Bab V Tentang Kehidupan Kristen

V. TENTANG KEHIDUPAN KRISTEN

  1. Bagaimana pandangan Alkitab tentang hukuman mati?
  2. Bagaimana pandangan Kristen terhadap seks?
    Apakah seks di luar pernikahan dapat dibenarkan?
  3. Bolehkah orang Kristen bercerai? Bolehkah orang Kristen menikah dengan orang yang pernah bercerai?
  4. Bolehkah orang Kristen merokok?
  5. Apakah dalam 1 Timotius 5:23 rasul Paulus menganjurkan umat Kristen untuk minum sedikit anggur?
  6. Bagaimana memperjuangkan etika Perjanjian Baru dalam konteks abad ke-20?


T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

7. Bagaimana pandangan Alkitab tentang hukuman mati?

Hukuman mati (capital punishment) yang kami maksud adalah hukuman mati terhadap narapidana atau kriminal-kriminal. Tentu hal ini menyangkut ilmu pidana, ilmu sosial, hukum dan keadilan suatu negara, juga menyangkut teologi. Di sini yang akan kita bahas adalah: Bagaimana pandangan Alkitab tentang hukuman mati? Apakah Alkitab membenarkan atau menentang legitimasi hukuman mati?

Pandangan yang menentang hukuman mati?

Pada hakekatnya mereka mengatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan kasih dan pengampunan Tuhan. Ada beberapa hal yang mereka tekankan:

  1. Badan hukum dan undang-undang suatu negara dapat berbuat keliru dan mungkin yang dijatuhi hukuman adalah pihak yang tidak bersalah.
  2. Orang Kristen percaya bahwa hidup manusia itu pemberian Tuhan.
  3. Ilmu pidana yang modern lebih menekankan rehabilitasi daripada retribusi.

Pandangan di atas banyak dianut oleh penganut Teologi Liberal, sebab mereka lebih mementingkan penebusan sosial daripada penebusan pribadi.

Pengajaran dalam Alkitab

  1. Sebelum Taurat Musa

  2. Dalam Kejadian 9:6*, hukuman mati tidak diperdebatkan. Allah mengatakan: "Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya sendiri." Hukuman ini diberikan oleh Allah kepada Nuh bahwa pembunuh harus dijatuhi hukuman mati.

  3. Dalam Taurat Musa

  4. Taurat Musa juga mencantumkan hukuman mati terhadap kriminal dan pelanggar hukum Taurat: membunuh (Kel 12:12; Bil 35:16-31*), menculik (Kel 21:16), bekerja pada hari Sabat (Kel 35:2*), mengutuk ayah atau ibu (Im 20:9), berzinah (Im 20:10-12*), homeseksual (Im 20:13-16), bernubuat palsu (Ul 13:1-10*) menyembah berhala (Ul 17:2-7), anak yang durhaka (Ul 21:18-21*), memperkosa (Ul 22:25), dan lain-lain. Cara untuk penghukuman mati sering disebut juga, misalnya: dibakar atau dilempari batu.

  5. Dalam Perjanjian Baru

  6. Dalam Yohanes 8:1-11*, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menghadapkan Tuhan Yesus dengan seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menanyakan pendapat pendapat Tuhan Yesus tentang hukuman mati terhadap perempuan tersebut.

    Ada 3 hal yang harus kita perhatikan:

    1. Motif ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menanyakan hal itu adalah untuk mencobai Tuhan Yesus. Kalau Yesus mengatakan bahwa perempuan itu harus dihukum mati, maka Yesus akan melanggar hukum pemerintah Romawi, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman mati hanyalah pemerintah Romawi. Tetapi kalau Yesus mengatakan bahwa perempuan itu tidak perlu dihukum mati, maka pendapat Tuhan Yesus ini akan bertentangan dengan Taurat Musa.

    2. Jawaban Tuhan Yesus bukan saja melepaskan diri-Nya dari siasat mereka, tetapi juga menunjukkan pentingnya kemampuan saksi-saksi dan pendakwa-pendakwa. Ia mengatakan: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yakin pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

    3. Dalam kasus ini, ternyata Tuhan Yesus tidak meniadakan hukuman mati yang terdapat dalam Taurat Musa.

Nasihat rasul Paulus yang terdapat dalam Roma 13:1-7*, menganjurkan kepatuhan kita kepada pemerintah. Walaupun Paulus tidak secara khusus mengatakan bahwa pemerintah mempunyai hak untuk melakukan hukuman mati terhadap kriminal, tetapi ia mengatakan bahwa "pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat" (Rom 13:4*). Maka bila hukuman mati terhadap kriminal harus dijalankan sebagai hukuman "atas mereka yang berbuat jahat", yang berbentuk melaksanakan adalah pemerintah yang sah.

Perdebatan

  1. Hukum yang keenam dalam Sepuluh Hukuman Allah mengatakan: "Jangan membunuh" (Kel 20:13*). Apakah hukum ini menentang hukuman mati? Jawabannya adalah: Tidak, sebab kata kerja "membunuh" tersebut muncul 49 kali dalam Perjanjian Lama, yang semuanya relevan dengan arti "to murder." Di dalam Perjanjian Baru hukum yang keenam ini diterjemahkan sebagai "phoneuo" yang juga berarti "to murder." Kemudian kita mengetahui bahwa hukuman untuk pelanggar hukum ini adalah kematian (Kel 21:12; Bil 35:16-21*).

  2. Ada orang mengatakan bahwa dalam Perjanjian Lama, hukuman mati memang diperbolehkan Tuhan. Tetapi dalam Perjanjian Baru, semua hukum dalam Taurat Musa sudah digenapi oleh Tuhan Yesus, sehingga dengan sendirinya hukuman mati pun ditiadakan. Memang Yesus sudah menggenapi Taurat Musa, tetapi tidak berarti bahwa Ia meniadakan hukuman mati yang terdapat dalam Kejadian 9:6* dan dalam Hukum Taurat, Para rasul pun tidak pernah mengecam hukuman mati yang dijalankan pada waktu Perjanjian Lama.

