Apakah Homoseksualitas itu Salah?

Edisi C3I: e-Konsel 084 - Homoseksual

Ribuan orang dewasa ini menyatakan diri mereka sebagai orang homoseks atau gay (bencong). Kedua istilah ini dipakai untuk menerangkan orang yang lebih suka mengadakan hubungan seks dengan sesama jenis kelamin.

Banyak diantara ribuan orang itu adalah orang yang percaya kepada Yesus Kristus -- orang Kristen yang sudah dilahirkan kembali atau yang injili. Orang-orang seperti itu terperangkap dalam dilema suatu kecenderungan ke arah kehidupan yang dikutuk oleh Alkitab. Tidak mengherankan jika mereka bertanya, apakah homoseksualitas itu salah? Bukankah Allah yang menjadikan saya seperti ini? Jika tidak, bagaimana saya menjadi seperti ini? Apa yang harus saya lakukan?

Apakah homoseksualitas itu salah?

Gay

Sebagai seorang percaya yang pengasih, saya telah berusaha untuk membaca Alkitab sedemikian rupa agar dapat bersikap toleran terhadap homoseksualitas. Terus terang saja, hal itu tidak dapat kita lakukan. Nafsu homoseks disebut berkali-kali sebagai dosa, dan kita diperintahkan untuk menghindarinya sama seperti kita disuruh menjauhi nafsu heteroseksual. Dosa homoseksual tidak lebih baik ataupun lebih buruk daripada dosa heteroseksual. Alkitab mengutuk keduanya.

Homoseksualitas itu salah sebab menyangkut perbuatan seks yang tidak wajar. Satu-satunya maksud perbuatan itu adalah kenikmatan, dan kenikmatan itulah yang menjadi tujuannya. Para homoseks tidak memberikan keturunan, dan mereka sangat jarang setia satu dengan yang lain. Sebenarnya, kebanyakan hubungan seks homoseksual itu adalah hubungan tanpa nama, yaitu mengadakan hubungan seks dengan seorang asing yang ingin tetap menjadi orang asing. Kemungkinan-kemungkinan hubungan bagi kaum homoseks sangat terbatas.

Jadi, homoseksualitas itu salah oleh karena Alkitab mengatakannya. Perbuatan itu salah karena membawa kepada hubungan yang tidak sehat. Tidak ada rasa gay (senang) bagi seorang yang menjadi homoseks. Kebanyakan sahabat saya yang homoseks adalah orang-orang yang sedih dan sangat kecewa. Mereka tidak menyukai nasib mereka. Mereka tidak memahaminya, dan mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan keadaan itu.

Mereka bergumul dengan soal: Bukankah Allah yang membuatku seperti ini? Alkitab dengan sangat jelas menerangkan bahwa Allah tidak menciptakan seorang pun sebagai homoseks. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Ia memerintahkan mereka untuk menjadi satu daging. Homoseksualitas adalah akibat dosa dalam dunia ini, sama seperti materialisme atau kanker. Allah telah mengizinkan terjadinya homoseksualitas seperti Ia mengizinkan terjadinya keserakahan dan penyakit.

Allah tidak pernah bermaksud agar keserakahan atau homoseksualitas dilakukan atau agar penyakit kanker dibiarkan menyebar tanpa dikendalikan. Kita membohongi diri sendiri bila kita menyalahkan Allah atas adanya homoseksualitas, dan kemudian menarik kesimpulan bahwa perbuatan itu boleh dipraktikkan. Allah tidak pernah menciptakan persoalan itu, manusia yang menimbulkannya. Allah tidak pernah menyetujui perbuatan itu; hanya manusia yang berbuat demikian. Jikalau Allah tidak menjadikan saya homoseks, bagaimana saya menjadi seperti ini?

Dari pengalaman saya menangani kasus-kasus orang yang menyukai berhubungan dengan sesama jenis, saya telah menemui bahwa para homoseks merupakan kelompok yang sangat beraneka ragam. Para homoseks itu tidak semua sama, dan saya tidak percaya bahwa semua orang mengembangkan preferensi sama jenis kelamin itu dengan cara yang sama.

Menurut pengalaman saya, sangat berguna untuk membedakan antara dua tipe orang dengan preferensi sama jenis kelamin. (Saya telah menerangkan kedua tipe ini dalam buku saya "Sexual Sanity" [Inter-Varsity Press, 1984].) Yang pertama saya sebut kaum homoseks yang sesungguhnya. Mereka ini tidak pernah tertarik pada orang yang berbeda jenis kelamin dan mungkin sekali secara biologis cenderung akan berhubungan dengan orang yang berjenis kelamin sama. Jenis preferensi seksual semacam ini sangat sulit untuk diubah, tetapi untung hal ini kurang umum daripada yang kebanyakan orang percayai. Dari semua kaum homoseks yang saya ketahui, saya kira hanya 10 sampai 20 persen adalah homoseks yang sesungguhnya. Jika demikian, siapakah 80 atau 90 persen yang sisa itu?

