Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Buruk Muka, Cermin Dibelah
Edisi C3I: Edisi 324 - Sukacita Natal Bagi Keluarga
Natal pertama adalah kisah "Buruk Muka, Cermin Dibelah". Firman Tuhan dalam Yohanes 1:9-11 menjelaskan, "Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya tetapi dunia tidak mengenal- Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya tetapi orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." Selama pelayanan-Nya di dunia, Tuhan Yesus tidak pernah mencuri, merampok, apalagi membunuh orang, namun Ia akhirnya mati disalib. Hanya ada satu hal yang dilakukan-Nya, yang membuat orang membenci Dia: Ia menunjukkan keburukan hati manusia. Kristus adalah Terang dan di bawah cahaya sinar-Nya, kejahatan manusia terkuak lebar. Dunia tidak (mau) mengenal-Nya, milik kepunyaan-Nya tidak (mau) menerima-Nya.
Ada banyak faktor yang membuat kita jahat. Pertama, pada dasarnya kita sudah memiliki benih kejahatan akibat dosa yang bersarang dalam hidup, sejak kita lahir ke dalam dunia. Itulah sebabnya, secara alamiah jauh lebih sukar menanam benih kebaikan daripada menanam benih kejahatan di dalam diri kita. Kedua, lingkungan berperan besar dalam pembentukan watak dan juga nurani sehingga apa pun kita awalnya, pada akhirnya kita rentan terhadap pengaruh buruk lingkungan. Ketiga, ada pula pengaruh organik/biologis yang membuat kita cenderung melakukan hal- hal yang berbahaya, sehingga kita pun lebih mudah terperosok ke dalam perilaku bermasalah yang mengandung unsur kejahatan.
Apa pun penyebabnya, kita pasti sulit untuk memastikan dan memprediksi perilaku manusia. Sebagai contoh adalah Adolph Hitler. Mungkin tidak banyak orang tahu bahwa Hitler ialah seorang pecinta musik klasik. Salah seorang komposer favoritnya adalah Richard Wagner, seorang pemusik berkebangsaan Jerman yang hidup pada abad 19. Mungkin tidak banyak juga yang tahu bahwa Hitler adalah seorang pelukis dan pernah bercita-cita untuk menjadi seorang seniman. Dua kali ia mencoba masuk ke akademi seni, namun ditolak. Akhirnya, ia tidak memilih menjadi seniman. Sebagai gantinya, ia menjadi tentara yang berlanjut ke kancah politik.
Saya pernah melihat foto lukisannya di sebuah majalah dan berdasarkan pengetahuan saya yang dangkal terhadap seni lukis, saya mengategorikan lukisan itu indah. Kesenangan Hitler adalah memasukkan wujud manusia ke dalam lukisannya. Mungkin sulit bagi kita yang mencintai seni dan musik klasik membayangkan bagaimana mungkin seorang sesama pecinta musik klasik dan seni, dapat menghabisi nyawa 6 juta manusia. Apalagi seorang seniman lukis yang bersemangat mengikutsertakan sosok manusia ke dalam kanvasnya. Bagaimanakah mungkin seorang yang berjiwa halus dan cinta keindahan, memunculkan perangai kejam tanpa nurani terhadap sekelompok manusia yang dianggapnya sebagai penyebab kemalangan di negerinya dan di seantero benua Eropa?
Banyak orang tua memasukkan anaknya ke kursus seni dan musik, dengan harapan semua itu akan menciptakan jiwa agung pada diri si anak. Masalahnya adalah tidak ada seorang pun yang dapat memastikan, bahwa si anak tidak akan bertumbuh menjadi seorang Hitler. Kita banyak mengenal orang jahat, tetapi ternyata tidak banyak yang kita ketahui tentang kejahatan itu sendiri. Kejahatan tetap menjadi misteri.