  3. Mereka yang tidak setuju dengan hukuman mati, mengajak kita untuk memberi simpati terhadap keluarga kriminal yang akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi kita pun harus lebih bersimpati terhadap keluarga orang yang dibunuh oleh kriminal tersebut.

Memang sampai saat ini perihal hukuman mati masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi menurut laporan di pelbagai tempat, dengan berlakunya undang-undang tentang hukuman mati, maka jumlah dan derajat kriminal di tempat-tempat tersebut menjadi berkurang. Misalnya laporan dari Inggris yang mengatakan: "Sejak tahun 1965 dimana undang-undang tentang hukuman mati ditiadakan, maka kasus-kasus kejahatan, pembunuhan dan perampokan di seluruh negara Inggris terus bertambah." Menurut apa yang telah kita bahas, kiranya kita lebih mengetahui mengapa lebih banyak orang yang setuju dengan undang-undang hukuman mati.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

8. Bagaimana pandangan Kristen terhadap seks? Apakah seks di luar pernikahan dapat dibenarkan?

Dewasa ini isitlah seks sering kita dengar dan baca, namun banyak orang mempunyai arti pengertian yang salah terhadap seks. Banyak majalah, buku, dan film telah merendahkan nilai seks yang sebenarnya, sehingga dalam penafsiran kita, seks itu najis dan dosa.

Alkitab bukan buku tentang seks, tetapi Alkitab mengandung banyak gagasan yang spesifik mengenai seks. Seks adalah suci dan sesuai dengan rencana ciptaan Allah yang total dan kekal. Dalam kesempatan ini kita akan memperbincangkan interretasi Kristen terhadap seks.

Seks dalam pola ciptaan Allah

Dalam pola ciptaan Allah, seks merupakan suatu kasih karunia. Sebagaimana perkembangan ilmiah membuktikan kebijaksanaan Pencipta, kasih karunia Allah dalam seks juga menyatakan keajaiban-Nya. Seks merupakan suatu bagian yang vital untuk setiap makhluk hidup. Pembuahan pada tumbuh-tumbuhan jenis betina oleh jenis jantan terjadi dalam variasi yang berbeda. Hewan mempunyai struktur seks yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan tumbuh-tumbuhan, tetapi seks dalam bentuk yang paling kompleks dan yang mempunyai nilai paling tinggi terdapat pada manusia.

Seks pada hewan merupakan hal yang bersifat otomatis dan dikendalikan oleh naluri yang gaib. Pada musim ini sangat berbeda, dimana seks tidak menurut siklus yang tertentu, melainkan berjalan terus-menerus setelah menginjak masa pubertas di bawah kontrol individu itu sendiri.

Dalam kitab Kejadian semua ciptaan Allah disebut "baik", tetapi kesepian Adam yang tidak mempunyai pasangan oleh Allah disebut "tidak baik." Maka Allah menciptakan manusia sebagai lelaki dan perempuan. Hawa diciptakan untuk menemani Adam; hubungan heteroseksual antara mereka sangat berarti dan indah dalam pola ciptaan Allah. Manusia pada fase kehidupannya sangat membutuhkan lawan seks baik dalam hal fisik, jiwa, kesyarakatan, maupun kerohanian.

Banyak agama dan kebudayaan Timur yang menyangkal keindahan seks sebagai karya Allah. Mereka menganggap seks adalah najis dan merupakan suatu akibat dosa manusia. Berdasarkan keyakinan ini, mereka mengagungkan keperawanan dan pertapaan serta merendahkan pernikahan. Sedangkan menurut iman kepercayaan kita, kita percaya bahwa ciptaan Allah berlandaskan dua orde, yaitu orde penebusan dan orde pengudusan. Kedua orde ini berlaku atas tubuh dan jiwa. Apa yang telah dikuduskan dan disebut baik oleh Tuhan, hendaknya kita terima dengan pengucapan syukur dan kita hormati sebagai kasih karunia Tuhan (1Tim 4:3-4*).

Seks dalam pernikahan

Selama berabad-abad, dogma Kristen menganggap bahwa tujuan seks hanyalah sebagai perkembangbiakan. Ajaran yang salah ini masih terdapat di kalangan gereja Roma Katolik dewasa ini. Adapun tujuan seks yang lain disebutkan sebagai "penghindar perbuatan dosa." Para dogmatis pada umumnya mengutarakan tiga tujuan pernikahan: persahabatan, hubungan seks, dan perkembangbiakan. Dari ketiga tujuan ini, yang mereka utamakan adalah perkembangbiakan.

Kitab Kejadian dalam pasal pertama menyebutkan hal perkembangbiakan, tetapi seolah-olah tidak menyinggung hal pernikahan. Dalam pasal kedua, hubungan seks disebut "satu tubuh" yang mengikat suami dan istri dalam kasih. Kedua hal yang tersebut di atas telah dipergunakan oleh Tuhan Yesus dalam Kitab Matius 19:4-5*, sebagai relasa antara suami dan istri dalam pernikahan. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru lebih mengutamakan maksud hubungan seks sebagai kesenangan atau kenikmatan dari perkembangbiakan.

Alkitab selalu memperbincangkan hubungan seksual dengan pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anak, dimana anak merupakan pusaka dan berkat dari Tuhan, dan orangtua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anak mereka (Mazm 127:1-5; 128:1-6; Ul 6:6-9*). Sangat disayangkan bahwa banyak buku tentang seks yang mengabaikan aspek hubungan seksual ini. Kehamilan, kelahiran dan perawatan anak-anak menjadi beban dalam pernikahan yang tidak dapat dihindari. Perkembangbiakan telah ditentukan oleh Pencipta sebagai fungsi seks. Pemakaian obat-obatan dan alat-alat pencegah kehamilan tidak akan mengubah fakta ini; sebaliknya justru menyatakan fakta yang telah ditentukan oleh manusia pada umumnya dan wanita pada khususnya (Kej 3:16; Yer 21:3; Yoh 16:21*).