Saya sebut kelompok yang lebih besar ini sebagai para pencari kenikmatan homoseksual. Mungkin orang-orang ini biseksual - artinya mereka bisa berhubungan seks dengan kedua jenis kelamin, tetapi kebanyakan dengan mereka yang sama jenis kelaminnya - atau mungkin mereka mencari kepuasan seks semata-mata dengan orang yang sama jenis kelamin. Saya sebut mereka sebagai pencari kenikmatan sebab mereka begitu keranjingan kenikmatan dan berani mengambil risiko besar untuk mendapatkannya. Bagi banyak orang seperti itu penyakit AIDS tampaknya bukan merupakan ancaman sama sekali.

Saya percaya bahwa para homoseks pencari kenikmatan ini mampu mengubah preferensi seksualnya dan hidup normal. Kuncinya adalah harus mematahkan obsesi seksual itu.

Gerakan Hak Asasi kaum homo dan kelompok hak-hak penduduk lainnya telah berusaha untuk meyakinkan orang dengan preferensi sama jenis kelamin bahwa mereka dilahirkan seperti itu dan mereka tidak bisa berubah. Saya percaya ini merupakan dusta besar yang harus ditentang.

Jika saudara seorang homo, jangan menelan kebohongan itu tanpa menyelidiki situasi saudara dengan saksama bersama seorang konselor yang dapat menawarkan pengharapan. Jangan secara otomatis menghukum diri sendiri untuk menjalani hidup seks yang tak wajar dan membenci diri sendiri tanpa mencari kemungkinan pemecahan lain. Walaupun ada orang yang cenderung melakukan perbuatan homoseksual, kebanyakan mereka telah belajar untuk melakukan perbuatan itu, jadi mereka dapat belajar untuk meninggalkannya juga. Mungkin diri saudara sendirilah yang diselamatkan.

Apa yang dapat saya lakukan dengan homoseksualitas saya?

Saya sudah memulai menjawab pertanyaan ini. Lawanlah dusta itu. Jangan menganggap bahwa preferensi saudara sekarang ini tidak dapat diubah. Jikalau saudara merindukan kepuasan yang lebih besar dari hidup ini, saudara bisa memperolehnya.

Dick berkata, "Setelah saya mengetahui bahwa perubahan bisa terjadi, saya mulai mempunyai pandangan hidup yang sama sekali baru." Belajar suatu cara hidup yang baru memang sukar. Diperlukan waktu beberapa bulan untuk konseling dengan saya, tetapi perubahan yang terjadi betul-betul mengagumkan. Dick berubah dari seorang yang murung dan putus asa menjadi orang yang bermasa depan cerah. Ia mulai menerima dirinya sendiri sebagai seorang lelaki dan ia mulai menyukai kecantikan kaum wanita. Sekarang ia bermaksud untuk menikah dan berkeluarga, serta mendapatkan kesenangan dalam keamanan dan penerimaan perkawinannya daripada di dalam hubungan seksual yang kacau-balau dan berbahaya. Ia sekarang hidup.

Sekali lagi saya katakan, jangan percaya kebohongan itu! Berikan Allah kesempatan untuk menunjukkan pada saudara bagaimana saudara bisa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

Jikalau saudara menginginkan bimbingan rohani, carilah seorang konselor yang percaya bahwa keadaan saudara dapat berubah dan yang telah berhasil menolong orang untuk berubah. Mungkin hal ini menghabiskan banyak waktu dan uang, tetapi semuanya tak akan sia-sia melainkan berguna bagi saudara.

Alkitab dengan sangat jelas menerangkan bahwa Allah tidak menciptakan seorang pun sebagai homoseks.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Jika saudara dan konselor saudara mengatakan bahwa keadaan saudara tidak mungkin diubah, saya mendorong saudara untuk memilih hidup membujang. Dosa seksual hanya akan membinasakan saudara, dan saudara terlalu berharga bagi Allah dan sesama manusia untuk dibinasakan secara perlahan-lahan. Jadi inti semuanya ini adalah homoseksualitas itu salah, karena membawa kepada kebinasaan. Pilihlah hidup!

Sumber diambil dari:
Judul Buku : Pola Hidup Kristen
Judul Artikel : Apakah Homoseksualitas itu Salah?
Penulis : Earl Wilson
Penerbit : Kerjasama Penerbit Gandum Mas, Yayasan Kalam Hidup dan YAKIN
Halaman : 830 - 833
Sumber
Halaman: 
830 - 833
Judul Artikel: 
Pola Hidup Kristen
Penerbit: 
Kerjasama Penerbit Gandum Mas, Yayasan Kalam Hidup dan YAKIN