Mengidentifikasi Sumber Kemarahan

Edisi C3I: e-Konsel 374 - Sumber Kemarahan

Ditulis oleh: S. Setyawati

Selain akal budi, emosi adalah pemberian dari Tuhan kepada manusia. Emosi yang dimiliki manusia antara lain sedih, senang, jengkel, marah, dst.. Namun, cara seseorang dan yang lain mungkin saja berbeda dalam mengekspresikan emosinya. Ada yang melampiaskan kemarahan dengan kata-kata kasar, kata-kata kotor, umpatan, makian, tindakan fisik yang negatif, bahkan kekerasan fisik lainnya. Ada juga yang menyembunyikan kemarahannya di dalam hati dan meledakkannya saat ia tidak tahan lagi untuk menahannya.

Persoalannya, apakah kita berdosa apabila kita marah? Bisa iya, bisa tidak. Jika kemarahan kita terus membara dan membuat kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, kita berdosa. Namun, jika kita marah karena terjadi ketidakbenaran, kita tidak berdosa. Istilah ini lazim dikenal dengan kemarahan suci.

Apa yang harus kita lakukan ketika kita jengkel? Firman Tuhan dalam Efesus 4:26 (AYT Draft) menyebutkan, "Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam kalau kemarahanmu belum padam." Kita diperbolehkan marah, tetapi jangan sampai kemarahan kita mendatangkan dosa. Bandingkan dengan Mazmur 37:8 (AYT Draft), "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati, jangan marah, karena hanya akan mendatangkan kejahatan." Manusia bisa dan diperbolehkan marah, tetapi jangan sampai kemarahan mengontrol kita. Kemarahan identik dengan sesuatu yang tidak menyenangkan dan berlawanan dengan apa yang kita harapkan. Meski begitu, kita harus mengendalikan kemarahan kita agar kita tidak mendukakan Tuhan Allah dan menyakiti sesama. Hal-hal yang biasanya memicu kemarahan adalah merasa frustrasi dengan seseorang/sesuatu, merasa direndahkan, merasa ditolak, merasa diancam, sudah tidak bisa menahan ledakan kemarahan, dan masalah-masalah psikis.

Istilah marah (termasuk keluarga katanya) muncul sebanyak 275 kali dalam Alkitab terjemahan King James. Keluarga kata yang dimaksud mencakup kata benci, diasingkan, kepahitan, permusuhan, mengamuk, dst.. Contoh kisah kemarahan di dalam Alkitab yang mengakibatkan tindakan dosa yang mengerikan antara lain, Kain yang membunuh Habel, Musa yang membunuh mandor Mesir, Simson yang membantai ribuan orang Filistin, dan orang-orang Yahudi yang menyalibkan Kristus.

Dalam buku "The Minirth Guide for Christian Counselors", Frank Minirth mengatakan bahwa dalam hal mempelajari emosi marah, psikologi menitikberatkan pada bagaimana kita menjadi marah dan apa yang dapat dilakukan dengan kemarahan, sedangkan teologi menitikberatkan pada natur manusia yang dapat membangkitkan kemarahan. Sumber kemarahan berasal dari natur manusia lama (yaitu berpusat pada ego; lihat Kejadian 4:5-8; Kejadian 27:42-45; Kejadian 49:5-7; 1 Samuel 20:30; 1 Raja-Raja 21:4; 2 Raja-Raja 5:11; Matius 2:16; Lukas 4:28). Akan tetapi, di balik sisi negatif kemarahan, emosi yang merusak, ada juga kemarahan yang benar (Keluaran 11:8; Imamat 10:16-17; Nehemia 5:6-13; Mazmur 97:10; Markus 3:5). Karena itu, jangan sampai berbuat dosa jika kita marah (Efesus 4:26). Sayangnya, dalam kenyataan, kemarahan acap kali menjadi awal dosa atau hasil dari dosa. Oleh karena itu, kita harus memahami bagaimana mengendalikan kemarahan.

Kiranya dengan mengakui dan memahami sumber kemarahan, serta menjalin relasi yang erat dengan Kristus, dapat menolong kita semua untuk mampu meredakan kemarahan dan mencegah kemarahan pada masa yang akan datang. Marilah kita terus tunduk kepada Allah dan mengizinkan Dia yang mengontrol kita, bukan emosi-emosi negatif kita.

Sumber bacaan:

  1. "Anger". Dalam http://goodnewsonline.org/04_biblecollege_im05.htm
  2. Minirth, Frank. 2003. "The Minirth Guide for Christian Counselors". Nashville: Broadman & Holman Publishers.

Published in e-Konsel, 09 Juli 2015, Volume 2015, No. 374