Kemarahan

Marah merupakan luapan emosi yang dialami manusia. Ada yang mengungkapkannya seperti sebuah peluru yang mencari sasaran, kemarahannya mengakibatkan perasaan terluka, hubungan renggang, dan membutuhkan waktu yang panjang untuk memulihkan lukanya. Ada juga yang mengungkapkannya seperti ular, merayap tanpa suara, dan tidak terlihat di antara semak-semak. Kemarahan menyelinap secara diam-diam, namun suatu saat akan meledak dan mengakibatkan hasil yang cukup mengerikan. Kemarahan muncul secara perlahan-lahan. Awalnya muncul sedikit, seperti perasaan tidak enak. Lama-kelamaan, ada perubahan dalam tubuh, perasaan tertekan, denyut nadi meningkat, dan adrenalin melonjak. Selanjutnya, kemarahan bisa meledak dan menyerang diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya.

Rasa marah sendiri adalah hal yang wajar kita alami. Di satu sisi, kemarahan mengakibatkan penderitaan. Di sisi yang lain, kemarahan mengakibatkan kebaikan. Tergantung bagaimana kita mengelolanya. Kemarahan pada dasarnya memiliki daya penggerak. Kemarahan dapat mendorong kita untuk membenci, menyakiti, merusak, menghancurkan, merendahkan, menolak, memaki, mencemarkan, mengutuk, mengacaukan, dan melumpuhkan. Ketika kita marah, kita bisa bersikap kejam, menertawakan, menghina, mempermalukan, mengritik, menghardik, menimbulkan pertengkaran, menyinggung orang lain, atau bahkan membunuh. Dampaknya, hubungan kita dengan orang lain akan rusak. Inilah yang disebut kemarahan yang tidak terkendali dan bersifat negatif.

Salah satu akibat kemarahan yang merusak bisa kita temukan dalam Kejadian 4:5-6, yang menceritakan kisah Kain yang iri dan marah kepada Habil, dan berakhir dengan pembunuhan Habil. Kemarahan yang tidak terkontrol berakibat buruk bagi orang yang mengalaminya maupun orang-orang yang menjadi korban kemarahannya. Orang yang memiliki kebiasaan suka/mudah marah pun akan segera dijauhi orang lain (Amsal 22:24-25). Kemarahan yang tidak terkontrol membangun tembok penghalang. Kemarahan yang tidak terkontrol tidak mengatasi masalah, tetapi malah memperkeruh masalah.

Tiap-tiap orang memiliki alasan untuk marah. Kemarahan sebenarnya merupakan respons sehat yang berpotensi, dan kerap terjadi karena ketidakadilan. Apabila kemarahan kita dipusatkan pada kejengkelan yang benar, hal itu dapat membantu kita untuk mengenali ketidakadilan. Lalu, kita dapat menjangkau orang-orang yang tertekan dan yang diperlakukan sewenang-wenang, untuk membangun, untuk meluruskan masalah, dan menegakkan kebenaran dengan tidak mementingkan diri sendiri. Demikianlah yang terjadi jika kemarahan yang muncul kita digunakan secara positif dan kreatif.

Kemarahan dan Alkitab

Firman Tuhan banyak berbicara tentang kemarahan, dan memakai sejumlah kata untuk mendefinisikan berbagai tipe kemarahan. Dalam Perjanjian Lama (PL) kata marah berasal dari kata nostril/nose. Sinonim kata marah dalam PL meliputi amukan dan kegeraman yang meluap (Ester 1:12), serta kemarahan (Yeremia 15:17). Adapun ekspresi marah bisa terlihat melalui kata-kata, pembalasan dendam, kutukan, teriakan, omelan, dan kertakan gigi. Sementara dalam Perjanjian Baru (PB), salah satu kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan kemarahan adalah thumas. Kata ini menjelaskan kemarahan sebagai keributan yang bergejolak atau gejolak perasaan yang menindih. Tipe kemarahan ini berkobar dalam ledakan yang tiba-tiba (Efesus 4:31 dan Galatia 5:20). Kemarahan semacam ini harus dikontrol. Jenis kemarahan lain yang disebutkan di dalam PB adalah parogismos. Ini merupakan kemarahan yang dirangsang. Jenis kemarahan ini ditandai dengan iritasi, kejengkelan, dan sakit hati. Sementara kata yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan kemarahan dalam PB adalah orge. Orge berarti sikap yang lebih mantap dan tahan lama, lambat dalam menyerang dan lebih lama bertahan. Orang yang mengalami orge, cenderung suka balas dendam.

Kemarahan yang Benar

Ada tiga karakteristik kemarahan yang benar. Pertama, harus terkendali. Meskipun penyebabnya beralasan dan terarah pada ketidakadilan, kemarahan tak terkendali dapat menyebabkan kesalahan dalam penilaian dan menambah kesulitan. Pikiran harus mengendalikan emosi-emosi, sehingga kemampuan untuk berpikir dengan jernih tidak hilang (bandingkan Efesus 4:26, Amsal 14:29, dan Amsal 16:32). Kedua, harus tidak ada rasa benci, dendam, atau sakit hati. Kemarahan yang muncul sebagai serangan balasan hanya akan mempersulit situasi. Ketiga, tidak didasarkan pada sikap egois. Bila dimotivasi oleh sikap egois, kesombongan dan sakit hati biasanya juga terlibat. Kemarahan harus diarahkan pada perbuatan tidak benar/adil yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, bukan pada pelakunya.

Kemarahan muncul bukan untuk ditolak namun dikendalikan. Jenis-jenis kemarahan yang tidak sehat harus dibuang. Sementara kemarahan yang positif harus digunakan untuk saling membangun. Ingat, marah adalah karunia Tuhan. Karunia ini seharusnya digunakan dengan benar dan tepat sehingga tidak mendukakan Sang Pemberinya.

Diringkas dari:

Judul asli buku : Winning Over Your Emotions
Judul buku terjemahan : Hidup Ini Indah
Judul bab : Masalah dengan Kemarahan
Penulis : H. Norman Wright
Penerjemah : Tessa A. W.
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 2000
Halaman : 67 -- 83