Setelah apa yang tercantum dalam 1Korintus 7:5*; 1Tesalonika 4:4-5; Ibrani 13:4*, dan lain-lain segala aktivitas dalam pernikahan adalah maksud atau implikasi yang umum. Namun pada dewasa ini aktivitas seksual dalam pernikahan disalahartikan sebagai "dosa" atau "keji", bahkan kehamilan disebut sebagai akibat dosa. Maka para ahli teologi berusaha mencari jalan untuk membenarkan konsep terhadap hubungan seksual dalam pernikahan gereja Roma Katolik, dan dalam usaha ini menyebut pernikahan sebagai "pencegah percabulan"; ada pula yang mencari alasan bahwa pernikahan merupakan hal yang ditetapkan Allah, maka tidak selayaknya dipandang sebagai hal yang berdosa. Penilaian yang tersebut di atas sering menimbulkan keragu-raguan dalam pikiran manusia pada umumnya. Sedangkan Alkitab telah mengutarakan bahwa hubungan seksual dalam pernikahan adalah ordenansi Allah.

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, "hati manusia itu jahat adanya sejak kecil" (Kej 8:21*). Paulus pun mengakui kelemahan manusia: "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat" (Rom 7:18-19*). Dosa telah mempengaruhi seluruh kehidupan manusia. Manusia salah mempergunakan seks, sehingga seks seolah-olah merupakan hal yang berdosa. Namun penebusan Kristus di atas kayu salib menjamin pengampunan dosa kepada setiap orang percaya, baik tubuh maupun jiwa. Dalam hal ini, bahagian penebusan Kristus. Kasih dalam pernikahan orang Kristen (termasuk seks) oleh rasul Paulus, dipakai sebagai simbol penyatuan Kristus dan gereja-Nya (Ef 5:30-32*).

Seks di luar pernikahan

Daya tarik seks adalah bahagian pola ciptaan Allah. Tetapi pernyataan seks dalam pengertian yang sempurna, hanya untuk pernikahan. Gilbert Russel dengan ringkas mengatakan: "Seksual seorang pria adalah milik istrinya, jauh sebelum ia berjumpa dengan istrinya. Andaikata ia tidak berjumpa dengan istrinya, maka tiada seorang pun akan memiliki seksualnya."

Pada waktu Tuhan menyusun standar moral untuk manusia, Ia menuntut hubungan seks hanya terjadi antara suami dan istri dalam hidup pernikahan. Di samping itu, Tuhan pun berkenan memimpin kita menuju pernikahan yang bahagia. Melanggar hukum Tuhan berarti merugikan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Dalam masyarakat modern dewasa ini, di mana orang bebas berpacaran dan bercumbu-cumbuan, meningkatlah angka hubungan seksual di luar pernikahan, sehingga pemakaian alat-alat atau obat-obatan pencegah kehamilan juga menjadi lebih lazim. Pada hakekatnya, agama Kristen tidak membenarkan hubungan seksual sebelum atau di luar pernikahan. Namun demikian janganlah kita memandang seks adalah dosa yang tidak dapat diampuni. Sebagaimana Kristus telah mengampuni perempuan yang berzinah pada Injil Yohanes, demikian pula Ia mengampuni siapa yang datang kepada-Nya serta bertobat dengan iman.

Kita sering menjumpai pria dan wanita yang tidak mempunyai kesemptan untuk menikah atau yang karena sesuatu hal yangkhusus, tetap tinggal membujang dan perawan. Apakah keinginan mereka dalam hal seks akan demikian terpendam?

Kita tidak dapat menyangkal bahwa seks mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seseorang. Seks bersifat perseorangan dan sebagian dari hubungan antar perorangan. Tuhan mengaruniakan seks kepada manusia untuk maksud-maksud yang tertentu, maka seks bukan melulu untuk seks. Seks harus disertai dengan kasih. Inilah satu-satunya jalan menuju kehidupan yang bertanggung jawab, dimana banyak cara untuk menyatakan kasih seseorang kepada orang lain. Memang pada umumnya Tuhan berkehendak supaya setiap manusia menikah dan berkeluarga. Namun nafsu seks berbeda dengan kelaparan terhadap makanan. Nafsu seks tetap di bawah penguasaan kita. Kalau hal ini sukar kita kontrol, maka firman Tuhan menganjurkan kita untuk menikah (1Kor 7:7-9*).

Untuk mereka yang tidak menikah, dengan pengabdian kepada Tuhan dan sesama, mereka pun sanggup hidup sehat, suci dan penuh berkat. Pernikahan bukan syarat mutlak untuk menuju kehidupan yang sukses. Seseorang mempunyai pandangan yang betul terhadap seks, bilamana ia mempunyai pandangan hidup yang betul. Kalau ia seorang Kristen, ia akan bersandar kepada Tuhan, pencipta seks, dan menerimanya sebagai karunia Tuhan, serta mempergunakannya sesuai dengan kehendak-Nya "Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan satu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur" (1Tim 4:4*)

Keinginan seks yang salah

Kita tidak dapat mengatakan bahwa nafsu seks adalah dosa, sebab Tuhan menciptakan pria dan wanita yang saling mempunyai daya tarik satu sama lain, dan akhirnya mereka meninggalkan ayah dan ibu mereka untuk berdampingan sebagai suami istri.

Filsafat Yunani dan Manichacisme berpendapat, bahwa tubuh itu jahat dan roh itu baik, maka segala keinginan tubuh disebut dosa. Kalau demikian, kelaparan dan kehausan terhadap makanan dan minuman juga disebut dosa. Dengan konsep yang salah ini mereka juga mengatakan bahwa nafsu seks berasal dari tubuh, karena itu disebut dosa. Paulus dalam Efesus 5:29* mengatakan: "Tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatnya." Keinginan tubuh dibenarkan oleh Tuhan, asal jangan kita salah gunakan.

