Natal dan Kasih Allah

Edisi C3I: e-Konsel 076 - Menyambut Natal

Bila Anda penggemar komputer dan senang ber-email ria serta suka menjelajahi internet, maka Anda akan tahu bahwa pada masa raya Natal tahun 1987, ketika pengguna internet hanya kurang dari 100.000 orang, ada sebuah kode panggilan komputer yang binal disebut "Christmas.exe". Kode ini menyebarkan virus yang mengacaukan dunia perkomputeran dan merusak ribuan mainframes. Yang menarik dari peristiwa tersebut adalah message yang digunakan: "Here's a Christmas greeting I thought you'd like.", artinya "Ini adalah ucapan Natal yang saya kira akan Anda sukai". Virus "Natal" yang nakal itu mendatangkan malapetaka jika seseorang menerima email dan mengklik attachment "Christmas.exe" tersebut. Sekali memasuki komputer Anda, maka virus "Natal" itu akan merusak seluruh file dan akan mereplikasi atau menjiplak diri menjadi ratusan kali, sehingga mengacaukan jalan masuk ke memori secara rancu alias random. Virus nakal tersebut dapat menyalin daftar email -- orang-orang yang sering menerima mail dari address book komputer Anda, kemudian mengirimkan secara otomatis ke alamat-alamat tersebut untuk mencari mangsa baru.

Peristiwa yang sama dengan korban lebih banyak terjadi lagi pada musim semi tahun 2000 ketika sepasang muda dan mudi Filipina melepaskan virus dengan nama "I Love You", tentu semua pembaca tahu artinya.

Kelahiran Yesus

Pelacakan terhadap pencipta virus "Cinta" yang melibatkan FBI dan Interpol ini dipusatkan ke Filipina setelah sebuah warnet di Manila melaporkan bahwa virus itu muncul melalui dua alamat email pelanggan mereka. Virus "Cinta" tersebut telah merusak puluhan juta komputer dengan nilai ratusan juta dollar. Namun, para ekonom Teknologi Informasi di California menduga, secara keseluruhan kerugian yang diakibatkan virus tersebut mencapai 10 miliar dollar!

Jika kita dapat mencari tahu penyebab musibah virus yang mengakibatkan begitu banyak korban dan kerugian ini, maka kita dapat menyimak bahwa apa yang sebenarnya dicari oleh manusia pada umumnya dibalik peristiwa tersebut adalah cinta kasih. Kebutuhan akan cinta kasih itu makin terasa dalam hidup ini karena makin semaraknya kekejaman dan kebengisan manusia di tahun-tahun terakhir ini. Belum lagi trauma tragedi 911 sirna dari ingatan kita, kembali halaman-halaman depan koran dipenuhi berita-berita tindakan manusia yang tanpa cinta-kasih terhadap sesamanya.

Bagi kita, masyarakat Indonesia, belum kering air mata kita oleh meledaknya bom Bali, peledakan bom kembali terjadi di Hotel JW Marriott Jakarta dengan korban-korban yang tidak berdaya. Demikian pula di markas besar PBB, belum ada tanda-tanda kesedihan menurun karena kantornya di Irak meledak dan sejumlah pegawai seniornya meninggal, lagi-lagi bom bunuh diri menimpa kantor yang sama, bahkan korban yang jatuh semakin bertambah, baik dari pasukan koalisi ataupun US serta penduduk lokal yang terkena serangan roket. Korban jatuh lain yang tidak terhitung jumlahnya juga terjadi dalam konflik Israel-Palestina di Timur Tengah serta akibat dari ledakan bom teroris di Arab Saudi. Di Amerika sendiri, penjagaan dan pemeriksaan bagasi para penumpang pesawat domestik ataupun internasional semakin diperketat, sehingga menyebabkan kejengkelan dan kekesalan bagi kebanyakan penumpang. Seseorang yang akan bepergian dengan pesawat internasional harus menyediakan waktu empat jam di muka sebelum check in. Dalam kehidupan dunia yang hanya terdiri dari rangkaian musibah dan kekejaman ini, benar-benar telah mengganggu kehidupan umat manusia sejagat. Tidak ada seorang pun, termasuk Presiden Amerika Geoge W. Bush atau Sekjen PBB Kofi Annan, dapat memprediksi kapan ketidak-pastian itu akan berakhir.

