Seni Berkunjung Kepada Orang Sakit

Penyakit dapat menyerang siapa pun. Tidak ada orang yang sudah siap menangkal penyakit yang bakal datang menyerangnya. Ada penyakit yang disebabkan virus yang menular, tetapi ada juga penyakit yang timbul karena perbuatan sendiri. Kalau sudah sakit, kita merasa tidak berdaya sama sekali. Kita mengeluh karena tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Hal yang paling merepotkan, kita baru merasakan bahwa kesehatan lebih berharga daripada segala-galanya.

Siapa pun dapat terkena serangan penyakit, baik penyakit yang ringan maupun yang berat tanpa pandang usia. Bayi di kandungan pun mungkin saja menderita sakit; bayi usia tahun pertama pun rentan terhadap penyakit sekali pun memiliki kekebalan tubuh yang diperolehnya dari ibunya. Anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua sekali pun, dapat ditimpa penyakit. Bahkan dokter sekali pun mungkin saja tidak berdaya karena diserang penyakit.

Siapa yang mau mengunjungi anggota jemaat yang jatuh sakit dan terbaring lama di rumah sakit? Apakah pendeta saja? Gembala jemaat saja? Tentu saja jawabnya tidak! Pengertian "tua-tua jemaat" (terjemahan lama) atau "penatua" (terjemahan baru) mengandung makna "penggembalaan". Mereka yang diangkat menjadi tua-tua jemaat, sebagai penatua atau sebagai diaken, memiliki tanggung jawab dan komitmen yang jelas: wajib menggembalakan dan memelihara serta memerhatikan anggota jemaatnya. Jika kaum awam memiliki waktu yang cukup, mereka pun sudah sepantasnya memberi kekuatan rohani kepada sesamanya yang sedang terbaring di rumah sakit.

Komitmen (janji) adalah sesuatu yang harus diwujudkan secara konkret, kalau tidak, jabatan yang dituakan di dalam jemaat itu hanya sekadar harapan dan impian. Lukas dalam Kisah Para Rasul 20:28 berkata, "Hendaklah kalian menjaga diri dan (jagalah juga) seluruh jemaat yang telah diserahkan oleh Roh Allah kepadamu untuk dijaga; sebab kalian sudah diangkat menjadi pengawas jemaat Allah itu seperti gembala menjaga dombanya, karena Allah sudah menjadikan jemaat itu milik-Nya sendiri melalui kematian Anak-Nya sendiri" (BIS; kata-kata dalam tanda kurung ditambahkan penulis).

Rasul Petrus juga menguatkan pandangan yang dikemukakan Lukas dalam Kisah Para Rasul itu. Tugas penatua sebagai mitra pendeta atau gembala jemaat tidaklah ringan, namun dikerjakan dengan sukarela dan penuh pengabdian dan rasa syukur. Penatua yang diangkat itu bertindak sebagai pelayan-pelayan Allah yang sungguh-sungguh melayani. "Supaya kalian menggembalakan kawanan domba yang diserahkan Allah kepadamu. Gembalakanlah mereka dengan senang hati sebagaimana yang diinginkan oleh Allah, dan janganlah dengan berat hati. Janganlah pula melakukan pekerjaanmu guna mendapat keuntungan, melainkan karena kalian sungguh-sungguh ingin melayani" (1Petrus 5:2).

Kalau menurut tradisi masa lalu, diaken berdiri di tepi meja dan melayani orang yang datang ke perjamuan, mereka pun bertugas di luar pelayanan di Bait Allah, mengurus dan memelihara anggota jemaat yang terbaring karena sakit.

Bagaimana Keadaan Orang yang Sakit dan Terbaring di Rumah Sakit?

Psikolog pasien menjelaskan bahwa orang yang sakit amat bergantung kepada orang yang merawatnya. Karena ketidakberdayaan melakukan perawatan diri sendiri, mereka sangat memerlukan pertolongan perawat, dokter, dan orang yang ada di rumah sakit. Khusus mereka yang menderita penyakit yang kronis, mereka ini amat kesal melihat tubuhnya sewaktu-waktu terpaksa berbaring di rumah sakit. Ada kecenderungan rasa iba diri dalam pikiran dan perasaan mereka. Orang yang seperti itu perlu diperhatikan dengan seksama. Mereka sering merasa terpencil dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar.