Tuhan Yesus mengatakan: "Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya" (Mat 5:28*). Hal ini menunjukkan kedisiplinan orang Kristen terhadap seks. Seseorang yang melampiaskan hawa nafsunya untuk perzinahan, adalah berdosa di hadapan Tuhan. Dalam surat Galatia 5:16-24* Paulus membicarakan pertentangan antara tubuh dan roh. Hal ini bukan mengenai keinginan seksual antara suami dan istri dalam pernikahan, melainkan mengenai tunasusila, kenajisan dan percabulan.

Sering orang bertanya, mengapa hubungan seksual sebelum pernikahan tidak dibenarkan? Jawabannya hanya satu, dimana Tuhan mengatur kesemuanya untuk kebakan manusia. Tuhan mendirikan pernikahan bukan persundalan. Keinginan seks harus dipergunakan secara bertanggung jawab dalam ikatan pernikahan dan kesetiaan terhadap suami atau istri serta pengasuhan terhadap anak-anak.

Hubungan antar kasih dan seks

Dalam kebudayaan masa kini, kasih romantik mempunyai peranan yang penting. Meskipun masih ada pernikahan yang ditentukan oleh orangtua, namun kasih dan kesetiaan tidak akan absen, bahkan terus bertumbuh dalam pernikahan.

Dalam Alkitab, kasih antara suami dan istri adalah ideal, dan kasih Allah yang tak terhingga terhadap gereja merupakan suatu teladan (Ef 5:1-33*). Kasih ini adalah kasih yang tak kunjung padam, pengorbanan dan penyerahan yang total, suatu kasih yang bertanggung jawab terhadap Allah dan manusia. Kasih ini membuat kita setia menanggung suka duka dalam pernikahan. Dalam bahasa Yunani kasih yang demikian disebut "Agape." Kita pun mengenal "Philia", yaitu kasih persahabatan, dan "Eros" yaitu kasih seksual. Kehidupan pernikahan hendaklah mencakup ketiga kasih tersebut. Tanpa eros, tidak akan terjadi hubungan sekseual antara suami dan istri; tanpa phila, hilanglah perpaduan yang sempurna antara kedua pribadi; dan tanpa agape, berarti tanpa kesetiaan dan pengorbanan.

Hubungan antara kasih dan seks adalah sebagai berikut: Kasih dan seks merupakan dua hal yang berbeda. Adakalanya aktivitas seksual tidak disertai dengan kasih, dan juga mungkin terdapat kasih yang tanpa seksual. Di dalam pernikahan, aktivitas seksual hendaknya merupakan suatu media dimana kasih dapat diwujudkan. Kasih inilah yang mengikat suami dan istri dalam suatu hubungan yang intim. Hubungan ini adalah normal dan wajar (Kej 24:67; Pengkh 9:9*).

Sebagaimana kasih dan seks tidak identik, begitu juga kasih dan nafsu berbeda. Nafsu birahi bersifat eksploitatif, mementingkan diri sendiri, dan memuaskan diri sendiri. Nafsu birahi menjatuhkan manusia dalam percabulan, tidak bertanggungjawab, dan kriminal seks. Semuanya ini bertentangan dengan kasih.

Peranan gereja tentang pendidikan seks

Fakta-fakta membuktikan bahwa kriminal seks dan perbuatan kelamin yang tidak wajar semakin bertambah. Homoseksualitas adalah keadaan yang lebih parah, menunjukkan emosi yang tidak seimbang dan membutuhkan pengobatan para ahli. Alkitab menunjukkan bahwa homoseksualitas adalah kemurtadan terhadap ciptaan Tuhan dan salah penggunaan seks yang tidak sesuai dengan pola ciptaan Tuhan.

Kepada mereka yang tersangkut dalam problema-problema tersebut, kita tidak dapat membenarkan perbuatan mereka. Namun mereka membutuhkan pengampunan, simpati, pengertian dan adakalanya membutuhkan pengobatan para ahli. Inilah tugas gereja untuk memberikan suatu jaminan pengampunan yang sempurna di dalam Kristus, memberikan konseling dan pendidikan.

Gereja dewasa ini membutuhkan suatu kesadaran terhadap keadaan moral masyarakat umum, di mana hubungan seks di luar pernikahan dan homoseksualitas semakin bertambah. Gereja hendaklah memperkenalkan proses rehabilitasi dan memanfaatkan tugas psikiater atau dokter penyakit jiwa. Kita harus yakin bahwa hanya Injil penebusan Tuhan yang mempunyai kuasa untuk memperbaharui kehidupan manusia (2Kor 5:14-21) dan pengampunan. Dengan pengajaran moral dan kerohanian, gereja akan membimbing segala lapisan masyarakat, baik kanak-kanak, kaum muda, dan orang dewasa, sehingga gereja bertindak sebagai peningkat standar moral dan guru Injil.

Memberikan informasi tentang seks tetapi tidak disertai relasi nilainya, merupakan pengajaran yang tidak bertanggung jawab. Kita memikirkan pentingnya pendidikan seks yang sesuai dengan agama Kristen. Banyak orang berpendapat bahwa faktor sosial dan biologi bekerja kurang efektif kalau tidak disertai nilai kerohanian Kristen. Bahkan pers selalu mengatakan, "Pendidikan seks adalah pekerjaan pendeta".

Ahli-ahli berpendapat bahwa rumah tangga mempunyai peranan yang penting dalam pendidikan seks, tetapi banyak orangtua yang melalaikan hal ini. Tiada seorang pun yang dapat menggantikan kedudukan ayah dan ibu dalam hal ini, sehingga gereja hendaknya dapat memanfaatkan mereka dalam pelaksanaan ini. Kita dapat membantu orangtua atau wali keluarga dalam hal pemberian bahan-bahan, cara-cara dan sikap yang dapat digunakan oleh mereka sebagai alat untuk mendidik anak-anak mereka.

