Mengapa Manusia Selalu Menutupi Diri yang Sebenarnya kepada Orang Lain?

PERTANYAAN ANDA
Mengapa manusia selalu menutupi diri yang sebenarnya kepada orang lain?

Akar yang dapat membuat kita takut membuka diri kepada orang lain biasanya bertumbuh dari masa kecil di mana kita belajar membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, baik melalui didikan orang tua ataupun dari gereja atau sekolah. Kita juga mulai memahami bahwa yang baik itu boleh diketahui oleh orang-orang lain sebab dengan melakukan yang baik kita akan menerima imbalan positif. Sebaliknya dengan yang buruk, jika diketahui orang-orang lain, akan mengundang reaksi negatif dari mereka.

Pada dasarnya kita adalah manusia sosial yang berhubungan dengan dan ingin disukai oleh orang-orang lain. Oleh karena itu pada umumnya kita terus berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat orang lain menyukai kita. Apabila kita menganggap ada sesuatu dalam diri kita yang buruk, maka kita akan berupaya menyembunyikannya supaya orang lain tidak menjauhkan diri dari kita atau memberi kita reaksi negatif yang lainnya. Dengan kata lain, inti alasan mengapa kita cenderung menutup sebagian diri kita dari orang lain adalah kecemasan kita sendiri, yang mungkin saja tidak mendasar, kalau- kalau orang lain tidak menyukai, tidak menghormati, atau tidak menerima kita lagi.

Jalan keluarnya tidak semudah sebagaimana yang akan saya uraikan tapi karena keterbatasan tempat terpaksa harus menyederhanakannya.
Pertama ialah menerima Firman Allah yang menekankan betapa berharganya kita di hadapan Allah (Kej. 1:26,27,31; Mzm. 139; Yoh. 3:16). Kita harus percaya dengan sepenuh hati bahwa kita ada di dunia ini bukan karena kebetulan atau karena keinginan orang tua kita, tetapi karena Allah menghendaki kita berada di dunia ini pada waktu sekarang ini untuk melakukan suatu hal bagi kemuliaan-Nya. Tugas kita adalah membawa kabar baik penyelamatan Allah kepada orang-orang di sekitar kita (Mat. 28:18-20).

Kedua kita perlu menerima diri kita seutuhnya. Acapkali kegagalan kita merangkul diri kita sepenuhnya menjadi akar gangguan jiwa kita. Akuilah bahwa bagian-bagian dalam diri kita yang tidak kita sukai adalah tetap diri kita. Perbaikilah bagian-bagian yang dapat diperbaiki dan memang perlu diperbaiki. Ketiga, sadarilah bahwa orang lain pun memiliki kekurangannya masing-masing. Orang lain tidaklah sesempurna yang kita bayangkan, jadi janganlah cemas secara berlebihan.

Terakhir, terimalah kenyataan ada orang-orang yang dapat menerima diri kita tetapi ada juga mereka yang tidak menerima kita. Saya berharap jawaban ini dapat menolong pembaca lebih berani membuka diri secara bijaksana.

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
Parakaleo (Edisi Jan. - Mar. 1994)
Penerbit: 
Dept. Konseling STTRI

Comments

pernikahan

bolehkah bercerai karna sudah tak cinta lagi