Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Apakah Anda Punya Waktu?
Saya tidak anti pengaturan waktu. Saya membuat jadwal dan berusaha selalu menepatinya. Di saku saya selalu terselip buku jadwal harian, lengkap dengan sisipan berwarna kuning dengan tulisan YANG HARUS DIKERJAKAN HARI INI. Bahkan tahun lalu saya telah menghabiskan begitu banyak waktu saya untuk membaca buku tentang pengaturan waktu.
Bahkan Anda bisa mengatakan bahwa pengaturan waktu telah mengubah hidup saya. Ketika duduk di kelas dua SMA, saya ditunjuk untuk mengikuti program studi yang dipercepat dengan dasar hasil tes kemampuan. Dalam beberapa bulan selama terlibat dalam aturan sekolah yang keras itu, ditambah dengan kegiatan-kegiatan gerejani, saya mendapatkan diri saya berada di ambang kegagalan. Saya hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk mengerjakan segala sesuatu. Seorang guru saya menganjurkan agar saya ikut dalam kelompok-kelompok pelajaran, olahraga, gerja, tidur, makan, rekreasi dan kegiatan apa saja. Hal itu dapat berjalan. Tetapi siapa menyangka bahwa saya akhirnya tidak pernah masuk universitas, sebaliknya masuk sekolah Alkitab di mana saya tidak pernah belajar tentang pengaturan waktu. Kalau saya tidak pernah belajar mengatur waktu, mungkin saya tidak pernah menulis artikel ini, mungkin sebagi gantinya saya duduk di depan televisi dengan segelas bir di tangan.
Jadi saya kira, saya tidak anti dengan pengaturan waktu. Apa yang saya ingin bicarakan berikut ini lebih dari sekedar mencoba suatu usaha.
Saya mulai pembicaraan saya dengan dua potret yang tergantung bersebelahan di ruang masuk rumah saya. Salah satunya adalah potret seorang anak laki-laki kecil dengan wajah bulat dan dahi lebar. Dia memakai pakaian kerja dan duduk di sebuah kursi. Di samping kursi itu ada sebuah meja dengan sebuah kue tart ulang tahun. Kue tart itu berlilin satu. Potret itu dibuat pada tanggal 22 Desember 1943. Dan anak laki-laki itu adalah saya.
Potret yang lain juga adalah seorang anak laki-laki kecil dengan wajah bulat sedang duduk di sebuah bangku di samping sebuah meja dengan sebuah kue tart ulang tahun yang berlilin satu. Potret itu dibuat pada tanggal 22 September 1977. Anak laki-laki itu adalah anak saya yang pertama.
Selisih waktu kedua potret hitam putih itu adalah tiga puluh empat tahun: suatu jangka waktu yang telah saya lampaui. Semuanya penuh dengan arti. Isinya berupa sukacita, air mata, mimpi, kekecewaan, keberhasilan dan kegagalan.
Waktu: apakah artinya? Di Yunani ada dua slogan yang dipasang di atas kuil di Delphi. Salah satunya kita kenal, yaitu "Kenalilah dirimu sendiri." Yang lainnya lebih penting bagi kita, yaitu "Kenalilah waktumu." Yang berikut ini Alkitabiah. Yesus mengecam orang farisi oleh karena ketidaktahuan mereka tentang "tanda-tanda zaman" (Matius 16:1-3). Dia menangisi Yerusalem karena Yerusalem tidak tahu saat, bilamana Allah melawatnya (Lukas 19:41-44). Ketidaktahuan itu berarti kehancuran kota Yerusalem. Pengetahuan tentang saat dan ketaatan kepada Allah sesuai dengan pengetahuan itu berarti kehidupan.
Dalam kedua ayat itu, kata saat/zaman yang dipakai Yesus berasal dari kata Yunani "kairos". Artinya akan lebih dimengerti jika dibandingkan dengan kata Yunani yang lain untuk "waktu", yaitu "chronos". "Chronos" menunjuk kepada waktu sebagai suatu interval; "kairos" menunjuk kepada roman muka interval itu. "Chronos" adalah suatu periode, suatu kuantitas; "kairos" adalah kualitas, makna dari keadaan periode itu. "Chronos" adalah dimensi abstrak; "kairos" adalah keadaan konkrit. "Chronos" adalah suatu tanggal: 26 November 1981. "Kairos" adalah suatu musim: Musim gugur, Hari Pengucapan Syukur.
Arti kedua kata itu memang ada tumpang tindihnya, tetapi sebenarnya berbeda pengertiannya. "Chronos" adalah waktu yang dikontrol, diatur, dan digunakan. "Kairos" adalah waktu yang dipahami dan ditanggapi sebagai ketaatan kepada Allah. Malam hari ketika anak ketiga saya lahir, saya dan isteri saya sedang makan malam bersama beberapa teman di gereja. Tiba-tiba isteri saya merasa sakit bersalin, sebelum kami menghabiskan sup kami. Waktu kami ("kairos" kami) telah tiba. Apa yang dapat kita perbuat hanyalah memahami dan menanggapi. Tak mungkin kita mengendalikannya.
