Teknik Konseling Praktis

Teknik Konseling Praktis

"Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah." (2 Kor. 5:20)

I. PENDAHULUAN

Dapat dipastikan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang bebas dari berbagai pergumulan hidup atau masalah karena hal itu memang merupakan bagian dari dinamika kehidupan umat manusia. Manusia tidak bisa hidup sendiri karena ia adalah makhluk sosial dan manusia saling membutuhkan satu sama lain.

Ketika menghadapi masalah seseorang kadang kala memerlukan bantuan orang lain. Di dalam gereja, Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk saling memerhatikan. "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibr 10:24-25).

Salah satu pelayanan yang bisa dilakukan oleh seorang pelayan Tuhan, hamba Tuhan, atau seorang pengikut Kristus adalah melakukan konseling kepada mereka yang membutuhkan. Pelayanan konseling adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan hamba Tuhan, dan sudah seharusnya setiap pelayan Tuhan mengembangkan disiplin dan keterampilannya dalam pelayanan ini. Untuk itu, melalui uraian singkat ini penulis berharap kita dapat mengerti tentang pelayanan konseling di dalam gereja. Semoga makalah yang sebagian besar bahannya diambil dari buku "Pastoral Konseling" karangan Yakub B. Susabda ini bermanfaat bagi kita semua.

II. ISTILAH DAN DEFINISI

Wikipedia mendefinisikan istilah konseling sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons pada 1908 ketika ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered). Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan klien (konseli) yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian.

Dalam penggembalaan terkenal dengan istilah pastoral konseling. Istilah Pastoral berasal dari kata Pastor, dalam bahasa Latin atau bahasa Yunani disebut "Poimen", yang berarti gembala. Kata ini bisa juga disebut pendeta, yang mempunyai tugas menjadi gembala bagi warga gereja atau dombanya. Sedangkan kata bahasa Inggris yang menunjukkan untuk kata konseling adalah "consul" yang artinya wakil, konsul; counsult yang artinya minta nasuhat, berunding dengan; "console" yang artinya menghibur, dan "consolide" yang artinya menguatkan. Jadi, kata konseling dapat diartikan kegiatan seorang yang menguatkan, menghibur, memberi nasihat, dan merunding dengan seseorang.

Dalam bukunya yang berjudul "Pastoral Konseling", Yakub B. Susabda mendefinisikan Pastoral konseling sebagai berikut.[1]

Pastoral Konseling adalah hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dsb.) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang minta bimbingan). Dalam hal ini, konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal (conducive atmosthpere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, tempat ia berada, dsb. sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan, dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.

Jadi, penulis dapat menyimpulkan arti Pastoral Konseling adalah gembala yang memberikan nasihat, penghiburan, dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan pelayannya, dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah. Dialah yang sebenarnya memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai Pastor Sejati yang baik (Yoh. 10). Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan terhadap para pengikut-Nya. Sebenarnya tugas pastoral bukan hanya monopoli para pastor/pendeta saja tetapi bagi setiap orang pengikut-Nya.

III. PETUNJUK PRAKTIS MELAKUKAN KONSELING

  1. Menciptakan percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere).

    Pelayanan konseling boleh disebut berhasil hanya kalau jalan sudah terbuka dan konseli mempunyai kemauan, tekad, dan keberanian untuk mencapai kepenuhan hidup Kristen. Yesus mempunyai dua sasaran untuk setiap orang: hidup kelimpahan di bumi (Yoh. 10:10) dan hidup kekal di sorga (Luk. 10:20, 23:43). Memang konseling tidak sama dengan pekabaran Injil. Tetapi, tujuan utama pelayanan pastoral konseling tidak mungkin dipisahkan dari tujuan utama PI, yaitu kehidupan yang berkelimpahan dalam Tuhan Yesus Kristus atau menjadi manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam Kristus. Untuk mencapai tujuan itu, ada lima unsur yang harus dikenali antara lain:[2]

    • Kemauan, tekad, dan keberanian konseli untuk mencapai tujuan kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan yang berkelimpahan dalam Yesus Kristus.

    • Bimbingan yang tepat dari konselor.

    • Diagnosa dan analisa yang tepat pada pokok persoalannya.

    • Keterbukaan dan kebebasan untuk mengekspresikan perasaan dan persoalannya.

    • Conducive atmosphere (Suasana percakapan konseling yang ideal).

