Tangguh di Tengah Badai

Edisi C3I: e-Konsel 134 - Memulihkan Trauma karena Perkosaan

Tidak selamanya hidup kita berada dalam keadaan aman. Guncangan hidup bisa datang kapan saja tanpa kita duga. Ringkasan tanya jawab dengan narasumber Pdt. Dr. Paul Gunadi berikut ini kiranya bisa menolong kita untuk menghadapi badai hidup yang menerpa hidup kita.

TANGGUH DI TENGAH BADAI
T : Dalam kehidupan kita, ada badai yang kita kenal dengan badai
kehidupan. Apa arti sebenarnya dari badai kehidupan ini?
J : Badai kehidupan sebetulnya adalah hal-hal yang terjadi dalam
hidup kita yang menimbulkan dampak kehilangan yang besar. Bisa
berupa kematian, kerugian, hilangnya keseimbangan hidup ataupun
peristiwa-peristiwa yang menimpa kita, apa pun itu. Kita tidak
siap menghadapi badai karena pada akhirnya yang harus kita
tanggung adalah sebuah kehilangan yang besar. Persis sama dengan
peristiwa-peristiwa yang baru saja kita dengar, yaitu badai
Katrina dan badai Rita yang menerpa Amerika, atau tsunami yang
juga menerpa Sumatera Utara dan tempat-tempat lainnya. Efek akhirnya adalah kehilangan yang sangat besar.
T : Apakah badai kehidupan untuk setiap orang tidak sama?
J : Memang tidak sama, tergantung juga pada daya tahan; daya tampung
kita untuk menahan terpaaan badai atau stres itu. Pada dasarnya,
kita bisa memfokuskan dampak kehilangan itu sekurang-kurangnya
pada empat kategori. Yang pertama adalah kehilangan kesayangan,
kedua kehilangan kepercayaan, ketiga kehilangan keamanan, dan
yang terakhir adalah kehilangan kekuatan. Kehilangan kesayangan,
misalnya kehilangan orang yang kita sayangi, seperti kematian.
Bisa juga menyangkut harta milik yang kita sayangi. Ini adalah
jenis pertama dari badai kehidupan.
T : Kehilangan kepercayaan itu seperti apa?
J : Kehilangan kepercayaan, misalnya suami atau istri yang harus
menanggung rasa dikhianati karena ketidaksetiaan. Kasus yang
paling klasik dalam hal ini adalah perselingkuhan.
Perselingkuhan adalah badai yang langsung merenggut kepercayaan
kita sehingga setelah badai itu lewat, yang terhilang dalam
relasi kita dengan pasangan adalah kepercayaan itu. Bukan hanya
aspek kepercayaan yang hilang, tapi juga kesayangan. Seseorang
yang disayangi sanggup melakukan hal itu dan melukai kita, kita
seolah-olah kehilangan orang yang kita sayangi itu.
T : Bagaimana dengan kehilangan keamanan?
J : Kadang-kadang kita menganggap kalau kita hidup dalam dunia yang
aman, tapi ketika terjadi sesuatu yang di luar dugaan dan
kemampuan kita, misalnya perampokan, kebakaran atau
musibah-musibah yang bersifat alami, tiba-tiba kita baru
disadarkan bahwa kita hidup di dunia yang tidak terlalu aman.
T : Apakah termasuk keguncangan ekonomi dalam keluarga?
J : Salah satunya itu. Misalnya, kita sudah terbiasa hidup dengan
gaji yang tetap setiap bulan, lalu tiba-tiba di-PHK dan kita
kehilangan pekerjaan. Itu benar-benar akan mengguncangkan rasa
aman kita.
T : Apakah pelecehan juga berkaitan dengan keamanan?
J : Betul. Ada orang-orang yang hidup, misalnya dengan kakeknya.
Tetapi kakek yang diharapkan akan melindungi dia malah
melecehkan dia secara seksual. Hal ini tentu akan menimbulkan
dampak yang sangat berat, yaitu hilangnya kepercayaan kepada
orang-orang yang seharusnya dekat dengan dia. Justru ketika ada
orang yang mau dekat dengan dia, perasaan yang timbul malah
kecurigaan, jangan-jangan orang ini juga akan melakukan sesuatu
yang buruk.
T : Ada kasus-kasus di mana beberapa orang seolah-olah mengundang
badai di rumahnya sendiri. Sebenarnya, dia tahu kalau akan
menimbulkan bencana, tapi tetap dia lakukan itu.
