Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Tips: untuk Hari Libur
Edisi C3I: e-Konsel 006 - Natal
Meskipun banyak orang yang membawa masalah-masalahnya ke gereja, kita perlu ingat bahwa gereja bukanlah organisasi kesehatan jiwa. Untuk itu, setiap pemimpin Kristen harus mempertanyakan bagaimana gereja bisa melayani orang-orang yang membutuhkan pelayanan konseling dan dapat tetap meneruskan program-program kerja gereja serta menyaksikan Injil. Ada empat langkah yang bisa dilakukan:
1. Melatih hamba-hamba Tuhan dalam konseling.
The American Association of Pastoral Counselors telah membuat daftar persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang konselor pastoral yang kompeten. Persyaratan yang diharuskan antara lain adalah gelar akademis dan seminari, gelar Master Pastoral Konseling, pentahbisan, memiliki kedudukan yang baik dalam satu denominasi, tiga tahun pengalaman penggembalaan, enam bulan training klinis, seratus lima puluh jam konseling yang diawasi, dan terapi kepribadian.
Rata-rata hamba Tuhan atau misionaris angkat tangan (menyerah) setelah membaca persyaratan ini. Namun demikian banyak orang mampu menjadi konselor-konselor yang efektif meskipun mereka tidak memenuhi standar/persyaratan yang tinggi tersebut. Banyak seminari dan Institusi-Institusi Training sekarang menawarkan kursus-kursus yang dibutuhkan dalam konseling, yaitu berupa "kursus-kursus pastoral" untuk pria dan wanita yang aktif dalam pelayanan untuk menjadi konselor yang terlatih. Pemimpin gereja yang profesional harus memanfaatkan kesempatan pendidikan ini dan mempelajari lebih luas area psikologi pastoral dan konseling Kristen.
2. Melatih orang awam dalam konseling.
Seringkali orang-orang awam berada pada posisi yang penting untuk melakukan konseling, terutama untuk tipe yang informal. Hamba-hamba Tuhan atau konselor Kristen yang profesional bisa selalu melatih orang-orang ini dengan teologia, psikologi dasar, dan teknik-teknik konseling yang efektif. Training seperti itu sebaiknya dibatasi untuk pemimpin-pemimpin Kristen yang dewasa yang tentu saja menunjukkan beberapa karakteristik sebagai konselor yang baik.
3. Mendirikan pusat-pusat konseling Kristen.
Beberapa gereja besar mampu mempekerjakan pelayan-pelayan konseling yang terlatih dan cakap serta mampu berfungsi secara efektif sebagai spesialis konseling. Bilamana pelayanan seperti ini tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka gereja dapat mengerahkan sumber-sumber mereka untuk menyewa orang-orang dengan kemampuan dan keahlian konseling yang baik untuk mengawali berdirinya pusat konseling Kristen di gereja tersebut.
4. Sewaktu-waktu mengadakan evaluasi.
Sebagai pelayan Kristen yang setia, kerap kali kita harus sering berhenti sejenak untuk mengevaluasi apa yang kita kerjakan -- baik sebagai konselor-konselor pribadi maupun sebagai anggota gereja lokal. Untuk dapat melakukannya dengan memadai memang dibutuhkan penggunaan teknik-teknik penelitian yang canggih, namun cara evaluasi yang sederhana sudah cukup untuk menolong.
Setelah selesai wawancara, tanyakan pada diri sendiri, hal baik apa yang telah saya lakukan? hal buruk apa yang saya lakukan? Bagaimana saya memperbaiki konseling yang saya lakukan ini? Jika konselee memberikan izin untuk merekam setiap hasil wawancara, anda bisa mendengarkannya kembali dengan telinga yang lebih kritis.
Untuk tingkatan yang lebih umum, pemimpin gereja bisa secara periodik bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka telah memenuhi kebutuhan orang-orang yang dilayani, menolong menyelesaikan masalah-masalah mereka, dan membantu pertumbuhan rohani mereka. Kadang-kadang daftar pertanyaan yang telah disusun dengan hati-hati dapat memberi umpan balik (feedback) yang berguna sementara mereka merencanakan program yang akan datang.
Sebagai manusia kita tidak akan pernah dapat mengevaluasi keefektifan pelayanan konseling yang kita lakukan selama kita ada di dunia ini. Tetapi kita memiliki tanggung jawab untuk berusaha melakukan tugas semampu kita sementara masih diberi kesempatan untuk bekerja.
Meskipun tugas konseling bukanlah tanggung jawab utama gereja, namun konseling akan terus menjadi tanggung jawab besar bagi para pemimpin gereja. Jika hamba-hamba Tuhan dan kaum awam dilatih untuk menguasai teknik-teknik konseling, jika program gereja bisa dirancang untuk menstimulasi kesehatan mental, jika konseling Kristen yang profesional bisa disediakan, dan jika program konseling bisa dievaluasi kembali pada kurun waktu yang cukup sering, maka pelayanan konseling di gereja akan menjadi lebih efektif.