Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Istri yang Bekerja di luar Rumah
Edisi C3I: e-Konsel 125 - Wanita Karier dan Keluarga
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat Bapak tentang tren abad ini di mana banyak istri atau kaum ibu yang bekerja di luar rumah? Apa dampaknya pada keluarga?
Jawaban:
Ada dua pandangan yang saling bertentangan tentang istri atau ibu karier ini. Pertama, ibu yang berkarier adalah ibu yang terlalu lelah untuk mengemban tanggung jawabnya di rumah secara penuh. Kedua, ibu yang berkarier adalah ibu yang segar sehingga lebih bertenaga memikul tanggung jawabnya di rumah. The APA Monitor, November 1995 membahas masalah ini dalam artikel utamanya yang sebenarnya merupakan laporan hasil pertemuan yang diadakan di Washington, D.C., 14-16 September 1996. Ulf Lundberg, seorang dosen psikologi di Universitas Stockholm, mempresentasikan hasil penelitiannya di dalam pertemuan tersebut. Dr. Lundberg menemukan bahwa di kalangan pasangan suami-istri yang belum mempunyai anak, masing-masing bekerja sekitar enam puluh jam per minggu. Namun, begitu memiliki anak, beban kerja mereka langsung bertambah. Rata-rata di dalam keluarga dengan tiga anak, seorang wanita harus mencurahkan sekitar sembilan puluh jam per minggu untuk pekerjaan dan tugas rumah tangganya. Sedangkan seorang pria yang berada di dalam situasi yang sama hanya menghabiskan enam puluh jam per minggu. Akibatnya, begitu tiba di rumah, seorang wanita harus langsung terjun ke dalam kegiatan rumah tangga serta mengurus anak-anaknya. Tidak dapat tidak, tekanan yang harus ditanggungnya menjadi lebih besar daripada tekanan yang dipikul oleh pria.
Maafkan saya apabila komentar saya ini terdengar kolot dan tidak sensitif. Menurut hemat saya, pada waktu anak-anak masih di bawah usia dua belas, sebaiknya wanita memberikan mayoritas dari waktunya untuk mengurus rumah tangga. Tugas membesarkan anak kecil bukanlah perkara mudah dan menyita banyak waktu. Jadi, sangatlah sukar untuk memelihara keseimbangan antara karier dan tugas sebagai ibu. Biasanya kita harus mengorbankan salah satunya dan tidak bisa memenangkan keduanya. Namun demikian, saya pun menyadari betapa besar pengaruh bekerja di luar rumah setelah terkurung di dalam rumah selama berhari-hari. Apalagi bagi kaum wanita yang sudah menempuh pendidikan yang tinggi, tidaklah mudah bagi mereka untuk membiasakan diri diam di rumah. Mengurus anak di rumah bisa mengakibatkan stres tersendiri dan dapat menimbulkan kejenuhan, sedangkan bekerja di luar berpotensi memberikan tantangan yang menggairahkan.
Saya tidak mengharuskan wanita untuk diam di rumah sebab saya yakin, pasti ada pertimbangan-pertimbangan khusus yang saya tidak ketahui. Saya hanya melihat masalah ini dari sudut kepentingan anak. Saya kira pengorbanan diri memang dibutuhkan di sini.