Dicari: Suami yang Setia

Edisi C3I: e-Konsel 112 - Kesetiaan dalam Pernikahan

Sebut saja namanya Lina. Wajahnya tegang dan suaranya menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan. Usianya 40 tahun dan ia hidup bersama dengan dua putranya, usia 12 dan 14 tahun. Sudah 4 tahun terakhir ini, Lina berpisah dengan suaminya yang memutuskan untuk hidup dengan seorang wanita lain dan jarang sekali menjenguk Lina serta anak-anaknya. Sekarang ia harus bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Ia mengeluh betapa sepi hidupnya sekarang dan betapa ia membutuhkan seorang rekan yang dapat membantu dia mengasuh anak-anaknya yang sudah remaja ini. Makin hari ia merasa makin lemah, seakan-akan semua energinya sudah terkuras habis. Ia pernah berpikir -- hanya berpikir -- untuk mengakhiri hidupnya, tetapi ia merasa kasihan kepada putra-putranya yang masih membutuhkannya. Mungkin ia akan berpikir lain saat mereka sudah akil baligh nanti. Mungkin ia akan melakukannya jika pertolongan tidak kunjung datang. Mungkin!

Kesetiaan

Meskipun Lina hanyalah suatu kasus imajiner dalam benak saya, tetapi cerita hidup seperti itu tidak jarang terjadi. Ada suami yang meninggalkan istrinya karena "sudah jenuh". Ada yang pergi untuk "mencari kebebasan". Ada juga yang beralasan, "sudah tidak cocok, buat apa berpura-pura lagi". Malah ada yang lebih berani lagi. Dalam suatu ceramah keluarga, seseorang pernah menanyakan, apa yang harus ia perbuat dalam menghadapi suami yang sering berhubungan dengan wanita lain dan berkata kepadanya, "Hidup hanya sekali, dan saya ingin bersenang-senang!"

Acap kali wanita menjadi korban pernikahan karena lebih banyak pria yang meninggalkan pernikahan dari pada sebaliknya. Adakah yang dapat dilakukan kaum wanita untuk melindungi pernikahannya dari perpisahan seperti ini? Jawabannya tidak sesederhana pertanyaannya, bahkan kompleks. Namun demikian, ada beberapa tindakan yang dapat wanita lakukan meskipun itu tidak selalu menjamin rumah tangga akan selalu utuh.

Bagi yang belum menikah, pilihlah suami yang mencintai Tuhan Yesus dan memberi tempat terutama bagi Kristus dalam hidupnya. Saya menyadari ada anak-anak Tuhan yang tetap menyeleweng setelah menikah, namun umumnya ia akan lebih takut akan Tuhan karena telah menempatkan Dia sebagai pusat hidupnya.

Bagi yang sudah menikah, dorong dan kuatkanlah suami Anda di dalam Tuhan. Suami seyogianya menjadi pemimpin rohani keluarga dan mengambil inisiatif membina kerohanian keluarganya. Tetapi kenyataan memerlihatkan bahwa tidak semua anak Tuhan yang menjadi suami menjalankan apa yang Tuhan kehendaki. Dalam keadaan seperti ini wanita jangan terus bergantung pada kepemimpinan rohani suami; ia sekarang harus mengambil inisiatif untuk membina kehidupan rohani keluarganya.

Misalnya, seminggu sekali ia dapat mengajak keluarganya untuk beribadah bersama di gereja dan juga di rumah. Setiap malam ia dapat berdoa bersama dengan anak-anak serta suaminya. Sebelum berdoa dengan suaminya, ia dapat membacakan beberapa ayat Alkitab sebagai bahan renungan. Dalam doanya ia menyebut semua nama anggota keluarganya termasuk suaminya, memohon kepada Tuhan untuk selalu melindungi dan memimpin mereka.

Saya percaya suasana rohani seperti ini akan memberi napas rohani ke dalam keluarga dan lebih dari itu, Tuhan pun akan terus bekerja dalam hati suami melalui Firman dan doa yang ia dengar setiap hari melalui mulut istrinya. Firman Allah yang hidup dan doa yang ia dengar akan terus menggaung dalam hati suami sepanjang hari, sebagai penunjuk jalan dan penguasa hidupnya. Seorang istri harus dapat mengambil inisiatif membina kerohanian keluarga tatkala ia melihat suami sudah mulai jauh dari Tuhan atau memang tidak pernah dekat dengan Tuhan.

Suami membutuhkan dorongan dan doa istrinya karena pria memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Sering kali pria harus menghadapi berbagai tekanan dalam pekerjaannya dan ia membutuhkan kelegaan atau pelepasan setelah hidup dalam ketegangan. Sesungguhnya ini suatu siklus yang wajar sebab kita tidak dapat selalu berada dalam keadaan penuh tekanan. Setelah mencurahkan tenaga dan pikiran secara penuh, kita memerlukan celah-celah waktu santai untuk menyegarkan jiwa dan raga. Di mana dan bagaimana kita mencari penyegaran ini menjadi sangat penting karena tanpa pimpinan dan firman Tuhan, kita dapat terperosok ke tempat dan cara yang penuh jebakan dosa.

Dibandingkan dengan wanita, pria pada umumnya lebih lemah dalam hal- hal seperti ini. Pria yang secara natur alami lebih bersifat fisik biasanya membutuhkan penyegaran yang bersifat fisik pula. Wanita cenderung merindukan kelegaan yang melibatkan sentuhan kasih dan pengertian. Akibatnya, suami lebih rawan merangkul godaan fisik yang dapat memberi "penyegaran sementara" kepadanya, misalnya hubungan seksual.

Saya minta maaf jika saya memberi beban tambahan kepada istri yang sebenarnya sudah banyak menanggung beban keluarga. Bukan maksud saya memanjakan suami dan melemparkan semua tanggung jawab kepada istri. Saya hanya ingin menawarkan satu cara pencegahan yang dapat dilakukan seorang istri.

Pilihlah suami yang mencintai Tuhan Yesus.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Sudah tentu suami tetap harus berperan serta dalam membina keutuhan keluarga dan sayapun menyadari banyak suami yang telah menunaikan tanggung jawab dan menjaga kesetiaan mereka. Namun, saya tidak membicarakan keluarga yang sehat yang tidak terganggu oleh masalah rumah tangga. Saya sedang berfokus pada rumah tangga yang goyah dan istri yang merasa frustrasi serta putus asa karena suami yang seharusnya terlibat dalam pembinaan rumah tangga, sekarang bersikap masa bodoh terhadap kebutuhan keluarganya. Saya ingin mengatakan kepada para istri, bahwa membawa keluarga kepada kepada Kristus melalui doa dan perenungan firman Tuhan adalah langkah pencegahan yang efektif. Kita semua dapat mulai dari sini karena Tuhan kita, Yesus Kristus, telah membuka pintu lebar-lebar bagi kita untuk masuk ke dalam kehadirat-Nya.

Sumber diambil dan diedit dari:
Judul buletin : Parakaleo, Edisi Jan-Mar 1994/Vol. 1/No. 1
Penulis : Dr. Paul Soetopo
Penerbit : Departemen Konseling STTRI, Jakarta
Halaman : 1 - 2