Bagaimana Membantu Anak Menghadapi Stres?

Ternyata tidak hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami stres, anak-anak pun bisa mengalami gangguan ini. Dan, tentu saja jika ini terjadi, orangtua tidak bisa tinggal diam. Beberapa cara yang kami ambil dari perbincangan dengan Bapak Heman Elia, M.Psi. berikut ini, kami harapkan bisa membantu Anda, para orangtua yang sedang mengalami masalah seperti ini.

T : Bagaimana kita bisa meningkatkan daya tahan kita sebagai orangtua agar tidak stres menghadapi anak yang stres?

J : Ada 3 hal yang bisa kita lakukan untuk memperbesar daya tahan kita sendiri terhadap stres.

PERTAMA, kita perlu memandang lingkungan dan realita di sekitar kita secara lebih utuh dan realistis. Misalnya, tidak membesar- besarkan ancaman, tidak menghantui atau menakut-nakuti diri sendiri.

KEDUA, kita perlu berpikir secara rasional dan lebih sehat di dalam menghadapi kegagalan, peristiwa kurang menyenangkan yang kita alami dan sebagainya. Cara berpikir yang rasional berarti kita tidak mengalahkan diri kita dengan menambahkan pikiran- pikiran negatif ke dalam diri kita.

KETIGA, kita perlu mempunyai kehidupan rohani yang baik. Dalam hal ini kita perlu sering membaca dan merenungkan firman Tuhan karena firman Tuhan banyak memberi kita pandangan yang sehat dan cara-cara yang baik dalam menghadapi situasi di sekitar kita yang tidak selalu baik. Seringkali apa yang kita alami adalah sesuatu yang kurang menyenangkan, tetapi Alkitab memberi dasar bagi kita untuk menghadapinya, terutama di dalam kehidupan iman.

T : Sebenarnya di usia berapa anak-anak mulai bisa mengalami stres dalam kehidupannya?

J : Biasanya kalau ibu yang mengandung itu mengalami tekanan berat, lalu menghadapi, misalnya suasana keluarga yang kurang menyenangkan dan tidak harmonis, maka akan berdampak kepada janin. Menurut penelitian, janin-janin yang dikandung oleh ibu yang mengalami stres cukup berat, pada masa kelahirannya anak akan cenderung lebih banyak mengalami kegelisahan yang akan terbawa sampai remaja.

T : Meskipun pada waktu di dalam kandungan ibunya tidak mengalami stres, tetapi anak tetap mempunyai potensi untuk stres. Biasanya apa penyebabnya?

J : Menurut tingkatannya, secara umum penyebab anak stres pada TINGKAT SEDANG, misalnya kalau anak harus ikut pindah rumah, pindah sekolah, orangtua yang bertengkar terus-menerus, menghadapi kelahiran adiknya, orangtua yang menikah lagi, anak harus bekerja pada usia yang masih muda, dan orangtua yang jarang di rumah.

Stres pada TINGKAT BERAT, misalnya anak harus diopname dan dioperasi di rumah sakit, orangtua bercerai, dan jika anak mengalami perkosaan atau pelecehan seksual.

Stres pada TINGKAT TERBERAT adalah kematian beberapa anggota keluarga sekaligus atau bencana alam, peperangan, kerusuhan sehingga mereka harus hidup di pengungsian.

Dari tingkatan-tingkatan ini kita bisa kurang lebih memperkirakan gangguan tingkah laku yang akan dihadapi. Semakin berat tentunya semakin besar potensi gangguan tingkah laku yang akan muncul.

T : Apakah ada hal-hal lain yang membuat kita bisa menduga bahwa anak kita sedang mengalami stres?

J : Mulai dari perubahan tingkah laku, misalnya adanya perubahan tingkah laku menjadi lebih tegang, lebih rewel, lebih gelisah, lebih cemas, lebih cengeng, mundur ke tingkat perkembangan sebelumnya, misalnya tadinya sudah tidak ngompol sekarang ngompol lagi dan sebagainya. Selain itu masih ada gejala-gejala yang berakibat pada fisik, misalnya pada anak-anak usia 3 tahun mereka bisa sakit lambung, muntah-muntah kemudian demam. Pada usia-usia selanjutnya bisa saja terjadi gangguan tidur, mimpi buruk dan sebagainya.

T : Suasana bagaimana yang sebenarnya bisa mendukung seorang anak supaya dia lebih tahan menghadapi stres?

J : Rumah yang harmonis yang bisa memberikan rasa aman bagi seluruh anggotanya. Itu yang akan memberikan bekal bagi anak untuk menghadapi lingkungan lebih baik. Selain itu, anak akan mengalami stres yang lebih besar kalau di keluarga itu terdapat lebih dari 2 anak yang berusia di bawah 3 tahun. Artinya, setiap tahun lahir seorang anak, jadi jarak kelahiran antaranak perlu diperenggang untuk mengurangi kemungkinan stres pada anak. Kemudian, kalau bisa sewaktu menikah, ada kepribadian yang lebih baik dari masing-masing pasangan karena seorang ibu, dalam hal ini pengasuh utama bagi anak, mempunyai peran penting. Kalau sang ibu mudah mengalami gangguan tingkah laku atau rentan terhadap stres, maka akan berpengaruh juga terhadap anak.