Selain rumah tangga, sekolah juga mempunyai peranan dalam pendidikan seks. Dalam hal ini sekolah Kristen, mempunyai posisi yang terbaik bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang lain. Sebab sekolah Kristen mempunyai pengajaran agama yang lebih baik dalam kurikulum untuk setiap murid.

Tentang kesucian dan kesopanan

Kesucian merupakan lencana orang Kristen dan kesaksian kehidupan baru di dalam Kristus. Orang Kristen dipanggil untuk hidup suci (1Tes 4:3-8). Tubuh mereka adalah anggota Kristus dan rumah Roh Kudus (1Kor 6:15-20), bukan alat kejahatan (Rom 6:11-23). Mereka sudah belajar dari Kristus untuk meninggalkan segala kejahilan, percabulan dan kecemaran (Efe 4:17-24). Kesopanan dalam tingkah laku adalah pernyataan kesucian hati. Apa yang dianggap sopan, pada suatu saat mungkin disebut kurang sopan pada waktu atau situasi yang berbeda. Maka selaku orang Kristen kita harus waspada terhadap pakaian dan perbuatan kita (1Tim 2:9-10). Kesucian dinyatakan melalui pikiran, tutur kata dan perbuatan. Tuhan senantiasa menilik hati manusia dan motif yang terkandung di dalamnya. Konsep dalam Alkitab tentang kesopanan dan kesucian (Tit 2:5; 1Pet 3:2), tidak. akan ketinggalan zaman. Ini adalah orde Allah untuk kebahagiaan manusia. Pengolahan kesucian Kristen mempunyai tugas yang berat dalam masyarakat dewasa ini.

Kesimpulan

Walaupun seks merupakan karunia Allah, namun setelah manusia jatuh ke dalam dosa, seks sering disalahgunakan. Iblis telah membuat segala aspek seks menjadi perzinahan (Rom 1), dimana kasih diganti dengan nafsu birahi. Meskipun orang Kristen masih mempunyai unsur dosa di dalam hatinya, namun sanggup berusaha menentang birahi dan melatih mengontrol diri sendiri. Ingat bahwa "penguasaan diri" adalah buah yang dihasilkan oleh Roh Kudus. Maka sebagai anak Tuhan, kita menerima seks sebagai karunia Tuhan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendak-Nya (Mat 19:4-5), demi kemuliaan-Nya (1Kor 10:31), dan untuk maksud-Nya (Kej 1:28, 2:24).

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

9. Bolehkah orang Kristen bercerai? Bolehkah orang Kristen menikah dengan orang yang pernah bercerai?

Alkitab tidak membenarkan perceraian

Pernikahan itu merupakan institusi yang suci, yang didirikan oleh Allah sendiri di taman Eden. Tuhan mengatakan: "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mar 10:9). Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan harus berlangsung terus selama suami dan istri masih hidup. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya tidak bercerai.

Mengapa kemudian perceraian diizinkan?

Namun karena terlalu banyak kasus perceraian yang terjadi dalam masyarakat, maka Taurat Musa mengizinkan perceraian dengan suatu syarat, bahwa suami yang menceraikan istrinya harus menulis surat cerai, dan menyerahkan kepada istrinya. Sang istri yang diceraikan diperbolehkan menikah lagi (Ula 24:1-4), sehingga perceraian dengan menulis surat cerai adalah suatu perlindungan bagi para istri yang menjadi korban pernikahan yang tidak bertanggung jawab. Sekali lagi Tuhan Yesus menegaskan: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak mula tidaklah demikian" (Mat 19:8). Pada awal mula pola pernikahan yang Tuhan dirikan, tidak ada istilah "perceraian".

Perceraian karena terjadi perzinahan

Selanjutnya Tuhan juga mengatakan bahwa perceraian diizinkan kalau salah satu pihak berbuat zinah (Mat 5:32, 19:9). Hal ini bukan berarti bahwa kalau sang istri berbuat zinah, maka sang suami harus menceraikannya, atau sebaliknya sang istri harus menceraikan suami yang berzinah. Tetapi maksud Tuhan adalah demikian: Kalau karena perzinahan, sehingga pernikahan mereka tidak dapat diteruskan lagi, maka perceraian diperbolehkan setelah mereka berusaha untuk memperbaiki pernikahan tetapi gagal.

Sesudah perceraian terjadi, kalau pihak yang tidak berzinah menikah lagi, di pandangan Tuhan ia tidak berdosa.

Perceraian yang bukan karena perzinahan

Kalau perceraian tidak disebabkan karena perzinahan, misalnya karena tidak cocok, dan salah satu pihak menikah lagi, maka pihak yang menikah dianggap berzinah. Orang yang menikah dengan dia pun terlibat dalam perzinahan. Sebab walaupun secara resmi menurut hukum sipil mereka sudah bercerai, namun di hadapan Tuhan mereka masih terikat sebagai suami dan istri. Perceraian hanya diperbolehkan kalau terjadi perzinahan, maka kalau salah satu pihak sudah menikah, pihak yang lain baru diperbolehkan menikah lagi tanpa dianggap berdosa, sebab pihak yang menikah terlebih dahulu sudah berbuat zinah di hadapan Tuhan.