Kita adalah Objek Kasih Allah

Di tengah kerisauan, kecemasan, ketakutan, kegelisahan, dan keputus- asaan, kita melihat bahwa dunia tidak berubah lebih baik, tetapi semakin mengecewakan dan moral manusia semakin merosot sekalipun kemajuan teknologi semakin canggih. Di masa raya Natal ini, ada baiknya kita merenungkan kembali cinta-kasih yang sejati di tengah dunia yang sudah kehilangan cinta kasih ini, yaitu kasih Allah.

Mungkin Anda akan bertanya, bagaimanakah kasih Allah itu dinyatakan di tengah dunia yang penuh bencana ini? Justru di saat-saat seperti inilah, kita makin perlu lebih meresapi kasih Allah itu.

Kasih Allah yang dirindukan oleh setiap orang, baik Kristen maupun non-Kristen, khususnya di masa yang menggelisahkan dan tidak menentu ini, dinyatakan dalam Injil Yohanes 3:16, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Ayat tersebut tentu sudah dikenal, bahkan dihafal oleh banyak orang Kristen itu, sering terpampang pula di stadium-stadium besar tatkala diadakan pertandingan football dan di akhir Parade Mawar di Pasadena pada setiap hari pertama di tahun yang baru.

Namun, pernahkah Anda bertanya, "Mengapa Allah begitu mengasihi saya?" Dalam Mazmur 8:4 Daud pernah bertanya, "Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?"

Sayang ia tidak memberikan jawabannya. Memang banyak orang, bahkan orang Kristen sekalipun, berpendapat bahwa mustahil untuk mengetahui mengapa Allah mengasihi kita. Anda ingin tahu jawabannya? Bacalah 1 Yohanes 4:8, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."

Di situ jelas dinyatakan bahwa Allah adalah KASIH dan kasih membutuhkan objek. Setelah Allah menciptakan semua binatang, Allah tidak menemukan dalam diri hewan-hewan itu kemampuan untuk menerima kasih-Nya. Itulah sebabnya, Allah menciptakan manusia yang serupa dengan gambar-Nya dan yang kepadanya diembuskan napas, sehingga manusia itu menjadi makhluk yang hidup, pribadi yang dapat bersekutu dan berkomunikasi dengan Allah (Kejadian 1:26; 2:7). Kita diciptakan Allah karena kitalah yang layak menjadi objek kasih Allah, itulah sebabnya, Allah begitu mengasihi kita dan mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal bagi kita.

Allah menciptakan manusia yang begitu dikasihi-Nya, sehingga Allah mau mati baginya. Kita bukanlah tokoh film kartun atau robot, kita adalah peta dan gambar Allah, Dia menciptakan kita untuk dikasihi-Nya. Sekalipun kita terhilang dan memberontak kepada-Nya, Dia tetap mencari dan mau mengampuni serta menyelamatkan kita. Inilah berita kasih Allah bagi kita di Natal ini, di masa yang menggelisahkan dan tidak menentu!

Sekalipun umat manusia telah jatuh dalam dosa, Allah melihat di dalam diri manusia tetap ada peta dan gambar-Nya. Sekalipun umat manusia mengutuki sesamanya seperti yang dikatakan Yakobus 3:9, "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah," namun peta dan gambar Allah tetap ada dalam diri kita. Allah mengasihi kita bukan karena kita tampan atau cantik, cerdas dan kaya, atau berbakat dan punya posisi melainkan karena kita adalah ciptaan Allah yang menjadi objek kasih-Nya. Dia begitu mengasihi kita sebagaimana kita adanya dan tanpa syarat. Inilah pernyataan kasih Allah bagi kita di masa Natal yang menggelisahkan dan tidak menentu ini! Di dalam kasih Allah itu, kita akan menemukan kedamaian dan kepastian kasih.

