Kebenaran Tunggal untuk Orang Kristen Lajang

Berstatus lajang di lingkungan Kristen yang injili adalah adalah untuk menjadi berbeda.

Bagi sebagian besar dari kita, menjadi lajang bukanlah sesuatu yang kita rencanakan, sehingga kita berlalu dengan pertanyaan yang mengganggu: Apa sesungguhnya yang Allah lakukan dengan kehidupan kita? Mengapa Ia tidak memberikan apa yang kita inginkan? Apakah Ia benar-benar mengasihi kita? Mengapa Ia justru memberikan berkat kepada kebanyakan teman-teman kita dengan hal-hal yang kita inginkan? Mengapa Ia meninggalkan kita?

Saya bertanya kepada orang-orang lajang di banyak negara tentang perjuangan emosional yang mereka hadapi. Mereka kesepian. Terkadang mereka iri. Mereka merasa ditinggalkan. Mereka tidak senang, dan tampaknya mustahil bahwa mereka dapat menjadi seperti itu. Mereka memiliki hari-hari yang menyenangkan - mereka melakukan perjalanan misi dan terlibat dalam gereja mereka dan melakukan pemahaman Alkitab dan membeli rumah dan mengadakan pesta barbecue. Namun, emosi sulit ini mengintai di sela-sela kehidupan mereka, dan kadang-kadang mengambil alih - seperti di saat ketika mereka menerima lima undangan pernikahan di suatu waktu di musim panas.

Beberapa orang lajang menerimanya dengan lebih sulit dibandingkan orang lain. Beberapa dari antara kami mengalami kekacauan emosional. Dan, kami berpikir tidak mungkin untuk merasa berbeda dengan menjadi lajang, untuk menghilangkan depresi, kesepian, kerinduan.

Sebagai seorang lajang, saya ingin mengetahui mengapa Allah menempatkan saya dalam situasi ini. Jadi, saya melakukan sebuah perjalanan mencari kebenaran tentang menjadi lajang. Berikut apa yang saya pelajari.

1. Anda mungkin tidak menikah.

"Kehidupan seperti apakah yang Anda inginkan jika Anda tidak pernah menikah?" Teman saya K.C. menantang saya dengan pertanyaan ini ketika saya berjuang untuk menemukan kepuasan menjadi seorang lajang.

Kebenarannya adalah, Allah tidak menjanjikan setiap kita sebuah pernikahan. Dari waktu ke waktu, kita berkata, "Allah memiliki seseorang yang sempurna untukmu!" ketika Allah sebenarnya tidak pernah menjanjikannya. Allah berjanji untuk memberikan apa yang kita butuhkan; Ia tidak menjanjikan kita seorang suami atau seorang istri.

Mungkin membutuhkan beberapa waktu untuk memproses kebenaran ini, untuk membiarkannya tenggelam dan untuk berduka akan hilangnya sebuah mimpi yang menjanjikan. Namun, nilai dari menerima kenyataan pahit ini adalah bahwa hal tersebut memungkinkan Anda untuk mulai memikirkan tujuan baru untuk hidup Anda dan untuk menghidupi sepenuhnya kehidupan yang diberikan kepada Anda hari ini.

2. Anda sangat dicintai.

Saya sudah sering menanyakan kasih Allah kepada saya di tengah-tengah kelajangan saya. Jika Allah mengasihi saya, mengapa Ia tidak memberikan saya seorang suami?

C.S. Lewis mengatakan hal ini di bukunya, "The Problem of Pain". Lewis mengatakan bahwa kita mengartikan cinta dengan salah; kita berbicara tentang Allah yang penuh kasih, tetapi yang sesungguhnya kita inginkan ketika mengatakannya adalah adalah sebuah sifat orang tua yang kuno dari Allah, "yang rencana-Nya bagi alam semesta adalah hanya agar hal ini dikatakan di penghujung hari, 'sebuah waktu yang menyenangkan bagi semua orang.'... Lewis lebih lanjut menjelaskan bahwa kasih Allah lebih kekal dan dahsyat daripada hal tersebut. Jenis kasih dari pencipta tertinggi yang dilimpahkan kepada ciptaan-Nya yang tertinggi, sebuah ciptaan yang ingin Ia bentuk dan dibentuk menjadi serupa dengan Kristus.

Kenyataan bahwa Allah tidak memberikan Anda seorang suami atau istri pada saat ini dalam hidup Anda bukan berarti bahwa Ia tidak mengasihi Anda. Itu berarti Allah, di dalam kasih-Nya, menggunakan kelajangan Anda untuk membentuk Anda menjadi serupa dengan-Nya dan untuk mendekatkan Anda kepada-Nya.

3. Anda dapat menjadi bahagia.

Banyak dari kita percaya bahwa menjadi puas, satu dari dua hal harus terjadi: Kita harus menikah, atau kita harus menyingkirkan segala keinginan untuk menikah. Arti kepuasan bagi kita mengenai kedua hal tersebut adalah salah.

Kepuasan tidak menghilangkan keinginan-keinginan Anda. Anda dapat menjadi bahagia hari ini sebagai seorang lajang dan tetap ingin untuk menikah suatu hari. Kristus dengan rela berjalan menuju salib, tetapi Ia tidak benar-benar ingin melakukannya. Ia ingin melakukan kehendak Bapa, dan keinginan itu dibayangi oleh hal-hal yang lain.

Kepuasan adalah sebuah keputusan, bukan sebuah perasaan. Ini adalah sebuah tekad untuk menjadi puas dengan apa yang Allah berikan kepada Anda hari ini. Karena itu, adalah mungkin untuk menjadi bahagia pada status lajang Anda.