Ada suasana kejenuhan dalam diri mereka. Bahkan, seorang anak kecil yang masih duduk di SD suatu kali berkata kepada neneknya (waktu terbaring di tempat tidur dan keperluan makan minumnya harus dilayani neneknya), "Nek, maafkan aku ya, telah merepotkan nenek." Sang nenek merasa iba mendengar permintaan maaf dari cucunya yang masih kecil itu. Perasaannya yang halus mengatakan bahwa ia telah merepotkan orang lain. Banyak orang dewasa yang memiliki kepekaan seperti anak kecil ini. Namun demikian, pada hakikatnya mereka amat kesepian dan memerlukan perhatian orang lain.

Orang yang terbaring lama di ranjang rumah sakit umumnya membuat ia merasa seperti kehilangan sesuatu karena ia tidak dapat melakukan tugas dan kewajibannya sehari-hari. Ia tidak dapat membuat rencana yang harus dilakukan.

Kadang-kadang, ia merasa tidak berguna sama sekali -- jika diketahuinya bahwa penyakitnya agak parah dan berat, apalagi orang yang bekerja sebagai pegawai kantor.

Mereka merasa tercabut dari lingkungan, terlalu bergantung kepada perawat yang harus membantunya dan akan mudah tersinggung bila wajah perawatnya cemberut. Tidak mudah bagi pasien menyesuaikan diri dengan keadaan di rumah sakit. Kerabat dekat yang menjaga pun kerap kali menggerutu melihat pelayanan rumah sakit yang tidak sigap untuk memenuhi segala keperluannya.

Pasien berontak terhadap lingkungan karena penyakit yang dideritanya, sementara kerabat dekat yang membantu merawatnya pun turut merasa prihatin atas pelayanan rumah sakit yang dirasakan tidak memuaskan.

Gangguan lain yang menghinggapi mereka ialah sikap pasrah atas apa pun yang terjadi terhadap dirinya, ia sudah siap menerima keadaan yang buruk sekalipun -- suatu sikap putus asa dan rasa percaya diri yang sudah hilang. Mungkin saja terjadi disorientasi yang menimbulkan kegoyahan terhadap keyakinan yang dianutnya selama ini. Ia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengapa penyakit itu justru menimpa dirinya.

Contoh yang lazim dialami pasien yang diberi tahu bahwa ia harus mengalami operasi. Berita operasi ini saja pun sudah membuat ia merasa rapuh. Setiap orang berusaha menghindari pembedahan, betapa pun kecilnya. Selain biayanya yang mahal (dan hal ini pun menekan pikiran pasien), rasa was-was terjadi dalam dirinya, jangan-jangan operasi ini tidak berhasil. Umumnya, orang lari kepada obat tradisional. Hal yang demikian membuatnya merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Belum lagi kalau yang sakit tulang punggung dalam keluarga.

Efek Psikologis Lain Jika Lama Terbaring Sakit.

Penatua yang mengadakan kunjungan kepada orang sakit perlu memahami bahwa secara psikologis situasi si sakit membuat perasaannya agak mudah tersinggung. Ia lebih banyak mengandalkan perasaannya ketimbang pikiran atau rasionya. Ada rasa bersalah hinggap dalam dirinya dan dalam keadaan menderita mungkin sekali ia merenungkan Tuhan sambil mengakui dosa dan kesalahan yang disadari atau tidak disadarinya.

Apabila jenis penyakit yang diidapnya dapat timbul sewaktu-waktu, hal itu dapat menimbulkan kemunduran perilaku kekanak-kanakan (misalnya, mudah tersinggung, iba kepada diri sendiri, dan pada akhirnya membuat si sakit itu hanya memikirkan nasibnya yang malang). Ia menjadi egosentris, hanya memikirkan diri sendiri!