    Kelima unsur tersebut harus berurutan karena masing-masing unsur bergantung pada unsur yang mendahuluinya. Kemauan, tekad, dan keberanian konseli untuk mencapai kepenuhan hidup tidak mungkin dimiliki konseli jikalau konselor tidak berhasil memberikan bimbingan yang tepat. Bimbingan yang tepat tidak mungkin diberikan jikalau diagnosa dan analisa terhadap persoalan konseli tidak tepat. Diagnosa dan analisa pada pokok persoalan tidak mungkin tepat jikalau tidak ada keterbukaan dan kebebasan pada pihak konseli untuk mengekspresikan persoalan dan perasaannya. Dan kebebasan seperti itu hanya terjadi jikalau konselor mampu menciptakan suasana konseling yang kondusif.

    Unsur utama yang menolong terciptanya suasana percakapan konseling yang ideal adalah sikap penuh pengertian dari pihak konselor.

  2. Sikap penuh pengertian dari pihak konselor.

    Suasana nyaman dan menyenangkan harus sengaja diciptakan oleh pihak konselor untuk maksud yang positif dalam pelayanan konselingnya. Suasana nyaman yang positif ini dapat diciptakan dengan ”UNDERSTANDING” (Pengertian). Apa yang dimaksudkan dengan understanding? Understanding adalah sikap positif dan terencana dari konselor yang diekspresikan melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya pada konseli untuk mengekspresikan dirinya secara tepat. Untuk itu, konselor harus dapat menahan diri, mengontrol diri, dan menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang harus diketahui oleh konseli. Sikap positif yang terencana akan memberikan kesan yang positif dalam diri konseli. Suasana yang menyenangkan, rasa bebas dari ketakutan, dan rasa diterima sebagai seorang individu yang berharga, akan mendorong konseli untuk mengekspresikan konsep-konsep pemikiran dan dunianya yang selama ini tersembunyi.

    Ada beberapa unsur yang merupakan bagian dari sikap penuh pengertian yang harus diperhatikan oleh konselor:

    1. Empathy

      Empathy (empati) adalah sikap positif konselor terhadap konseli, yang diekspresikan melalui kesediaannya untuk menempatkan diri pada tempat konseli, merasakan apa yang dirasakan konseli dan mengerti dengan pengertian konseli.

    2. Acceptance

      Acceptance (penerimaan) adalah kesediaan konselor untuk menerima keberadaan konselinya sebagaimana ia ada. Suatu sikap tidak mengadili, artinya tidak melihat konseli semata-mata berdasarkan kesalahan, kelemahan, dan kegagalannya saja. Tetapi, menempatkan hal-hal negatif tersebut pada konteks yang tepat, yaitu kehidupannya secara utuh sebagai satu pribadi yang unik, yang persoalannya pantas digumuli, dan kata-katanya pantas dipertimbangkan.

    3. Listening

      Listening (mendengarkan) adalah unsur utama dari understanding (pengertian), dan sebagai syarat utama sebagai seorang konselor. Kemampuan mendengarkan adalah cara agar konseli mendapat kesempatan mengekspresikan apa yang ia harus ekspresikan. Seorang pakar konseling bernama Wayne Oates menganjurkan supaya dalam setiap sesion konseling, konselor memberikan dua pertiga atau bahkan tiga perempat waktunya hanya untuk mendengarkan saja.

  3. Memberikan respons yang efektif

    Seorang konselor memberi respons yang membangun dalam proses konseling. Bagaimana respons yang efektif agar tercipta atmosfer yang kondusif:

    1. Kehangatan

      Sama seperti sikap Tuhan Yesus terhadap perempuan berdosa di tepi sumur (Yohanes 4), sikap tidak menghakimi dari konselor harus dapat dirasakan sebagai kehangatan yang menciptakan perasaan aman dalam diri konselenya.

    2. Dukungan

      Sering kali dalam percakapan konseling, si konseli kehilangan kemampuan untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan apa yang ada dalam hatinya karena dikuasai oleh luapan emosinya. Untuk itu, ia sangat membutuhkan dukungan dari konselor untuk menolong menjernihkan persoalan, menemukan kata-kata yang tepat, menenangkan perasaan (dengan memberi air minum, kotak tisu, dsb.), maupun menolong konseli agar ia sadar akan arti dari kata-kata yang ia ucapkan.

    3. Kemurnian

      Seorang konseli harus merasakan kemurnian atau ketulusan dari konselornya. Hal ini dapat dirasakan dari kontak mata, sikap rileks dari konselor dalam percakapan.

