Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Alkitab dan Tugas Mengasuh Anak
Edisi C3I: e-Konsel 137 - Pola Mendidik Anak dalam Keluarga Kristen
Segera setelah selesai menciptakan bumi dan segala isinya, Allah memberi perintah kepada Adam dan Hawa untuk "beranak cucu dan bertambah banyak". Tidak seperti perintah lainnya, perintah ini dipatuhi dan dunia segera dipenuhi dengan manusia. Pada zaman Perjanjian Lama, keluarga besar dianggap sebagai sumber berkat istimewa dari Allah dan keluarga yang tidak memiliki anak dianggap sebagai aib (Maz. 127:3-5; Yer. 22:30; Kej. 30:22-23; Rahel, Sarah, Hana, Mikal, dan Elizabet adalah beberapa wanita di dalam Alkitab yang sulit memiliki anak). Di era di mana populasi penduduk sudah sedemikian padat, banyak orang yang memilih untuk membatasi jumlah anggota keluarganya, tetapi anak-anak masih tetap dianggap sangat penting. Yesus menunjukkan perhatian khusus kepada anak-anak dan Yesus juga memuji kesederhanaan dan kepercayaan anak-anak (Luk. 18:15-17).
Ajaran Alkitab tentang anak dan bimbingan untuk para orang tua dibagi dalam dua kategori: pendapat tentang anak serta pendapat tentang orang tua dan menjadi orang tua.
-
Anak-anak
-
Orang tua.
Di dalam Alkitab, anak-anak dipandang sebagai karunia dari Allah yang bisa membawa kebahagiaan dan kesedihan. Anak-anak harus dikasihi, dihargai, dan dihormati seperti orang dewasa; mereka penting dalam kerajaan Allah dan mereka tidak untuk dimusnahkan (Maz. 127:3, Mat. 18:10, Maz. 103:13, Tit. 2:4, Mat. 18:1-6). Anak-anak juga diberi tanggung jawab: menghargai dan menghormati orang tua, peduli terhadap mereka, mendengarkan mereka, dan patuh kepada mereka (Kel. 20:12; Mar. 7:10-13; Ams. 1:8, 4:1, 13:1, 23:22; Ef. 6:1). Efesus 6:1-3 mengatakan, "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."
Dalam tulisannya yang lain, Paulus juga memberi kritikan tajam kepada anak-anak yang tidak patuh (Rom. 1:30, 2Tim. 3:1-5), namun tulisan ini tampaknya tidak berarti anak-anak harus selamanya patuh. Jika orang tua meminta anak untuk melakukan hal-hal yang tidak alkitabiah, yang harus diingat adalah hukum Allah selalu memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada perintah manusia (Kis. 5:29). Selanjutnya, meskipun anak-anak yang sudah dewasa meninggalkan orang tua mereka dan bersatu dengan pasangannya untuk membangun keluarga baru tetapi keluarga ini tidak pernah terbebas dari tanggung jawab untuk menghormati orang tua mereka.
Ayah dan ibu memiliki tanggung jawab untuk memberi teladan perilaku orang Kristen dewasa, mengasihi anak-anak mereka, peduli terhadap kebutuhan mereka, mengajar anak-anak dan mendisiplin mereka dengan sungguh-sungguh (Tit. 2:4, Ul. 6:1-9, Ams. 22:6, 2Kor. 12:14, Kol. 3:21). Efesus 6:4 mengatakan, "janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan."
Dalam bukunya, "The Measure of a Family" (Ventura, Calif.: Regal, 1976, 83-94), Gene A. Getz menyebutkan, kita membangkitkan amarah anak bila kita melakukan pelecehan secara fisik atau pun psikologis (dengan berlaku kasar dan gagal memperlakukan mereka dengan hormat), mengabaikan mereka, tidak memahami mereka, terlalu berharap kepada mereka, tidak mengasihi mereka bila mereka tidak melakukan suatu kebaikan, memaksa mereka menerima tujuan-tujuan dan cita-cita kita, dan menolak untuk mengakui kesalahan kita. Sebaliknya, kita seharusnya "membesarkan mereka" dengan menjadi contoh bagi anak-anak kita dan memberi pengarahan serta dorongan. Semua ini lebih mudah untuk didiskusikan daripada dicapai. Anak-anak, seperti juga orang tua, memiliki perbedaan kepribadian, sedangkan pengarahan yang alkitabiah dalam hal mengasuh anak tidaklah sedetil yang diinginkan oleh banyak orang.
