Mencegah Masalah-masalah Yang Timbul di Usia Paro Baya

Edisi C3I: e-Konsel 078 - Paro Baya

Beberapa tahun yang lalu, Carl Jung mencatat bahwa kita memiliki sekolah-sekolah yang digunakan untuk mempersiapkan anak-anak muda, tetapi kita tidak memiliki sekolah-sekolah bagi orang-orang yang berusia 40 tahun yang memberikan pendidikan tentang seluk beluk kehidupan orang dewasa. Jika kita memiliki sekolah-sekolah seperti ini, pasti akan banyak orang yang berusia empat puluhan yang bersekolah di sekolah ini. Lembaga-lembaga dalam masyarakat, khususnya gereja, bisa memberikan persiapan dan bantuan yang diperlukan untuk mencegah masalah paro baya yang serius. Ada tiga cara yang bisa digunakan untuk mencegah masalah-masalah itu, yaitu:

  1. Mengantisipasi

    Ketika suatu daerah dilanda badai, kerusakan yang ditimbulkan akan bisa diminimalkan jika Badan Metereologi dan Geofisika setempat memberikan peringatan pada saat yang tepat kepada para penduduk untuk selalu siaga. Demikian pula dengan mereka yang berusia tiga puluhan. Mereka akan sangat terbantu jika mereka selalu diingatkan bahwa transisi ke usia paro baya akan terjadi. Peringatan-peringatan semacam ini tidak perlu ditakuti, bahkan mereka perlu diingatkan secara berkala dan ditindaklanjuti dengan sikap positif terhadap mereka.

    Usia parobaya bisa menjadi saat yang penuh dengan masalah, khususnya selama masa-masa awal empat puluhan. Namun, usia paro baya juga merupakan masa-masa yang dipenuhi dengan penghargaan dan tantangan. Ada rasa ditenangkan, mendapatkan tempat dalam kehidupan seseorang, dan bebas dari tuntutan serta tanggung jawab untuk membesarkan anak- anak yang masih kecil. Jika dibandingkan dengan anak-anak muda, orang-orang yang berusia paro baya lebih aman dalam hal keuangan, tingkat kehormatan dan kepemimpinan yang lebih tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk melakukan perjalanan dan meningkatkan kebijaksanaan mereka. Pada usia dua puluhan dan tiga puluhan tahun, sebagian dari usaha dan perjuangan dalam hal keuangan telah dilewati, dan bahkan mereka yang berusia paro baya ini memiliki kesempatan yang terbesar untuk melakukan pelayanan Kristen yang penting. Dengan demikian, anggapan atau pernyataan yang menyatakan bahwa tidak ada hidup setelah berusia tiga puluh sembilan -- atau setelah seseorang berusia lima puluh tahun tidak perlu ditanggapi. Aspek negatif dan positif dari periode kehidupan ini bisa diantisipasi.

  2. Pendidikan

    Pertemuan-pertemuan keluarga, retreat bagi pasangan suami istri, kelompok diskusi, Sekolah Minggu, dan kebaktian-kebaktian tertentu bisa dan seharusnya menyinggung masalah usia paro baya ini. Di beberapa gereja, bangku-bangku yang disediakan biasanya ditempati oleh mereka yang berusia paro baya beserta keluarganya yang tidak berhasil memahami kekacauan yang sedang terjadi di dalam dan yang tidak mengetahui keseluruhan perjuangan para paro baya ini. Pada saat masalah-masalah ini diketahui dan diakui keberadaannya, mereka yang berusia paro baya ini dapat menghadapi dan mendiskusikannya bersama-sama dengan teman-temannya dengan suasana menunjukkan bahwa mereka diterima.

    Gereja-gereja banyak dipenuhi oleh mereka yang berusia paro baya yang merasa gagal dalam moral, spiritual, emosional, dan pribadi. Khotbah yang disampaikan seputar pengampunan, kasih, dan penerimaan, tetapi sering pula orang-orang itu memancarkan keberhasilan atau kestabilan, dan ada sedikit bukti dari perawatan yang sensitif atau percakapan yang mendalam tentang hal-hal yang penting. Beberapa orang yang berusia paro baya ini meninggalkan kekecewaan dan kesalahpahaman dengan gereja.

    Masalah-masalah seperti ini bisa dicegah bila diantisipasi, diterima dan dihadapi dengan cara yang berpendidikan -- khususnya dalam batasan gereja lokal.

  3. Bergaul

    Segera sesudah ulang tahunnya yang ke-50, Ray Ortlund memberikan beberapa nasihat kepada jemaat di gerejanya yang sudah berusia setengah abad. "Jangan hanya bergaul dengan orang-orang yang seusia dengan Anda," sarannya. Jika kita hanya bergaul dengan mereka saja, "ketika Anda meninggal, semua yang Anda ketahui juga akan mati -- karena mereka akan mati bersama-sama dengan Anda! Bagikan pengetahuan Anda kepada orang-orang yang berusia 20 atau 30 tahun lebih muda dari Anda. Maka ketika Anda meninggal, semua yang Anda ajarkan kepada mereka akan terus ada di dunia ini karena orang lain mengajarkannya kepada orang yang lain lagi. Kembangkan hidup Anda!"

    Dalam cara yang lebih formal lagi, Erik Erikson juga mengatakan hal yang sama. Untuk menghindari kejenuhan pada usia parobaya dan agar bisa berjalan maju secara perlahan-lahan di tahun-tahun yang akan datang, kita harus terlibat penuh dalam bekerja untuk menjadikan dan menguatkan generasi berikutnya. Seperti yang sudah kita lihat, Erikson menyebut ini sebagai "penurunan". Guru memiliki kemampuan yang unik untuk bergaul, demikian pula dengan para pemimpin muda, konselor, orangtua, dan siapa saja yang bekerja di dalam maupun melalui gereja. Pada saat mereka yang berusia paro baya ini mau berbagi dengan orang lain khususnya dengan yang lebih muda, maka keduanya, baik yang memberi maupun yang menerima akan sama-sama mendapatkan keuntungan. Pada saat mereka yang berusia paro baya ini bergaul dengan orang yang lebih muda atau orang yang membutuhkan, mereka mengalami kepuasan dalam memahami bahwa hidup masih bisa memberikan manfaat dan berguna bagi orang lain.

    Pengusaha, penulis buku, editor majalah, pemimpin organisasi, konselor, guru, dan lain-lain bisa membagikan pencegahan terhadap masalah-masalah paro baya, tetapi gereja bisa menjadi alat yang paling berguna untuk mencegah semua ini. Sebagai anggota gereja kita mengetahui bahwa kasih memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan dapat menunjukkan beban yang ditanggung yang harus menjadi ciri dari orang Kristen. Perhatian yang seperti ini menjadi pendukung dan penuntun yang penting bagi orang-orang yang berusia paro baya.

Sumber
Halaman: 
208 - 210
Judul Artikel: 
Christian Counseling, a Comprehensive Guide
Penerbit: 
Word Publishing, U.S.A., 1998