Hal lain yang mungkin terjadi secara psikologis ialah kemungkinan timbulnya proses penyesuaian diri terhadap penyakit dan lingkungannya. Ia mulai merasa senang berada di lingkungan rumah sakit, akrab dengan dokter dan perawat, setia meminum obat sesuai petunjuk yang diberikan dokter. Berapa pun banyaknya obat yang diberikan, ia taat memakannya. Pokoknya, ia menyerahkan perawatannya kepada orang lain secara penuh dan menyerahkan persoalan dirinya kepada orang lain. Ia benar-benar pasrah! Di dalam Yohanes 5:6 diceritakan Yesus bertemu dengan orang yang sudah puluhan tahun sakit di tepi kolam Betesda. Pertanyaan yang diajukan Yesus adalah sebagai berikut, "Maukah engkau sembuh?"

Secara sepintas mungkin pertanyaan ini biasa saja bagi kita. Tetapi kalau makna pertanyaan itu ditelusuri lebih dalam, tentulah bermakna lain! Kemungkinan sekali si sakit itu sudah menerima keadaan dirinya, ya begitulah, tanpa daya. Ia pasrah apa pun yang terjadi. Tampaknya, soal kesembuhan sudah jauh dari pikirannya. Ia telah larut dalam keadaannya sendiri. Oleh karena itu, Yesus mengajukan pertanyaan yang menggugah perasaannya dan membangkitkan kerinduannya yang normal. Jawabnya? Mengapa tidak? Ya, ia mau. Maka sembuhlah dia. Ia berjalan seketika dan tidak lumpuh lagi!

Apa Maksud Kunjungan Anda?

Orang yang sedang lemah fisiknya memerlukan kekuatan jasmani dan batiniah. Mereka perlu dibebaskan dari rasa putus asa, bingung, dan situasi yang tidak menentu. Maksud kunjungan kita atau Anda, pastilah menghiburnya. Sebagian dari makna "penatua" ialah menghibur, memberi kekuatan kepada orang yang hancur hatinya. Pikirkanlah alat penghibur yang sejati, yakni firman Allah. Pahamilah surat-surat yang dituliskan Rasul Paulus dan rasul-rasul yang lain, yang ditujukan kepada individu yang terdapat di dalam berbagai jemaat. Surat-surat teguran dan penghiburan yang disampaikan para rasul itu sesungguhnya sangatlah bersifat pribadi.

Jadikanlah firman Allah sebagai sabda yang hidup, yang amat relevan dengan penyakit yang dihadapinya. Hati yang menderita kesusahan dan kepedihan, hendaknya diarahkan kepada Anak Allah. Perhatikanlah nasihat yang terdapat di dalam 1Timotius 4:13; Titus 1:9; dan Roma 8:14-16. Hidupkan di dalam benak dan perasaannya rasa sukacita dalam Kristus yang pernah menderita bahkan sampai kematian sekalipun! Berikanlah kata penghiburan yang membawa damai sejahtera serta memulihkan hati dan pikirannya, yang memberi efek terhadap fisiknya.

Tujukan mata rohaninya kepada derita dan pengharapan yang dijanjikan Yesus Kristus kepada umat yang ditebus-Nya bahwa kadang-kadang penyakit itu dibiarkan Tuhan menimpa kita untuk menyadarkan kita terhadap kelemahan dan pengenalan dosa yang kita lakukan. Mungkin saja penyakit yang kita derita dapat memajukan rohani dan iman kita atau menjadi berkat kepada orang lain yang mungkin terbaring sakit bersama kita.

Jika ada pertanyaan, mengapa penyakit ini menimpaku, janganlah penatua atau gembala jemaat mereka-reka sebab-musababnya. Itu bukan urusan Anda. Gembala jemaat tidak mungkin memberitahukan penyebab penyakit menimpa anggota jemaatnya. Arahkan dan biarkanlah si sakit mencari jawab untuk diri sendiri dalam terang salib sehingga ia mengucap syukur dalam keadaan sulit sekali pun.

Patutlah kita menyadari bahwa penyakit dapat memberi pelajaran kepada kita supaya kita merendahkan diri kepada Tuhan. Biarkanlah si sakit melihat dirinya dalam terang Allah dan bersyukur atas segala sesuatu yang menimpa dirinya. Rasul Paulus menulis kepada orang Roma (Roma 5:3, 4) bahwa kesengsaraan telah membuatnya tahan uji, yang menghasilkan pengharapan yang mulia kelak. Ketahuilah, bahwa Yesus bukan saja menyembuhkan orang dari penyakit yang dideritanya, di dalam Alkitab dikisahkan banyak orang yang dilepaskan dari kekuasaan Iblis.

