Pernikahan Dingin

Edisi C3I: e-Konsel 092 - Kejenuhan dalam Pernikahan

Setelah menjalani kehidupan pernikahan selama beberapa tahun, banyak pasangan suami istri yang mengeluh pernikahannya sudah tidak seindah dan sehangat pada masa-masa pacaran. Keluhan ini sangat wajar dan manusiawi. Lalu, bagaimana kita mengurai masalah ini agar tidak berlarut-larut? Simak saja tanya jawab dari seorang ibu berikut ini!

T : Saya seorang ibu rumah tangga. Kami sudah menikah selama 2 tahun dan dikaruniai seorang putri. Pernikahan kami berjalan cukup lancar. Tidak banyak konflik yang terjadi dan kalaupun ada, dapat kami atasi dengan baik. Tetapi akhir-akhir ini saya merasakan pernikahan kami tidak sehangat ketika masa pacaran dulu. Saya tidak lagi sepenuhnya dapat menikmati kehidupan keluarga kami. Bukankah Tuhan mempersatukan kami untuk dapat menikmatinya? Kadangkala saya mulai berpikir apakah perpisahan dapat menolong kami untuk mengatasi keadaan ini?

J : Kehidupan rumah tangga memang jauh berbeda dengan kehidupan masa pacaran. Selama masa pacaran kita tidak terlalu dituntut untuk bertanggung jawab, waktu bertemu pun terbatas. Tidak heran setiap pertemuan penuh dengan bunga dan kemesraan. Berbeda dengan kehidupan rumah tangga yang sarat dengan tugas dan tanggung jawab, sehingga suami istri seringkali terjebak pada rutinitas dan kejenuhan. Diperlukan motivasi, komitmen, dan usaha yang keras dari suami istri untuk memelihara dan meningkatkan kemesraan dan kehangatan hubungan yang telah terbina selama masa pacaran. Yang jelas, perpisahan bukanlah solusi untuk masalah ini. Selain sangat dibenci oleh Tuhan, perpisahan akan meninggalkan luka yang dalam pada kedua belah pihak, anak-anak dan keluarga besar.

Ketika sepasang mempelai mengikatkan diri dengan janji pernikahan, mereka meyakini bahwa Tuhan yang telah mempersatukan mereka, sampai maut memisahkan mereka. Karena itu, suami istri perlu memiliki waktu untuk bersekutu bersama setiap hari, baik dalam doa maupun pembacaan Firman Tuhan. Melalui waktu persekutuan seperti ini, baik suami maupun istri dibangun secara rohani untuk mengatasi setiap persoalan yang mereka hadapi.

Langkah praktis lain yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan waktu khusus untuk membina hubungan pribadi di antara suami dan istri. Kesibukan pekerjaan, pelayanan, dan rumah tangga seringkali menyebabkan komunikasi menjadi renggang. Apalagi jika suami dan istri sama-sama terikat pada pekerjaan penuh waktu. Selain komunikasi suami istri, diperlukan juga waktu untuk berkencan yang bebas dari gangguan pihak lain termasuk anak-anak. Pergantian suasana akan sangat membantu dalam mendapatkan romantisme yang lebih daripada yang didapatkan selama masa pacaran. Nikmatilah bulan madu kedua, ketiga, dan seterusnya untuk bisa mendapatkan kembali kehangatan bersama suami.

Sumber
Halaman: 
42 - 43
Judul Artikel: 
GetLife! (Edisi: #03/2004)
Penerbit: 
Yayasan Pelita Indonesia, Bandung, 2004