J : Ada orang-orang yang memang senang mengambil risiko sehingga
akhirnya mengorbankan orang lain. Misalnya, sudah tahu bahwa
orang ini tidak bisa dipercaya, tetapi tetap diajak terlibat
dalam kehidupan bisnisnya. Akhirnya, orang itu benar-benar
berbalik dan merugikan kita. Kita marah karena kita merasakan
kehilangan kepercayaan, padahal sesungguhnya badai itu memang
kita undang sendiri. Oleh sebab itu, kita perlu bijak.
Kadang-kadang ada orang yang berpikir dia bisa menghadapi
badai -- orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri. Memang di
dalam hidup ini kita mesti mempunyai keyakinan bahwa kita
mempunyai kekuatan, tetapi keyakinan itu harus sampai batas
tertentu saja. Kita tidak boleh meninggikan kekuatan kita di
atas kekuatan Tuhan. Biasanya, waktu badai menerpa yang terjadi
adalah kekuatan itu tiba-tiba tidak sanggup untuk mengatasi
bencana itu. Kita berpikir kalau kita sering menolong orang yang
sedang berduka, kita pasti bisa mengatasi kehilangan orang yang
kita kasihi ini. Ternyata waktu hal itu terjadi pada diri kita,
kita tidak sanggup. Kita sering berkata kepada orang-orang,
"Jangan putus asa sewaktu kamu kehilangan pekerjaan, Tuhan akan
sediakan pekerjaan untukmu." Kita bisa memberikan dorongan itu
kepada orang lain, namun saat kita mengalami PHK, kita
benar-benar jatuh dan tidak mempunyai kekuatan untuk bangkit
kembali. Di situlah kita baru sadar kekuatan kita terhilang.
Badai masuk dan merenggut kekuatan yang tadinya kita anggap kita
miliki. Ternyata kita tidaklah sekuat itu.
T : Kadang-kadang pengalaman hidup yang selama ini lancar juga bisa
membuat orang kebal terhadap badai, pasti terlindungi dan tidak
akan sampai mengalami kejatuhan.
J : Konsep ini memang sering kali kita miliki sebagai orang beriman.
Sebagai orang yang percaya pada Kristus, kita tahu Tuhan akan
melindungi kita. Dan benar, dalam banyak hal Tuhan melindungi
kita, namun kadang-kadang Tuhan membiarkan badai menerpa dan
masuk dalam kehidupan kita. Tuhan tidak selalu menjadikan kita
orang yang Ia lindungi terus-menerus dan akan mencegah badai
masuk di dalam kehidupan kita. Ada kalanya Tuhan membiarkannya
sehingga kita akhirnya harus mengakui bahwa badai dapat menerpa
siapa saja termasuk pengikut Kristus. Tidak ada pengecualian;
yang Tuhan janjikan bukannya kita tak pernah diserang badai,
tapi yang Tuhan janjikan adalah penyertaan-Nya. Waktu kita
menghadapi pencobaan, Dia akan menyediakan jalan keluar dan Dia
juga berjanji kalau pencobaan itu tidak akan melebihi kekuatan
kita.
T : Bukankah badai kehidupan itu sulit diprediksi datangnya?
J : Betul. Badai yang terjadi di Amerika, baik Katrina, maupun Rita,
beberapa hari sebelumnya, bahkan beberapa minggu sebelumnya
sudah dapat diprediksi. Tapi badai kehidupan tidak dapat
diprediksi sehingga kita harus menyadari dua sifat badai
kehidupan. Pertama, datangnya sekonyong-konyong, tidak dapat
kita duga. Artinya, kita tidak bisa mempersiapkan diri
sesiap-siapnya untuk menghadapi badai kehidupan. Ada orang yang
mempunyai anggapan bahwa dia bisa menangkal badai dengan
menyiapkan hidup sesiap-siapnya. Semua hal dia kontrol, dia
harus jaga, dia harus lindungi. Tapi faktanya, tidak ada yang
bisa menahan sewaktu badai itu datang, kemunculannya dalam
kehidupan juga tidak dapat diprediksikan. Sifat yang kedua
tentang badai kehidupan adalah sering kali badai datang silih
berganti, ini mirip dengan peristiwa yang terjadi di Amerika,
baru saja badai Katrina melanda New Orleans di Lousiana kemudian
datang lagi badai Rita. Sering kali badai kehidupan yang
datangnya silih berganti membuat kita pada akhirnya merasa
sungguh-sungguh tidak bisa bernafas dan kita benar-benar tidak
lagi mempunyai kekuatan untuk menghadapinya.