Di samping itu seorang ibu juga perlu responsif terhadap anak, karena akan memperbesar daya tahan anak. Ibu juga perlu mengetahui hal-hal yang umum mengenai perawatan anak dan kemudian orangtua tidak banyak cekcok, kondisi rumah sebaiknya bersih dan teratur. Banyak rumah yang kondisi rumahnya tidak teratur sehingga kadang menimbulkan stres yang lebih berat.

Satu hal lagi yang juga penting adalah orangtua perlu hadir secara teratur di dalam kehidupan anak. Bagaimanapun anak perlu ada orang dewasa yang bisa menampung keluhan-keluhannya, rasa takutnya dan sebagainya. Beberapa hal ini akan membantu anak untuk menghadapi stres yang dialaminya.

T : Kalau seandainya ada anak di dalam rumah tangga kita yang mengalami tekanan, mengalami stres, sebagai orangtua apa yang bisa kita lakukan terhadap anak ini?

J : Prinsip yang utama adalah kita perlu memberikan suasana yang menerima, bisa memahami anak dan bisa melihat masalah dari sudut pandang anak itu. Kalau anak itu mengaku ketakutan dan sebagainya, janganlah anak itu ditolak atau direndahkan atau diejek karena akan memperbesar stres yang dirasakannya.

Kemudian orangtua juga harus memberikan satu lingkungan dimana anak itu merasa terlindungi dan aman. Seringkali orangtua kurang bisa memberikan suasana seperti itu. Misalnya ketika anak mempunyai masalah di sekolah, adakalanya kita sebagai orangtua cenderung tidak sabar, cenderung cepat marah sehingga akibatnya stres yang terjadi pada anak ini tidak terselesaikan.

Satu hal yang juga sangat penting adalah kita harus menciptakan suasana ibadah di rumah. Jadi, jika anak pada saat tidak di dalam pengawasan orangtua dan sedang menghadapi suatu masalah, maka dia sudah terbiasa untuk berdoa, minta perlindungan Tuhan dan selalu bersandar kepada Tuhan.

T : Anak-anak yang orangtuanya menerapkan disiplin dengan keras sekali, dampaknya anak bisa jadi stres. Dalam hal ini bagaimanakah jalan tengahnya supaya apa yang orangtua anggap baik juga tertangkap baik oleh anaknya dan anak yang diharapkan baik juga dipahami oleh orangtuanya?

J : PERTAMA, orangtua perlu memandang atau belajar memandang apa yang dipandang oleh anak. Seringkali orang dewasa beranggapan anak adalah orang dewasa dalam bentuk mini, akibatnya anak-anak tidak berkembang menurut perkembangannya yang wajar. Misalnya, dalam hal disiplin, anak usia 3 tahun tidak bisa disuruh duduk lebih dari 15 menit, untuk 10 menit duduk diam saja itu sudah bagus sekali. Anak usia 3-5 tahun membutuhkan banyak sekali gerakan, harus lari ke sana ke sini, kalau dia harus belajar kemudian masih dimarahin lagi otomatis dia tidak suka untuk belajar.

KEDUA, orangtua perlu belajar untuk memahami perkembangan atau psikologi perkembangan anak dengan mengetahui pada tahap-tahap atau usia berapa saja anak mengalami hal-hal tertentu, sehingga orangtua akan lebih banyak menghargai anak. Dalam hal disiplin, orangtua harus bisa membedakan antara ketidakmampuan anak untuk bertanggung jawab dan tidak bisa bertanggung jawab. Anak tidak mengikuti perintah kita karena dia belum bisa, belum matang, belum cukup matang ataukah karena anak itu memang sengaja tidak mau dan menentang, itu harus dibedakan. Jadi, kalau kita tahu bahwa dia memang belum bisa bertanggung jawab, maka kita tidak boleh menerapkan disiplin dengan ketat. Kita harus melatih dia, setahap demi setahap.

T : Apakah sebaiknya setiap kali anak mengalami permasalahan, orangtua perlu turun tangan supaya anak tidak sampai stres?

J : Orangtua, sebaiknya melakukan tindakan preventif dengan memberikan suasana berkomunikasi secara terbuka tanpa rasa takut. Jika ini sudah terjalin dengan baik, maka jika anak menghadapi stres yang tidak bisa diatasinya, dengan sendirinya dia akan meminta kita untuk membantunya. Jadi, adakalanya dengan diskusi atau komunikasi, kita bisa memperbaiki cara anak memandang dan memperkuat daya juangnya sehingga dia mau berlatih mengatasi masalahnya sendiri.

Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T088B (e-Konsel edisi 90)