Dosa pertama yang diperbuat manusia setelah manusia pertama jatuh ke dalam dosa adalah pembunuhan. Kain, si kakak, membunuh Habel, si adik kandung. Alasan Tuhan tidak menerima persembahan Kain kemungkinan besar adalah karena ia mempersembahkannya bukan dengan ketulusan. Sebaliknya, Tuhan menerima persembahan Habel. Inilah yang membuat Kain begitu marah sehingga ia sanggup melakukan pembunuhan berencana. Ia mengajak adiknya ke padang dan si adik mengikuti ajakan si kakak, tanpa kecurigaan sedikit pun.
Saya bayangkan ajakan ke padang tentulah disertai janji untuk melakukan sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Sebab, bukankah itu yang umum dilakukan seorang kakak kepada adiknya? Di luar dugaan Habel (dan kita semua), Kain memukul Habel sampai mati. Kita yang sedikit mengerti ilmu kesehatan dan tubuh manusia, dapat memahami bahwa kematian akibat pemukulan biasanya tidak terjadi dengan sekejap. Pemukulan harus dilakukan berulang kali sampai maut menjemput nyawa -- suatu cara pembunuhan yang kejam dan menunjukkan kemarahan yang buas.
Jika kita membaca firman Tuhan dengan saksama, kita akan menemukan bahwa sebelum Kain membunuh adiknya, sesungguhnya Tuhan sudah memberinya peringatan, "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (Kejadian 4:7)
Di dalam peringatan itu, Tuhan bukan saja memintanya untuk menahan diri, namun juga untuk becermin diri -- melihat hatinya yang memang tidak tulus sebagai penyebab ditolaknya persembahan yang ia berikan kepada Tuhan. Sayangnya, bukan saja Kain tidak mendengarkan nasihat itu, ia pun berubah menjadi buas dan gelap mata. Ia malah membunuh Habel setelah menerima teguran itu, seolah-olah teguran Tuhan membuatnya lebih ganas dan haus darah. Mungkin sekali!
Saya pernah berhadapan dengan orang-orang seperti itu. Sewaktu diperingatkan, bukannya membaik dan menerima teguran dengan merendah, mereka malah membuas, menunjukkan siapakah diri yang terkandung di dalam tubuh itu. Sering kali, saya terkejut karena tidak menyangka bahwa di balik senyuman dan kemanisan, tersimpan sesuatu yang pahit dan beracun. Dan, yang pahit dan beracun itu justru terkuak setelah diberikan peringatan.
Peringatan Tuhan kepada Kain adalah sebuah cermin -- permintaan untuk menatap diri. Sayangnya, kita tidak terbiasa menggunakan cermin untuk menatap diri; kita justru memakainya untuk bersolek/mempercantik diri. Sesungguhnya, cermin adalah alat untuk melihat dan menerima diri apa adanya. Cermin bukanlah alat untuk mempercantik diri; sebaliknya, cermin hanyalah alat untuk mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kita tidaklah secantik itu. Cermin menyadarkan kita bahwa apa pun itu yang sedang kita tambahkan atau kurangi pada wajah, sesungguhnya bukanlah bagian alamiah dari wajah itu sendiri.
Habel adalah cermin bagi Kain. Malangnya, begitu buruk muka dipandang, cermin yang bernama Habel pun 'dibelah'. Sesuatu yang jahat selalu menuntut untuk bersembunyi dalam gelap, supaya ia dapat terus bersemayam di dalam gua hati yang kelam. Ia menolak sinar, sebab sinar memaksanya untuk melihat diri -- yang jahat. Itulah sebabnya tatkala sinar datang, apa pun akan dilakukannya untuk memadamkan terang itu, apa pun dan sejahat apa pun.
Natal adalah peringatan. Sebab, Anak Allah sudah datang bukan saja untuk membeberkan dosa, melainkan juga untuk menebus hukuman dosa. Malanglah mereka yang terlanjur membelah "cermin" peringatan ini, sebab mereka tidak akan sempat menerima penebusan hukuman dosanya. Berbahagialah kita yang merendahkan diri untuk melihat buruk muka, namun tidak membelah cermin.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | TELAGA.org |
Alamat URL | : | http://www.telaga.org/blog/buruk_muka_cermin_dibelah |
Penulis | : | Pdt. Dr. Paul Gunadi |
Tanggal akses | : | 2 November 2012 |