Namun pada zaman Perjanjian Lama, ada bagian yang menyatukan semua prinsip dan merangkum ajaran Alkitab dalam hal mengasuh anak. Meskipun bagian ini ditulis untuk bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah perjanjian, paragraf berikut ini sangat praktis digunakan dalam membesarkan anak dan bimbingan bagi para orang tua di zaman modern ini.
"Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ul. 6:1-7)
Menjadi orang tua kristen meliputi hal-hal berikut ini.
-
Mendengarkan Orang tua yang baik mau mendengarkan perintah Allah dan mengerti perintah itu dengan sungguh-sungguh sehingga "tertanam dalam hati" dan menjadi bagian dari diri. Pembelajaran ini diperoleh melalui keteraturan dalam mempelajari firman Tuhan, yaitu Alkitab, dengan pertolongan Roh Kudus sehingga firman Tuhan itu menjadi jelas bagi kita.
-
Mematuhi Pengetahuan saja tidaklah cukup. Selain mendengarkan, orang tua harus terus mematuhi ketetapan dan perintah Allah. Bila orang tua tidak menunjukkan keinginan untuk mematuhi Allah, pada gilirannya anak-anak mereka juga tidak akan memiliki keinginan untuk mematuhi orang tua mereka.
-
Mengasihi Kita mengasihi Allah dan menyerahkan diri kita seutuhnya kepada-Nya dengan sepenuh hati, jiwa, dan kekuatan kita. Perhatikan bahwa penekanannya di sini adalah untuk orang tua. Di samping kepentingan mereka, anak-anak tidak ditonjolkan dalam Alkitab. Meskipun kita bisa membaca bahwa Yesus tumbuh secara psikologis (dalam hikmat bijaksana), fisik (bentuk tubuh), rohani (dalam hubungan-Nya dengan Allah), dan sosial (dalam hubungan-Nya dengan orang lain), kita hanya mengetahui sedikit tentang masa kecil-Nya. Masa kecil memang penting, tetapi keberadaan anak-anak bersama orang tuanya hanyalah sementara. Selanjutnya mereka akan meninggalkan orang tua mereka seperti yang Allah perintahkan. Orang tua terlebih dahulu ada sebagai individu yang mengasihi dan melayani Allah. Jika kita diberi anak, mengasuh mereka merupakan bagian dari tujuan hidup kita, tetapi membesarkan anak bukanlah satu-satunya tujuan hidup kita.
-
Mengajar Ada empat cara dalam mengajar.
-
Dengan rajin
-
Dengan berulang-ulang
-
Secara alami
-
Secara pribadi
Meskipun mengasuh anak bukanlah satu-satunya tugas orang tua dalam hidup ini, tetapi ini menjadi tanggung jawab yang penting yang tidak dapat diremehkan.
Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya sekali dilakukan. Mengajar harus dilakukan orang tua dengan berulang-ulang siang dan malam.
Pada saat kita duduk, berjalan, berbaring, dan bangun kita harus mencari kesempatan untuk mengajar. Ibadah keluarga sangat mendukung dalam hal ini, tetapi orang tua harus mengajar setiap kali ada kesempatan.
Tindakan seseorang memiliki dampak yang lebih besar dari perkataannya. Hal ini mengembalikan kita kepada pasal pertama kitab Ulangan. Pada saat orang tua mendengar, mematuhi, dan mengasihi, mereka memberi teladan kepada anak-anak mereka yang menguatkan apa yang dikatakan di rumah.
Perhatikan kata "di rumah". Teman-teman sebaya dan guru adalah orang-orang yang penting, tetapi hal-hal terpenting dalam proses pengajaran dan mengasuh anak terjadi di rumah. (t/Ratri)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Christian Counseling: a Comprehensive Guide |
Judul asli artikel | : | Bible and Child Rearing |
Penulis | : | Gary R. Collins, Ph.D |
Penerbit | : | Word Publishing, Dallas 1988 |
Halaman | : | 150 -- 152 |