    4. Menstimulasi

      Sikap dimana konselor secara aktif menolong konsele agar memiliki gairah untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses konseling. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan ide-ide baru yang akan melengkapi apa yang konsele mau katakan. Sebagai akibat dari stimulating ini konsele akan merasa ditolong menemukan apa yang memang ia mau katakan.

  4. Menolong konseli melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan.

    Konselor harus menolong konselinya untuk melihat aspek-aspek kehidupannya secara Kristen, secara lebih luas, yaitu dalam sangkut paut dan tanggung jawabnya pada Tuhan. Karena hanya melalui cara inilah konseli dapat mengerti apa artinya menjadi orang Kristen yang harus menghadapi realita kehidupannya dengan penuh tanggung jawab. Suatu kehidupan yang tujuannya bukan untuk dinikmati oleh diri sendiri, melainkan yang harus diolah dan dikembangkan untuk menjadi berkat bagi banyak orang.

    Tujuan konseling sebenarnya satu dengan tujuan dari pelayanan gereja yaitu untuk meningkatkan orang percaya agar makin mengasihi Allah dan sesamanya.

    Meskipun konseli adalah seorang Kristen, tetaplah sebagai orang berdosa ia mempunyai kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri. Jika ia datang untuk mencari pelayanan konseling, ia mempunyai tujuan ingin dibebaskan dari persoalan hidupnya supaya dapat merasakan dan menikmati hidup yang lebih bahagia. Untuk itu, konselor harus mengajar konseli untuk melihat tujuan hidupnya lebih daripada hanya kebahagiaannya sendiri. Konselor harus menolong dia melihat tujuan hidupnya yang lebih mulia, yaitu memperkenan hati Tuhan. "Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Gal. 1:10)

    Sebagai konselor, ia akan berhadapan dengan konseli yang tidak menyadari bahwa kebutuhan hidupnya selama ini (yang menjadi penyebab utama dari tingkah lakunya yang merugikan) tidak sesuai dengan kepercaannya sebagai orang Kristen. Sebab yang terutama ialah oleh karena mereka pada umumnya tidak mempunyai pengenalan yang cukup tentang Alkitab. Oleh sebab itu, tugas utama konselor adalah menolong konseli masuk dalam atmosfer yang kondusif, supaya ketika tiba waktunya bagi dia untuk mengonfrontasi kebutuhan yang tidak sehat dari konseli itu dengan kebenaran firman Tuhan, ia dapat melihat tujuan hidupnya dan mengambil tindakan-tindakan konkret untuk mencapai tujuan itu sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran Alkitab.

    Contoh kasus: Seorang pemudi bernama A, berpacaran secara bebas dengan pemuda bernama B. Pemuda B ternyata tidak sungguh-sungguh. Ia mencintai pemudi lain bernama X, mereka menikah dan mempunyai beberapa anak. Pemudi A merasa masih mencintai pemuda B meskipun si B sudah menikah. Ia menolak untuk bergaul dengan pemuda-pemuda lain. Orangtuanya bingung dan akhirnya membawa si A kepada seorang pelayan Tuhan untuk konseling.

    Sebagai konselor, ia harus pertama-tama menyadarkan pemudi A bahwa kebutuhannya (yang mungkin tidak terucapkan) untuk tetap mengikatkan diri secara batiniah dengan pemuda B adalah kebutuhan yang salah dan bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan. Kesulitan yang sering dialami oleh konselor adalah justru ia sendiri kurang mengenal kebenaran firman Tuhan dan ragu-ragu apakah Alkitab memberikan standar-standar kebenaran juga dalam kasus-kasus seperti ini. Jadi, untuk menjadi konselor yang efektif, ia harus mengerti kebenaran firman Tuhan.

    Konselor juga harus menolong dan menyadarkan setiap konseli supaya melihat tujuan hidupnya secara realistis, sesuai dengan talenta, kondisi, kesempatan, dan bakat yang diberikan Allah. Contoh kasus: Bapak A, lulusan SD, di tengah kesulitan ekonominya yang sangat mendesak tetap menolak pekerjaan sebagai pegawai toko yang ditawarkan kepadanya dan mengharapkan hamba Tuhan menolong dia mendapat pekerjaan sebagai pegawai kantor.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama situs : Cecep Soeparman
Alamat URL : http://cecepsoeparman.blogspot.com/2011/02/teknik-konseling-praktis.html
Judul asli artikel : Tekhnik Konseling Praktis
Penulis artikel : Pdt. Cecep Soeparman
Tanggal akses : 3 Juli 2015