Perceraian karena perbedaan iman kepercayaan

Orang-orang Kristen di Korintus mengalami suatu problema tentang istri atau suami yang bukan Kristen. Karena iman yang berbeda, apakah mereka boleh bercerai? Jawaban Paulus adalah tegas: seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya, ... dan seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya" (1Kor 7:10-11). Dengan demikian kita jelas bahwa inisiatif perceraian tidak boleh datang dari pihak yang Kristen. Tetapi kalau pihak yang tidak beriman itu mau bercerai, Paulus mengatakan: "Biarlah ia bercerai" (1Kor 7:15). Tetapi kita yakin bahwa sebelum perceraian dilangsungkan, pihak yang Kristen seharusnya berusaha keras untuk memperbaiki pernikahan dan membawa istri atau suaminya menerima Tuhan. Kalau memang tidak ada harapan lagi, dan pihak yang tidak beriman terus mendesak untuk bercerai, maka Tuhan mengizinkan pihak yang Kristen untuk bercerai. Tetapi setelah perceraian yang demikian terjadi, pihak Kristen tidak seharusnya menikah lagi, kecuali pihak yang lain sudah menikah terlebih dahulu. Dan tentunya ia harus menikah dengan orang yang beriman dalam Tuhan Yesus, supaya tragedi rumah tangga tidak terulang lagi.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

10. Bolehkah orang Kristen merokok?

Sebagai orang Kristen, kita percaya bahwa Alkitab merupakan pedoman bagi kehidupan dan kepercayaan kita. Memang ada sebagian ayat yang memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang boleh kita perbuat, dan hal-hal yang tidak patut kita perbuat. Misalnya Alkitab mengatakan: "Jangan kamu membunuh!", "Jangan kamu mencuri", "Janganlah ada perkataan kotor ke luar dari mulutmu", "Janganlah kamu mabuk anggur". Tetapi karena perkembangan masyarakat, dan perubahan cara hidup manusia, banyak hal yang tidak tercantum dalam Alkitab. Misalnya, "Bolehkah orang Kristen merokok?"

Memang Alkitab tidak mencantumkan setiap perkara yang terjadi dalam kehidupan kita dalam masyarakat yang modern ini. Namun Alkitab memberikan prinsip-prinsip yang boleh menjadi pedoman di dalam kehidupan kita. Dalam dunia yang pancarobah ini, prinsip-prinsip tersebut tetap berlaku bagi kita, bahkan sanggup menjawab segala segi problema yang kita hadapi.

"Bolehkah orang Kristen merokok?" Hal ini tidak terdapat dalam Alkitab, sebab pada masa Alkitab ditulis, manusia belum menemukan rokok, jadi Alkitab tidak mencantumkan perihal rokok. Tetapi kita boleh membahasnya melalui prinsip- prinsip yang digariskan dalam 1Korintus 6:12 dan 1Korintus 10:23 sebagai berikut:

  1. Jawaban yang spontan adalah: "Boleh". Sebab Paulus mengatakan: "Segala sesuatu halal bagiku" (2x) (1Kor 6:12). Segala sesuatu diperbolehkan" (2x) (1Kor 10:23).

  2. Tetapi selanjutnya Paulus mengatakan: "Tetapi bukan semuanya berguna". Apakah faedahnya merokok? Mungkin penggemar rokok sanggup memberikan satu daftar tentang kebaikan merokok. Tetapi para ahli telah membuktikan bahwa merokok sangat membahayakan kesehatan seseorang. Di Amerika semua iklan rokok diharuskan memberi peringatan kepada pembeli rokoknya, bahwa rokok itu membahayakan kesehatan mereka. Misalnya: "Smoking by pregnant women may result in fatal injury, premature, and low birth weight". "Quitting smoking now greatly reduces serious risks to your health". "The surgeon general has determined that cigarette smoking is dangerous to your health". "Cigarette smoke contains carbo monoxide". Kalau merokok itu membahayakan kesehatan kita, apakah selaku orang Kristen kita tetap merokok? Jawabannya adalah: Tidak!

  3. Prinsip yang ketiga: Tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh sesuatu apapun". Kalau merokok dapat menjadi suatu ketagihan, dan menyebabkan kita semakin banyak merokok, dan tidak dapat hidup tanpa merokok, ini berarti kita sudah diperhamba oleh batang rokok. Hal ini tidak senonoh dengan kedudukan kita sebagai anak Tuhan.

  4. Prinsip yang keempat: "Tetapi bukan segala sesuatu membangun". Merokok di tempat tertutup menyebabkan polusi udara, sehingga orang-orang yang berada di sekeliling kita menjadi "second smokers". Hal ini tidak membangun orang lain, tetapi justru mencelakakan mereka. Konon pendeta yang terkenal di Inggris yang bernama Charles H. Spurgeon (1834-1892) juga merokok. Pada suatu hari terdapat iklan rokok yang mengatakan bahwa: "Inilah rokok yang paling disukai oleh pendeta Spurgeon". Setelah Spurgeon mengetahui hal tersebut, maka ia segera membuang rokoknya, sebab menjadi iklan rokok itu dianggap "tidak membangun", malahan menjatuhkan orang lain.

Biarlah kita selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Alkitab, dan menjawab segala persoalan hidup kita melalui prinsip-prinsip tersebut.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

11. Apakah dalam 1Timotius 5:23 Rasul Paulus menganjurkan umat Kristen untuk minum sedikit anggur?

Bagaimana Alkitab menasihati orang supaya waspada dalam minum anggur? Bagaimana kita memberi pertolongan kepada pecandu minuman keras?

Paulus berkata kepada Timotius: "Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah" (1Tim 5:23).

Ayat ini tidak berarti Paulus menganjurkan setiap orang Kristen untuk minum sedikit anggur, sebab anjuran Paulus agar Timotius minum anggur adalah karena Timotius "sering lemah" dan "pencernaannya terganggu". Tetapi banyak orang Kristen telah memakai ayat ini sebagai suatu alasan mengapa mereka minum anggur. Bahkan mereka memegahkan kelakuan tersebut adalah Alkitabiah, padahal mereka tidak sakit dan tidak lemah.

Bagaimana Alkitab menasihati orang supaya waspada dalam hal minum anggur?

  1. Alkitab sering memperingatkan adanya bahaya kalau minum sesuatu yang mengandung alkohol: "Jangan melihat kepada anggur, kalau merah menarik warnanya, dan mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat, tetapi kemudian memagut seperti ular, dan menyemburkan bisa seperti beludak" (Ams 23:31-32).

