Perspektif Psikologis: Infidelitas

Frank Pittman dalam artikelnya, Beyond betrayal: Life after Infidelity (Psychology Today, May/June 1993) membagi infidelitas (ketidaksetiaan atau penyelewengan dalam pernikahan) dalam empat kategori. Kebanyakan penyelewengan awal merupakan Penyelewengan Kecelakaan. Misalnya seorang pemuda diajak pergi ke luar kota oleh bosnya dan bos itu kemudian memesan dua wanita. Satu untuk bosnya dan satu untuk dirinya. Akhirnya ia pun terlibat dalam penyelewengan. Yang menjadi penyebabnya di sini dan pada banyak kasus Penyelewengan Kecelakaan adalah rasa sungkan yang salah kaprah. Ia seharusnya menolak tawaran bosnya tapi merasa sungkan "melukai" atau "mempermalukan" wanita tersebut: Akibatnya ia memutuskan mengikuti arus dan bersikap "sopan" yaitu tidur dengan wanita tersebut. Meskipun semua pria dan wanita dapat jatuh dalam "kecelakaan" ini, yang paling rawan adalah mereka yang (a) suka minum-minum, (b) sering bepergian ke luar kota, (c) jarang menerima tawaran kencan, (d) ikatan pernikahannya tidak kuat, (e) teman-temannya suka main perempuan, dan (f) takut menghadapi tantangan.

Kategori kedua adalah Penyelewengan Romantik di mana orang yang terlibat merasa "jatuh cinta" pada seorang yang, biasanya, (a) jauh lebih muda atau lebih tua, (b) bergantung atau dominan, dan (c) mempunyai masalah hidup jauh lebih besar dari pada masalah hidup orang itu sendiri. Orang yang rawan "jatuh cinta" pada tipe orang seperti yang dipaparkan ini biasanya adalah ia yang sedang menghadapi krisis dalam hidup sehingga rasanya tidak sanggup hidup terus, atau yang menghadapi perubahan drastis dalam hidup.

Penyelewengan Romantik biasanya berfungsi sebagai obat bius yang dapat mengangkat seseorang dari depresi yang dalam, walaupun hanya untuk sementara. Di selang waktu antara ekstasi, orang itu akan merasa lebih depres, lebih sendiri, lebih terasing, dan lebih kecanduan pada hubungan infidelitas ini.

Kategori ketiga adalah Aransemen Pernikahan di mana yang terlibat biasanya adalah mereka yang berada dalam pernikahan yang buruk dan memilih untuk menjalin hubungan dengan orang ketiga dengan tujuan supaya mereka dapat menghindari kepahitan hidup mereka. Dengan "aransemen" ini mereka tidak usah menyelesaikan problem dalam pernikahan mereka dan secara jarak jauh tetap dapat "memelihara" pernikahan mereka. Dari kasus ini kita melihat penyelewengan dapat menghancurkan pernikahan yang baik tetapi dapat pula "menolong" menstabilkan pernikahan yang buruk.

Kategori keempat ialah Pria Jantan, di mana pada umumnya pria-pria yang terlibat ini memiliki konsep kejantanan yang kaku serta mengagungkan kejantanan mereka. Mereka terlibat dari satu penyelewengan ke penyelewengan lain karena mereka membutuhkan wanita untuk memantapkan rasa kejantanan mereka. Mereka melihat wanita melalui kaca mata konflik: di satu pihak mereka melihat wanita sebagai makhluk yang lebih rendah dari pada mereka tetapi sebaliknya mereka pun merasa wanita terlalu kuat bagi mereka. Akibatnya mereka merasa berkepentingan untuk menundukkan wanita melalui petualangan seks supaya mereka tetap merasa superior terhadap wanita.

Saya menghargai pengamatan Dr. Pittman ini yang berlandaskan pengalaman pribadinya menolong mereka yang terlibat dalam infidelitas. Kesimpulan akhirnya adalah, jangan lakukan karena harga yang harus dibayar sangatlah besar. Firman Tuhan sudah memberi banyak peringatan kepada kita supaya kita jangan berzinah (Kel. 20:14), jangan mengingini istri orang lain (Kel. 20:17), serta jangan mencabulkan tubuh kita yang merupakan anggota Kristus (1Kor. 6:12-20). Kita dapat menyembunyikan dosa kita sekarang, tetapi sampai kapan? Ingatlah seruan pemazmur, "Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu." (Mzm. 90:8).

Sumber
Halaman: 
2 -- 3
Judul Artikel: 
Parakaleo, Januari - Maret 1994, Vol. I, No. 1
Penerbit: 
Departemen Konseling STTRII
Kota: 
Jakarta
Tahun: 
1994