhan jahat yang harus dipenuhi demi tercapainya tujuan prokreasi. Hal ini dirancang Allah untuk memberi sukacita yang terus-menerus -- keintiman, kesegaran, pembaruan dalam hubungan suami istri.
 
Diharapkan. Ketika pria dan wanita bersama-sama memasuki pernika- han, mereka masing-masing berhak mengharapkan pemenuhan seksual dari pasangannya. Paulus menulis:
 

Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demiki- an pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya (I Korintus 7:3- 4).

 
Paulus meneruskan perkataannya bahwa jika salah orang dari pasangan memutuskan untuk berpantang, maka hal ini harus menjadi persetujuan bersama. Lebih jauh lagi, waktu untuk berpantang haruslah singkat.
 
Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersa- ma untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak (I Korintus 7:5).

 
Pemenuhan seksual adalah hal penting yang menjadi bagian dari pernika- han. Seksualitas bukanlah hal yang jahat. Seksualitas di Taman Fir- daus bukanlah penyebab manusia jatuh ke dalam dosa. Seksualitas tidak dibuat lebih penting dari yang semestinya, juga tidak diciptakan untuk disia-siakan. Itu adalah bagian dari suatu gambar secara keseluruhan -- bagian paling intim yang dibagikan di antara suami dan istri.


 
Sumber dari e-RH-SMI-005 [9], Juni
 
 
Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
Milis Ayah Bunda
Penerbit: 
--

Komentar