  2. Alkitab juga melarang kita mabuk oleh anggur: "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh" (Efe 5:18). Cara yang terbaik untuk tidak mabuk anggur adalah tidak minum anggur. Ayat-ayat lain yang melarang kita mabuk anggur adalah sebagai berikut: Rom 13:13; 1Kor 5:11, 6:10; 1Tes 5:7; Tit 2:3; 1Tim 3:8, dan lain-lain.

  3. Alkitab mencantumkan akibat beberapa orang yang mabuk anggur, misalnya: Nuh yang telanjang karena mabuk (Kejadian 19), Daud memabukkan Uria untuk membunuhnya (11 Sam.11), dan lain-lain. Dengan demikian kita mengetahui bahwa alkohol sanggup memperdaya seseorang sehingga orang tersebut mudah berbuat dosa.

  4. Alkitab juga mencantumkan orang-orang yang diasingkan oleh Tuhan untuk sesuatu jabatan yang suci dilarang minum air anggur, misalnya:

    1. Orang nazir dilarang minum anggur dan minuman yang memabukkan (Bil 6:2-3).
    2. Harun dan orang-orang Lewi yang melayani di dalam kemah pertemuan, dilarang minum anggur atau minuman keras (Im 10:9)
    3. Yohanes Pembaptis juga dilarang minum anggur atau minuman keras (Luk 1:15).

Di Timur Tengah pada zaman Alkitab, air tawar sukar didapat. Mereka juga tidak mempunyai alat pendingin atau kulkas, sehingga susu yang diproduksi mudah rusak, maka air anggur yang mudah disimpan merupakan bahan minuman yang umum. Biasanya air anggur yang mereka minum adalah campuran air tawar dan anggur dengan perbandingan 3 bagian air ditambah 1 bagian anggur. Dengan demikian orang yang minum tidak mudah mabuk.

Situasi pada hari ini berbeda dengan zaman tatkala Alkitab ditulis. Kita mempunyai kulkas untuk menyimpan aneka macam sari buah-buahan seperti sari jeruk, apel, nenas, strawberry, dan Iain-Iain. yang sangat berguna bagi kesehatan kita. Kita pun boleh minum aneka macam soda, misalnya 7-up, Coca-cola, Sprite, Pepsi yang sangat menyegarkan. Bahkan banyak yang dibuat sebagai "caffeine free" atau "diet" soda. Maka kehidupan kita tidak lagi tergantung pada air anggur. Kita boleh mengganti kebiasaan minum anggur yang mengandung alkohol dengan bahan minuman yang lain yang berfaedah bagi kesehatan kita.

Ada suatu peribahasa orang Yahudi yang mengatakan: "Kalau iblis terlalu sibuk dan tidak sempat mengunjungi seseorang, maka ia mengutus alkohol untuk mengunjungi orang tersebut". Ingatlah bahwa tubuh kita ini adalah rumah Roh Kudus (1Kor 6:19). Cara yang terbaik menghindari diri kita menjadi pecandu minuman alkohol, adalah tidak minum segala minuman yang mengandung alkohol. Khususnya bagi mereka yang sering mengendarai kendaraan, anjuran kita adalah: "Don`t drink and drive". Banyak kecelakaan mobil disebabkan karena pengaruh alkohol di dalam tubuh manusia. Ingat nasihat rasul Paulus: "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh sesuatu apapun" (1Kor 6:12).

Bagaimana kita memberi bantuan kepada mereka yang sering mabuk anggur atau pecandu minuman keras?

  1. Cara preventing (pencegahan) adalah lebih baik daripada cara terapi (pengobatan).
  2. Gereja seharusnya memperhatikan mereka, memberikan pertolongan dan konseling untuk mencari sebab-sebab dan jalan penyelesaiannya.
  3. Gereja hendaknya menyediakan aktivitas-aktivitas yang sehat bagi mereka dan menyediakan supporting group yang dapat saling mendukung dan mengasihi.
  4. Gereja juga boleh bekerja sama dengan lembaga-lembaga dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
  5. Membina kerohanian seseorang untuk mengatasi masalah alkohol, sebab cara yang terbaik untuk membantu mereka adalah membawa mereka mengenal Tuhan, serta dibaharui di dalam Dia.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

12. Bagaimana mempergunakan etika Perjanjian Baru dalam konteks abad ke 20?

Dalam abad ke-20 ini, banyak isu yang tidak dibicarakan secara saksama dalam Alkitab Perjanjian Baru. Misalnya Euthanasia, pengguguran, kedudukan dan peranan wanita dalam masyarakat atau gereja, seksualitas pra-nikah, dan lain-lain. Tetapi Firman Tuhan telah memberikan prinsip-prinsip yang dapat kita terapkan dalam kehidupan moral kita masa kini. Metode-metode yang dapat kita pakai untuk mengungkapkan dasar.etika Perjanjian Baru adalah sebagai berikut:

Kehendak Allah adalah pusat pembicaraan etika Perjanjian Baru

Nilai moral kehidupan orang Kristen ditentukan oleh suatu standar yaitu: kehendak Tuhan. Karena Tuhan adalah pencipta, tentu Ia mengetahui hal-hal apa yang baik dan paling berfaedah bagi manusia. Tugas kita adalah menuntut untuk mengetahui kehendak-Nya dan bagaimana mempraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.

Dalam Roma 12:1-2, tercantum beberapa hal yang berkaitan dengan kehendak Tuhan:

  1. Untuk mengetahui kehendak Tuhan, kita wajib mempersembahkan diri (personalitas total) sebagai korban yang hidup (12:1a). Seorang yang belum beriman atau tidak mempunyai pengabdian kepada Tuhan tentu tidak perlu mencari kehendak Tuhan.

