Sebuah Firman bagi Para Istri & Ibu

Sinar matahari yang merebak di waktu subuh mulai menerangi meja makan selagi anak-anak menuang sereal mereka dan mengoleskan mentega pada roti bakar mereka. Di lantai atas, Ibu sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam tas kantornya dan bergegas turun ke dapur. "Ayo cepat, anak-anak. Ibu ada rapat penting pukul 8. Ibu hanya punya sedikit waktu untuk mengantar Sara dan Christopher ke sekolah, mengantar Bethany ke tempat penitipan anak, dan langsung ke kantor. Ayah akan pulang untuk menyiapkan makan malam sekitar pukul 5, jadi kalian harus membantu Ayah. Ibu akan main tenis sampai pukul 18.30."

"Bu, bolehkah saya meminjam mobil BMW Ibu untuk pergi ke mal nanti malam?" pinta Sara yang berusia 16 tahun.

"Ibu tidak bisa memutuskan sekarang. Ibu tidak mau ada orang yang menabrakkan mobil Ibu di tempat parkir. Kita akan bicarakan hal itu nanti setelah lbu pulang. Dan Sara, tolong tuliskan catatan untuk pembantu rumah. Suruhlah ia untuk mencarikan Alkitab Bethany. Ibu tak punya waktu untuk mencarikannya."

Dunia kita saat ini menggambarkan ibu modern sebagai seorang wanita yang serba sibuk, bekerja keras, dan penuh tuntutan. Inikah jalan hidup yang alkitabiah bagi wanita Kristen masa kini? Apa yang diharapkan dari seorang ibu yang takut akan Tuhan; apakah ia harus bergulat dengan tugas ganda, yakni tugas-tugas kantor dan tugas rumah tangganya, atau tidak?

Mari kita mulai dari awal, di Taman Eden. Adam telah diberi tugas. Ia memiliki sebuah taman yang subur dan luas untuk dipelihara dan sejumlah besar binatang untuk diberi nama. Tak peduli betapa sibuknya Adam, ia tetap menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang -- ada sesuatu yang tidak lengkap, tidak terpenuhi, dan terasa hampa. Pada saat itulah Allah bertindak untuk mengatasi dilemanya. Dia menciptakan Hawa.

Hawa melengkapi kebutuhan Adam dengan sempurna. Ia memiliki segala sifat yang dibutuhkan untuk melengkapi kebutuhan fisik, emosi, intelektual, dan sosial Adam. Hubungan saling melengkapi yang berawal dari suatu kekosongan yang dirasakan pria dan kemampuan wanita dalam mengisi kekosongan itu menjadi dasar dari suatu pernikahan (1 Korintus 11:9).

Dengan latar belakang ini dalam pikiran kita, marilah kita menilik kembali Efesus 5, perikop yang banyak memberikan pengajaran kepada kita tentang peranan suami di rumah. Namun berikut ini, sisi yang akan disorot adalah peranan seorang istri.

Dalam ayat-ayat ini Paulus mengemukakan beberapa tindakan mendasar yang patut dilakukan seorang istri:

  • Ia tunduk kepada Tuhan.
  • Ia tunduk kepada suaminya.
  • Ia menghormati suaminya.

Pengajaran ini tak akan dapat dipahami dengan benar jika dipisahkan dari bagian Kitab Suci yang lain. Misalnya, firman Allah mengajarkan bahwa semua orang Kristen, baik pria maupun wanita, setara secara rohani di hadapan Allah. Di samping itu, Kitab Suci memperlakukan wanita sebagai manusia yang bermartabat tinggi. Kitab Suci tidak menganggap wanita sebagai warga negara kelas dua. Fakta ini, bersamaan dengan hal-hal yang telah kita ketahui tentang penciptaan Hawa sebagai pelengkap Adam, akan membantu kita untuk memahami pesan Paulus kepada para istri.

  1. Ia tunduk kepada Allah (Efesus 5:22).
  2. Tunduk bukanlah hal yang mudah. Secara alami kita ingin berkuasa dan menentukan tujuan hidup sendiri. Namun, salah satu rahasia dari kehidupan kristiani yang berhasil adalah dengan mengizinkan Allah menjadi Tuhan dalam kehidupan kita. Bila hal itu dilakukan, yakni bila istri rela menyerahkan kendali ini kepada-Nya, maka ia akan merasa mudah untuk tunduk kepada suaminya "sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (bandingkan dengan Kolose 3:18)

  3. Ia tunduk kepada suaminya (Efesus 5:22).
  4. Di sini Paulus tidak sedang berbicara mengenai merendahkan martabat. Harga diri seorang wanita tidak berkurang hanya karena ia memutuskan untuk tunduk. Yesus sendiri, misalnya, tunduk pada pimpinan dan bimbingan Allah selagi Dia hidup di bumi ini, tetapi tindakan-Nya itu tidak menjadikan Dia kurang ilahi. Bahkan, Yesus datang ke bumi ini sebagai seorang hamba. Namun, martabat-Nya tidak lebih rendah dari pada manusia.