T : Kalau silih berganti mungkin orang masih bisa tahan, tapi
bagaimana jika beruntun, seperti kisah Ayub?
J : Banyak orang yang mengalami hal seperti itu. Kalau kita
berbincang-bincang dengan orang yang pernah mengalami badai
kehidupan yang parah, umumnya mereka akan berkata badai itu
datangnya bukan hanya satu kali, tapi benar-benar beruntun.
Silih berganti. Satu belum selesai, satu lagi datang; satu belum
selesai satu lagi datang, kita benar-benar dibuatnya tak bisa
bernapas.
T : Yang menarik, reaksi yang timbul berbeda-beda. Ada yang tetap
bertahan walaupun mengalami badai beruntun. Ada juga yang bisa
sampai terguncang dan mengalami stres yang luar biasa.
Sesungguhnya, apakah memang ada tuntunan-tuntunan, paling tidak,
apa yang mesti kita lakukan ketika badai datang?
J : Ada beberapa. Pertama, kita mesti menyadari bahwa hidup tidak
berada dalam kendali kita. Ini sesuatu yang tampaknya sederhana,
tapi kadang-kadang kita lupa bahwa hidup tidak berada dalam
kendali kita. Contoh, ada orang-orang yang anaknya dijaga secara
luar biasa. Meski sudah dewasa tetap disuruh tinggal, tidak
boleh jauh-jauh, dia mau jaga semuanya. Seolah-olah hidup itu
berada dalam kendalinya. Padahal faktanya tidaklah demikian.
Banyak masalah bisa muncul dan kadang-kadang kita tidak bisa
berbuat apa-apa tentang hal itu. Benar-benar sebuah ilusi bahwa
kitalah yang mengontrol hidup. Pada akhirnya, kita harus datang
kepada Tuhan yang memegang kendali atas hidup ini. Artinya,
datang kepada Dia dengan rasa aman; bahwa apa pun yang terjadi,
Tuhan ada bersama dengan kita dan Dia sudah berjalan di depan
kita sebelum badai itu datang. Kita harus yakin. Sering kali
orang-orang yang telah berhasil melewati badai, ketika melihat
ke belakang, mereka berkata, "Entah mengapa Tuhan sudah
mempersiapkan kami. Ada hal-hal yang terjadi sebelumnya yang
membuat kami sadar, bukan kebetulan kalau hal-hal itu terjadi
untuk mempersiapkan kami menyambut badai itu." Dengan kata lain,
kesimpulannya adalah Tuhan sudah berjalan di depan kita sebelum
badai datang. Inilah penghiburan dan kekuatan kita.
Yang kedua, kita mesti menyadari bahwa kita tidak selalu kuat.
Kadang-kadang kita terlena, kita beranggapan sekarang sudah
kuat, bisa menghadapi hidup, apa pun masalah yang akan datang
dalam hidup bisa kita atasi. Faktanya adalah hari ini kita kuat,
besok kita lemah. Kita tidak selalu kuat, kekuatan kita tidak
selalu sama hari lepas hari, ada hari-hari tertentu di mana kita
kuat, tapi ada juga hari-hari ketika kita lemah. Mengapa? Sebab
hidup kita pun tidak selalu sama dan monoton, kadang-kadang ada
hal yang mengguncangkan kita dan membuat kita kehilangan
keseimbangan. Dalam kondisi seperti itu, kita akan lebih lemah,
kita harus menyadari itu. Maka yang harus kita lakukan adalah
datang dan mendekat selalu kepada Tuhan yang perkasa. Kita harus
ingat bahwa yang kuat adalah Tuhan, bukan kita. Secara berkala
Tuhan akan mengingatkan kita akan hal ini dengan menghadirkan
situasi yang menyadarkan kita bahwa kita tidak kuat. Kita
dipaksa untuk kembali bergantung kepada Tuhan yang adalah sumber
kekuatan kita itu.
T : Apakah ada tuntunan yang lain?
J : Yang ketiga, hiduplah dengan problem, ini harus kita sadari. Hidup dengan problem, bukan di luar problem. A
Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T192A
Penerbit: 
--