  2. Untuk mengetahui kehendak Tuhan, kita tidak diperbolehkan menjadi serupa dengan dunia ini (12:2a), melainkan harus mempunyai sikap hidup yang kudus dan berkenan kepada Allah (12:1b).

  3. Dengan demikian kita dapat membedakan mana kehendak Allah. Kehendak Tuhan mempunyai 3 karakteristik (12:2)

    1. baik
    2. berkenan kepada Allah
    3. sempurna

Penerapan data Alkitab dalam etika Kristen

Firman Tuhan sering menuntut kita berbuat sesuatu. Tetapi kita harus mengetahui bahwa adakalanya penuturan-penuturan tersebut tidak bermaksud dilaksanakan secara harafiah.

Misalnya dalam Matius 5:39, Tuhan menasihati murid-muridNya: Siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu". Hal ini tak dapat kita lakukan secara harafiah, sebab Tuhan Yesus sendiri tidak melakukan seperti apa yang Ia katakan. Hal ini kita temukan di dalam Yohanes 18:22-23.

Contoh lain terdapat di Matius 6:6. Tuhan Yesus mengatakan: "Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi". Tetapi di dalam Yohanes 11:41 ternyata Tuhan sendiri berdoa di tempat umum dan di depan orang-orang yang mengelilingi-Nya.

Juga di dalam Lukas 15:26, Tuhan mengatakan bahwa seseorang yang ingin menjadi murid-Nya harus membenci bapa, ibu dan istrinya. Dengan jelas perkataan ini bersifat hiperbola, untuk menyatakan sebagai murid Tuhan, seseorang harus mengasihi Tuhan melebihi segala sesuatu.

Bagaimana kita membedakan perintah-perintah yang bersifat hiperbola atau harafiah? Hal ini ditentukan oleh pengenalan kita terhadap Firman Tuhan. Pahamilah Alkitab secara saksama.

Perbedaan antara perintah dan prinsip

Alkitab mempunyai prinsip yang mutlak dan tidak berubah. Tetapi tatkala prinsip- prinsip tersebut diterapkan dalam keadaan yang berbeda, akan menghasilkan perintah-perintah yang berbeda.

Misalnya dalam Kis 15:19-22, orang Kristen dilarang makan makanan yang pernah dipersembahkan kepada berhala, tetapi dalam 1Korintus 8:1-13 dan 1Korintus 10:25-30, hal tersebut diperbolehkan dan disertai dengan syarat-syarat tertentu. Walaupun dalam ayat-ayat tersebut terdapat perintah-perintah yang berbeda, namun mempunyai prinsip yang sama, yaitu "segala sesuatu diperbolehkan ... tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seseorang mencari keuntungan sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain" (1Korintus 10:23-24).

Hal ini dapat kami jelaskan sebagai berikut: Di dalam Kisah Para Rasul 15, perintah itu diberikan kepada orang-orang Kristen di Antiokhia, Siria dan Kilikia, di mana 40-50% penduduk setempat berlatar belakang Yahudi, dan masih banyak dipengaruhi oleh hukum Musa (15:21). Walaupun berhala itu tidak berarti, tetapi makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala dan melanggar kebiasaan orang-orang Kristen yang bersangkutan. Tetapi keadaan di kota Korintus sangat berbeda, di mana pengaruh orang Yahudi sangat kecil. Maka di dalam I Korintus Paulus mengatakan bahwa asal mereka tidak membingungkan atau menjatuhkan orang lain, mereka tidak dilarang untuk makan makanan tersebut.

Menghadapi dua perintah yang kontradiktif

Kalau kita menghadapi dua perintah yang kontradiktif, kita hendaknya memilih melakukan perintah yang "lebih besar" atau "lebih penting". Misalnya di dalam 1Petrus 2:13, kita diperintahkan untuk tunduk kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja maupun kepada wali-walinya. Tetapi kalau hukum pemerintah setempat bertentangan dengan perintah Tuhan, maka kita akan memilih untuk menaati perintah Tuhan dan melanggar hukum pemerintah setempat. Hal ini dilakukan oleh Petrus sendiri tatkala ia diadili oleh Mahkamah Agama (Kis 4:19).

Contoh lain: Bolehkah orang Kristen berdusta? Jawabnya adalah jelas: Tidak boleh! Tetapi mengapa bidan-bidan yang bernama Sifra dan Pua diperbolehkan berdusta kepada raja Mesir dalam hal menyelamatkan bayi-bayi lelaki orang Israel? Bahkan karena hal ini bidan-bidan tersebut diberkati oleh Tuhan (Kel 1:15-21).

Penjelasannya adalah sebagai berikut: Berdusta itu adalah dosa, tetapi membunuh bayi-bayi itu merupakan dosa yang lebih besar. Kalau kita terjepit di antaranya, kita harus pilih salah satu di antara kedua hal itu. Pasti kita akan memilih "berdusta kepada Firaun" daripada "membunuh bayi-bayi yang tidak bersalah". Dengan "pendustaan" tersebut, maka Sifra dan Pua tetap sebagai bidan-bidan di tanah Mesir untuk menyelamatkan bayi-bayi Israel.

Prinsip yang sama berlaku dalam kasus Rahab yang diperbolehkan "berdusta" dalam hal menyembunyikan pengintai-pengintai. Bahkan di dalam Ibrani 11:12 Rahab dipuji sebagai tokoh iman karena "ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik".

Memang Tuhan berkehendak agar kita melakukan kehendakNya secara keseluruhan, yaitu 100%. Tetapi di dalam dunia yang penuh dengan dosa dan kejahatan ini, walaupun ada kalanya kita tidak dapat 100% melakukan kehendak Tuhan, janganlah kita "give up". Lakukanlah 99% dari kehendak-Nya. Kita harus berusaha menerapkan kehendak Tuhan secara maksimal dalam kehidupan kita masing-masing. Ini adalah prinsip-prinsip yang penting dalam etika Kristen.