    Seorang istri yang tunduk kepada suaminya juga bukan berarti mencampakkan kecerdasan, keterampilan, intuisi, atau pengertiannya sendiri. Ia semata-mata hanya ingin mengakui bahwa Bapa tahu yang terbaik tentang peranan dari setiap anggota keluarga (1 Korintus 11:3). Seorang suami atau istri yang tidak menjalankan fungsinya dengan cara yang diminta Allah hanya akan mendapatkan kesulitan dalam kehidupan rumah tangganya.

  5. Ia menghormati suaminya (Efesus 5:33).
  6. Nasihat penutup bagi para istri ini bukanlah suatu pilihan. Seorang istri harus menghormati dan menghargai suaminya sekalipun ia tidak layak menerimanya. Sebenarnya dalam 1 Petrus 3:1-6, Petrus menekankan agar para istri menghargai dan tunduk kepada suami mereka yang "tidak taat kepada Firman" (1 Petrus 3:1). Hal ini kedengarannya tidak masuk akal, tetapi Petrus menambahkan bahwa suami-suami yang demikian bisa "dimenangkan oleh kelakuan istrinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2)

    Bacaan Alkitab lainnya yang menjelaskan tentang peranan wanita dalam keluarga dapat ditemukan dalam kitab Titus. Di sini para wanita tua dalam jemaat diminta untuk mendidik para wanita yang lebih muda untuk melaksanakan kewajiban mereka. Sekalipun ayat-ayat ini ditujukan kepada para wanita yang lebih tua, namun para wanita yang lebih muda juga dapat memetik pelajaran daripadanya. Paulus mengemukakan dua prinsip bimbingan untuk para ibu sebagai berikut: ia harus mengasihi keluarganya dan memberi teladan tentang menguasai diri dan menjaga kekudusan.

  7. Ia mengasihi keluarganya dengan sepenuh hati (Titus 2:4).
  8. Seorang ibu harus mengutamakan keluarganya. Dalam masyarakat kita, bila seorang ibu dibebani dengan tekanan ekonomi yang berat sementara ada kesempatan yang terbuka untuk berkarier, maka dengan mudah ia dapat mengabaikan keluarganya. Namun, jika ia mau menyisihkan waktu dan menyimpan sebagian energinya, maka ia akan dapat memberi perhatian yang cukup bagi setiap anggota keluarganya. Salah satu karakteristik dari keluarga yang berhasil adalah daya tarik cinta kasih dari seorang ibu. Kasih ini tak dapat digantikan oleh apa pun.

  9. Dalam mengurus rumah tangganya, ia akan menunjukkan teladan tentang penguasaan diri, kebaikan, dan kekudusan dalam pikiran serta hati (Titus 2:5). Hal ini tidaklah semudah yang kita bayangkan.
  10. Penguasaan diri: misalnya, saat anak-anak menumpahkan cokelat panas di atas karpet ruang tamu. Ketika mereka tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah. Sewaktu mereka terus-menerus bertengkar. Saat mereka bersikeras tidak mau ke gereja dengan berbagai alasan. Ketika mereka menolak untuk makan hidangan yang Anda siapkan.

    Kebaikan: misalnya, ketika tak seorang pun mengucapkan terima kasih kepada Anda. Tatkala anak-anak Anda tak henti-hentinya mengotori rumah yang telah Anda rapikan berkali-kali. Waktu seorang tetangga menuduh anak Anda berbohong.

    Kekudusan pikiran dan hati: misalnya, ketika tak seorang pun di rumah dan acara sinetron di televisi merangsang gairah seks Anda. Saat seorang rekan kerja menunjukkan perhatian khusus kepada Anda. Tatkala majalah yang Anda baca di ruang tunggu dokter mengangkat topik tentang seks bebas.

    Penguasaan diri, kebaikan, dan kekudusan akan diperoleh bila kita memelihara persekutuan dengan Allah melalui aktivitas-aktivitas seperti doa, pembacaan Alkitab, dan menerima pengajaran Alkitab yang benar.

Prinsip-prinsip dari Kitab Amsal bagi Para Istri dan Ibu

Seorang istri dan ibu yang saleh dan cakap:

- lebih berharga dari pada permata (Amsal 31:10)
- dipercaya oleh suaminya (Amsal 31:11)
- berbuat baik kepada suaminya (Amsal 31:12)
- bekerja dengan giat dan penuh semangat (Amsal 31:14,17)
- melayani anak-anaknya dan seisi rumahnya (Amsal 31:15)
- bijaksana dalam mengatur keuangan (Amsal 31:16,18,24)
- suka memberi bantuan kepada yang membutuhkan (Amsal 31:20)
- selalu mempersiapkan segala kebutuhan keluarganya (Amsal 31:21)
- percaya diri dan bermartabat (Amsal 31:25)
- bijaksana dan merupakan seorang pengajar yang baik (Amsal 31:26)
- rajin mengawasi segala kegiatan dalam rumah tangganya (Amsal 31:27)
- dihargai oleh keluarganya (Amsal 31:28)
- takut akan Tuhan (Amsal 31:30)

Diambil dari:

Judul asli buku : How Can the Family Survive?
Judul buku terjemahan : Bagaimana Mempertahankan Kehidupan Berkeluarga?
Penulis : Dave Branon
Penerbit : Yayasan Gloria, Yogyakarta 1992
Halaman : 10 -- 15