Kristus adalah Refleksi Kasih Allah

Agar kita lebih mantap meresapi kasih Allah, tengoklah Yesus Kristus yang oleh Paulus dikatakan: "Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan" (Kolose 2:9) dan Yohanes menyaksikan, "Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya" (Yohanes 1:18).

Yesus Kristus yang lahir pada hari Natal melalui anak dara Maria, hidup dan berkarya dalam sejarah manusia untuk menunjukkan kepada kita kasih Allah yang kekal itu. Itulah sebabnya, kita perlu sungguh-sungguh mengenal Yesus Kristus. Kasih Allah kepada kita dinyatakan oleh kasih Kristus kepada orang-orang yang Dia layani selama hidup-Nya.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia membuat yang buta melihat.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia membuat yang timpang berjalan.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia membuat yang tuli mendengar.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia membuat yang kusta menjadi tahir.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia membuat yang mati dibangkitkan.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia mengunjungi Samaria untuk melenyapkan ketegangan ras.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia menawarkan air hidup kepada kita supaya kita tidak kehausan akan cinta kasih dalam hidup ini.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia mau bertelut dan mencuci kaki kita.

Namun kita tahu, Yesus Kristus datang bukan hanya untuk mengajarkan moral yang agung atau mengubah penderitaan menjadi kesejahteraan, kerisauan menjadi kedamaian. Dia datang adalah untuk mati menggantikan kita, itulah ungkapan kasih Allah yang terbesar: "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:10)

Dia begitu mengasihi kita sehingga pada waktu yang ditentukan oleh Allah, Kristus telah mati untuk kita yang durhaka.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Kristus telah mati untuk kita yang lemah, yang tidak sanggup melakukan perintah-perintah-Nya.

Dia begitu mengasihi kita sehingga Kristus telah mati untuk kita yang adalah seteru, senantiasa menentang kehendak-Nya.

Dia begitu mengasihi kita dengan kasih yang tidak terukur.

Kasih Allah lebih lebar dari alam semesta.

Kasih Allah lebih panjang dari kekekalan. Kasih Allah lebih tinggi dari segala langit.

Kasih-Nya lebih dalam dari lubang maut hingga dapat mencapai Anda orang yang paling berdosa sekalipun. Kasih Allah tidak mempunyai batas.

Dengan mengenal Yesus Kristus, maka tidak akan ada lagi ketakutan, melainkan keyakinan akan kasih Allah.

Tidak akan ada lagi keperihan, melainkan penghiburan kasih Allah.

Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Tidak akan ada lagi penolakan, melainkan penerimaan kasih Allah.

Tidak akan ada lagi kesedihan, melainkan kesukacitaan dalam kasih Allah.

Tidak akan ada lagi permusuhan, melainkan kerukunan dalam kasih Allah.

Tidak akan ada lagi air mata, melainkan sorak pujian atas kasih Allah.

Di hadapan Allah, yang ada hanya kasih, sukacita, damai, harapan, dan iman. Betapa bahagianya kita jika menyambut kasih Allah itu.

Semoga, di masa Natal ini, di mana kerisauan dan ketidakpastian masih merasuk hidup umat manusia sedunia, kita lebih yakin bahwa sungguh kita adalah objek kasih Allah di dalam Yesus Kristus. Amin.

Sumber:
Judul Buletin : Newsletter GKI Monrovia, Th. XVII, No. 12, Desember 2003
Penulis : Pdt. Bob Jokiman
Penerbit : GKI Monrovia, California, USA
Halaman : 1 - 3
Sumber
Halaman: 
1 - 3
Judul Artikel: 
Newsletter GKI Monrovia, Th. XVII, No. 12, Desember 2003
Penerbit: 
GKI Monrovia, California, USA