Apabila waktu dipandang terutama sebagai "chronos", maka kita cenderung untuk melihatnya sebagai sesuatu yang sudah tertentu, abstrak dan tidak mempunyai arti. Pandangan "kairos" melihat waktu sebagai sesuatu yang diberikan Allah, penuh arti, fleksibel dan terbuka. Pada tahun 1895 seorang bendahara kedutaan Inggris makan siang dengan seorang calon politikus muda. Dia berkata kepadanya, "Pengalaman sepanjang hidup telah meyakinkan saya bahwa tidak ada sesuatu yang pernah terjadi." "Chronos". Nama orang muda itu ialah Winston Churchill. Hidupnya yang sembilan puluh tahun itu telah membuktikan kebalikannya: segala sesuatu terjadi. "Kairos".
Tidak terlalu sulit untuk melihat pandangan waktu manakah yang unggul dalam peradaban kita. Pikiran kita sering terikat dengan "chronos", bagaimana mendapat waktu lebih banyak, bagaimana mengontrolnya, bagaimana mengaturnya. Beberapa tahun yang lalu seorang muda bernama Mark Marby tertangkap oleh karena membunuh ibunya. Dari hasil penggeledahan di kamarnya ditemukan sebuah daftar dengan judul YANG HARUS DIKERJAKAN: (1) membeli peluru, (2) menembak ayah, (3) menembak ibu. Ketika hidup menjadi sibuk, maka kehidupan itu sendiri menjadi terlupakan.
Os Guinness mengamati bahwa kita sudah terpengaruh dengan pola kebiasaan melihat jam tangan. Inilah contoh-contoh yang menunjukkan bahwa kuantitas disamakan dengan kualitas. Jam sembilan lebih lima, jam 12.00, empat puluh jam, dua puluh lima jam sehari dan lembur merupakan beberapa contoh saja.
Mungkin sekarang Anda sudah mulai mengerti mengapa saya berkata bahwa saya tidak anti dengan pengaturan waktu. Pertanyaan pertama orang Kristen bukanlah, "Berapa banyak waktu yang saya miliki, dan apa yang akan saya perbuat dengannya?" tetapi, "Apakah saya melihat waktu yang Tuhan berikan kepada saya, bagaimana saya menanggapinya?" Paulus mengingatkan kepada orang-orang Kristen di Roma bahwa mereka telah mengetahui "kairos" dan karena itu "tanggalkanlah perbuatan- perbuatan kegelapan dan kenakanlah perlengkapan senjata terang" dan hiduplah "dengan sopan seperti pada siang hari" (Roma 13:11-13). Kata yang diterjemahkan "sopan" adalah suatu kata yang berarti elok, anggun, kelas atas. Tidak ada tehnik untuk melakukan hal ini. Keelokan dan keanggunan adalah buah keserasian dengan Allah. Bukan kemampuan tetapi pemberian.
Bagaimanapun juga setiap kita adalah pengatur-pengatur waktu yang berusaha keras membatasi dan membuat prioritas-prioritas agar acara bisa tersusun dengan baik. Kita harus membaca tanda-tanda "kairos" seperti seorang anak yang jungkir-balik ketika belajar bermain ski.
Ada dimensi yang semrawut tentang hakikat pengaturan waktu, apakah waktu itu diartikan "chronos" atau "kairos". Bagaimanapun juga kita akan tetap berusaha menaklukkan waktu. "Chronos" tidak dapat diperlambat atau dipercepat. Demikian juga "kairos". Dapatkah kita mengatur saat yang diberikan Tuhan? Pakailah istilah "pengaturan hidup," maka akan tambah kacau jadinya. Kehidupan ini tidak dapat diatur. Manusia juga tidak dapat diatur. Apalagi kematian, lebih tidak dapat diatur. Dan yang paling tidak dapat diatur adalah Allah. Kehidupan, kematian, Allah -- semua adalah anti pengaturan. Penolakan kita terhadap kematian merupakan penolakan kematian, kehidupan dan Tuhan terhadap pengaturan kita.
Secara jujur, saya tidak anti dengan pengaturan waktu. Berilah saya waktu, maka saya akan mempergunakannya untuk mengikuti seminar- seminar atau membaca buku-buku yang lain tentang pengaturan waktu. Dan saya sangat berharap agar Anda mendapatkan manfaat dari pembicaraan mengenai pengaturan waktu ini. Tetapi sementara kita membaca buku-buku itu, memperhatikan hal ini, dan mengikuti seminar- seminar itu, kita akan saling melirik satu sama lain, menyeringai dan mengeluh dengan nafas panjang.
Bilamana saya berada di tengah pembicaraan tentang pengaturan waktu, saya ingat ketika saya mengendarai mobil menuju pekerjaan pada pagi setelah saya bertunangan dengan gadis yang sekarang menjadi isteri saya. Waktu itu saya terjebak di dalam lalu lintas padat, dan sebuah nyanyian dari kelompok Chicago mengalun dari radio. Lagu itu berjudul "Apakah Setiap Orang Mengetahui Waktu Apakah Saat ini?" Lagu itu berbicara tentang orang-orang yang berlalu-lalang di sini dan di sana dengan jam tangan di pergelangan mereka, tetapi tidak mengetahui waktu apakah saat itu. "Apakah setiap orang sudah waspada dengan waktu ini?" kata mereka. "Kita punya cukup waktu untuk mati."
Begitu saya mendengar lagu itu, saya berpikir betapa tiada orang di jalan ini yang mengalami hal indah seperti yang telah saya alami pada malam sebelumnya. Saya ingin keluar dari mobil, pergi ke setiap mobil lain, dan menceritakan hal itu kepada mereka. Tetapi baik mereka maupun saya tidak punya waktu untuk itu.