4. Anda berada tepat di posisi yang Allah inginkan.

Salah satu dari perjuangan terbesar yang kita hadapi sebagai seorang Kristen yang lajang adalah apakah kita telah mengacaukan rencana Allah untuk hidup kita. Hal itu terlihat seolah-olah kita tidak cocok dengan pola yang ditentukan untuk kehidupan orang Kristen, jadi mungkin kita telah mengambil langkah yang salah dulu -- pergi ke sekolah yang salah, mengambil pekerjaan yang salah, berbalik kepada seseoang dari sebuah kencan ketika kita harus mengatakan ya.

Alkitab secara jelas tidak menghadirkan peringatan apapun untuk mengkhawatirkan tentang kehilangan kehendak Allah. Kita diminta untuk mengikuti-Nya, akan tetapi kita tidak pernah diminta untuk meresahkan hal tersebut.

Sebaliknya, kita ditunjukkan gambaran dari Allah yang dapat membawa kita dari satu tempat ke tempat lain, jika kita tidak berada di tempat seharusnya kita berada, apakah dengan cara alami (seperti ketika Ia memanggil Maria dan Yusuf untuk kembali ke Betlehem untuk sensus penduduk) atau dengan cara supernatural (seperti yang Ia lakukan pada Filipus dengan secara ajaib membawanya setelah pertemuannya dengan sida-sida Ethiopia).

Jika Anda mengikuti Allah dan menaatinya, Anda tidak perlu khawatir tentang apakah Anda telah kehilangan kehendak-Nya bagi hidup Anda.

5. Anda tidak perlu merasa malu.

Selain merasa kesepian dan kecemburuan, banyak dari antara kita merasa malu karena tidak menikah. Kita merasa kikuk ketika kita berjalan ke gereja sendirian, seolah-olah ada yang salah dengan diri kita karena tidak bersama orang lain.

Albert Hsu secara rinci dalam bukunya "Singles at the Crossroads" (Lajang di Persimpangan - Red.) tentang budaya yang berorientasi pada keluarga di zaman Yesus dan di zaman Perjanjian Baru. Orang-orang Yahudi, bahkan mereka yang menjadi imam, diharapkan untuk menikah. Kaum keluarga membuat dasar dari orang Israel, dan Hsu menyimpulkan bahwa semua orang diharapkan untuk memiliki anak dalam beberapa cara untuk menjamin kelanjutan keluarga.

Yesus memasuki lingkungan yang berpusat pada keluarga ini dan membuat pernyataan tentang nilai dari seseorang yang lajang. "Yesus datang masuk dalam budaya Yahudi dan menghancurkan semua prasangka mereka," Hsu menjelaskan. "Martabat dan kepribadian seseorang datang bukan dari pernikahan dan keturunan tetapi dari identitas kita di dalam Kerajaan Allah."

Orang Kristen mula-mula menunjukkan kelajangannya sebagai hal yang layak, alternatif yang baik, yang mungkin dalam kenyataannya membuat Anda lebih beruntung dalam kehidupan Kristiani Anda -- dan lebih bahagia -- daripada pernikahan dan berkeluarga.

6. Menikah tidaklah lebih baik atau lebih buruk daripada lajang -- itu hanya perbedaan.

Teman saya Jen menikah di awal usianya yang ke-30. Kami telah berteman sejak lama, cukup lama baginya untuk benar-benar jujur mengenai realita kehidupan pernikahan. Jen puas menjadi lajang tetapi menyadari setelah menikah bahwa ia tetap mengharapkan pernikahan untuk membuatnya bahagia jauh di dalam hati. Ia mengaku kepada saya bahwa hal itu tidak berlaku seperti itu. Kehidupan pernikahan memiliki berkat yang luar biasa dan tantangan yang unik, tetapi itu bukanlah hal yang lebih baik daripada menjadi lajang - itu hanya berbeda. Ia telah menukar sebuah paket berkat dengan paket berkat lainnya.

Sejauh mana kita bisa menjadi puas dengan menjadi lajang benar-benar tergantung pada apa yang kita percayai tentang pernikahan. Apakah kita yakin kita kehilangan?

7. Anda dapat mengubah apa yag Anda rasakan tentang menjadi lajang dengan mengubah pandangan Anda mengenai kelajangan.

Umumnya, kebanyakan dari kita percaya bahwa kita tidak dapat mengendalikan perasaan kita. Sebenarnya, adalah mungkin untuk mengubah apa yang Anda rasakan. Pikiran dan perasaan Anda terhubung dengan rumit. Untuk menjadi sehat secara emosional, pikiran Anda harus dipenuhi dengan kebenaran.

Jika Anda berpikir teman Anda yang menikah lebih baik, bahwa Allah melupakan Anda, bahwa Anda kehilangan rencana-Nya atas hidup Anda, Anda akan merasakan kesedihan. Jika, di lain pihak, Anda tahu Anda tepat berada di mana Allah menginginkan Anda, bahwa menjadi lajang bukanlah sebuah aib, dan bahwa pernikahan tidak membawa kepenuhan secara langsung, emosi Anda akan berubah.

Apa yang benar-benar Anda yakini tentang menjadi lajang? Apakah ada kebohongan pada akar emosi negatif Anda? Lacak, basmi, dan gantikan mereka dengan kebenaran Allah. Perasaan Anda akan berubah, dan Anda akan menemukan sebuah dunia yang penuh dengan kemnungkinan dalam kehidupan lajang Anda. (t/Hossiana)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Life Way
Alamat situs atau URL : http://www.lifeway.com/Article/Single-Truths
Judul artikel : Single Truths for Single Christians
Penulis artikel : Lori Smith
Tanggal akses : 25 Juni 2015

 

Unduh Audio