Bahkan, orang sehebat Rasul Paulus pun tidak luput dari penyakit yang diderita dan selalu mengingatkannya kepada tubuh yang baka kelak, yang akan diterimanya pengganti tubuh yang fana ini. Paulus berontak melawan penyakitnya, tetapi ia tetap di dalam imannya (baca 2Korintus 12:7)!

Kapan Saatnya Kita Berdoa?

Doa mengubah kita di hadapan Tuhan. Doa membuka hati kepada-Nya dan mendengarkan bisikan sebagai jawaban atas doa-doa kita. Tetapi kita harus menyadari bahwa kita diberi bukan karena doa-doa kita, melainkan karena kita berada di dalam jalan doa kita. Tuhan mengetahui yang terbaik bagi setiap orang dan setiap orang harus menjalani hidupnya dan memahami jawaban doa dalam jalan kehidupannya. Bukankah Tuhan mengetahui apa yang kita perlukan, jauh sebelum kita memohonkannya kepada-Nya?

Berpalinglah kepada-Nya (Yakobus 5:13-18) dengan berseru pada waktu kesesakan seperti yang dilakukan Raja Daud (Mazmur 50:15) serta mintalah maka akan diberi kepadamu (Matius 7:7); karena demikianlah Tuhan akan menjawab doa orang yang berdoa kepada-Nya dengan sepenuh hati dan pikiran, kuasa penyembuhan hanya berasal dari Tuhan. Tuhan menggunakan obat untuk memulihkan kesehatan (Yesaya 38:21) karena firman Allah itu lebih berkuasa daripada pisau bedah. Tuhan memberkati obat dan menuntun tangan dokter untuk membedah dan membuang akar penyakit.

Doa yang dijawab Tuhan adalah doa yang dilayangkan dengan sikap rendah hati!

Saat Berkunjung

Penatua atau gembala jemaat yang penuh simpati, yang bertindak bijaksana, akan mendekatkan dirinya kepada si sakit seraya mencondongkan kupingnya kepada keluhan dan perkataan si sakit.

Ia berusaha membuat pasien atau si sakit merasa gembala jemaatnya benar-benar memerhatikan dirinya. Janganlah memberikan kesan terburu-buru kepada si sakit. Sekali pun kunjungan kepada si sakit tidak perlu lama-lama, tetapi usahakanlah suasana akrab dan waktu yang memadai diberikan kepadanya sehingga sikap itu sendiri sudah menjadi penghiburan baginya. Duduklah di sampingnya dan dengarkan keluhannya. Orang yang tidak mau mendengar si sakit, lebih baik jangan mengadakan kunjungan sama sekali.

Jangan beritahukan obat yang Anda rasa diperlukannya (atau bersikap seperti dokter) karena obat-obat dokter sudah diberikan kepadanya sesuai dengan penelitian atas penyakitnya. Jangan tinggalkan si sakit dalam keadaan bingung dan bertanya-tanya atas saran Anda. Jangan pula siapkan konsep dari rumah mengenai si sakit! Bacalah ayat yang cocok dengan situasi yang dihadapinya, jangan panjang- panjang. Bacalah dengan jelas, tetapi perlahan diiringi dengan doa yang singkat.

Layangkanlah doa syukur atau syafaat. Doakan perawat yang merawatnya dan dokter yang memberi obat kepadanya. Usahakanlah agar kehadiran Anda pada jam kunjungan dengan izin petugas di rumah sakit. Bila Anda hendak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk menghibur si sakit, perhatikanlah lingkungan setempat, apakah baik berdoa atau hanya menyalaminya saja. Si sakit yang tidak perlu diajak bicara, jangan paksa bicara apalagi dengan berkata, "Apakah Anda masih mengenal saya?" Jangan paksa si sakit mengingat siapa Anda bila kondisinya tidak memungkinkan untuk berbicara.

Anggukan yang penuh dengan simpati, dapat menguatkan rohani si sakit. Ingatlah bahwa Yesus pun merasakan apa yang dirasakannya!

Sumber
Halaman: 
9 -- 15
Judul Artikel: 
Sahabat Gembala, Januari 2004
Penerbit: 
Yayasan Kalam Hidup, Bandung