Dalam Alkitab Allah berfirman kepada kita untuk tidak melakukan perceraian. Mengapa Allah berfirman demikian? Bagaimana proses terjadinya perceraian dan apa akibatnya? Berikut ini kami sajikan tanya jawab mengenai perceraian dengan Pdt. Paul Gunadi, Ph.D. sebagai narasumbernya. Selamat menyimak!
T | : | Kita tahu bahwa Tuhan Allah melarang perceraian. Bagaimana proses terjadinya sehingga pasangan bisa memutuskan hubungan pernikahan yang suci dan sakral itu? |
J | : | Sebenarnya penyebabnya bisa dibagi dalam 2 kategori. Yang pertama adalah perceraian yang disebabkan karena kekurangan makanan emosional pada pernikahan. Ibaratnya seperti pohon yang kurang sekali dirawat sehingga akhirnya pohon itu lama-lama kering dan mati. Yang kedua adalah perceraian yang diakibatkan karena adanya hama yang menyerang pernikahan itu, misalnya pertengkaran, atau masuknya orang lain -- yang akhirnya membuat pernikahan itu rontok. |
T | : | Bagaimana sebenarnya tahapan-tahapan terjadinya perceraian? |
J | : | Biasanya dimulai dengan perceraian emosional. Salah satu penyebabnya adalah "kekeringan makanan pupuk" atau kurangnya kebutuhan emosional yang seharusnya diterima oleh seseorang. Ada juga yang akhirnya mengalami kematian cinta yang bukan karena kekurangan pupuk saja tapi karena pertengkaran, hati yang terlalu dilukai oleh pasangannya, terus-menerus dimaki, disalahkan, dsb. Pertengkaran itu juga berpotensi besar membunuh cinta atau relasi dalam pernikahan. Akibat dari semuanya itu adalah padamnya cinta antara keduanya. Setelah perceraian emosional, biasanya terjadi perceraian fisik baik secara langsung atau setelah ada selang waktu yang cukup lama. Perceraian fisik maksudnya adalah tidak lagi tidur bersama lagi. Hal ini bisa berlangsung untuk jangka waktu tertentu dan sebetulnya menimbulkan problem baru karena membuka pintu bagi masuknya orang ketiga. |
T | : | Banyak pasangan yang mencari alasan mengatakan bahwa daripada bertengkar terus dan memberi pengaruh jelek terhadap anak-anak, maka lebih baik berpisah dengan baik-baik. Bagaimana pendapat Bapak? |
J | : | Saya harus mengakui alasan ini memang ada betulnya. Dalam salah satu hasil riset yang pernah saya baca, dalam rumah tangga di mana pertengkaran sudah begitu mengerikan (ada teriakan-teriakan, pemukulan yang mengancam keselamatan jiwa si istri atau si suami), maka si anak akan mengalami tekanan yang sangat besar. Jadi jika kedua orang tua itu berpisah/tidak serumah, otomatis si anak akan lebih menikmati kedamaian, meskipun perceraian itu sendiri nantinya akan membawa dampak kerugian yang lain pada anak. |
T | : | Bagaimana pengaruh perceraian itu terhadap anak-anak? |
J | : | Perceraian berpengaruh negatif terhadap anak-anak. Saya pernah membaca hasil riset longitudinal (riset yang dilakukan sepanjang waktu tertentu dan waktunya lumayan cukup lama) yang menunjukkan bahwa luka-luka yang diderita si anak saat orang tuanya bercerai, ternyata masih dibawa sampai anak itu dewasa. Meskipun perceraian orang tua itu terjadi mungkin lebih dari 10 tahun yang lampau. |
T | : | Apakah ada kebenaran Firman Tuhan yang berbicara tentang perceraian? |
J | : | Saya akan awali dengan perkataan guru saya, dia berkata:
"Saya yakin Tuhan melarang perceraian karena Tuhan tahu
dampak dari perceraian itu terlalu pahit, baik bagi yang
melakukannya, korbannya, pasangannya atau anak-anaknya." Firman Tuhan dalam Matius 19:6 berkata, "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Jadi sekali lagi jelas bahwa Tuhan tidak mau terjadi perceraian dalam pernikahan, karena Tuhan tahu dampaknya terlalu pahit bagi banyak orang dan tidak sesuai dengan rencana-Nya. |
205
99999999