Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Komitmen dalam Pernikahan

Edisi C3I: e-Konsel 314 - Pernikahan yang Kuat

Diringkas oleh: Sri Setyawati

Salah satu ciri pernikahan kristiani adalah memiliki komitmen secara total. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata komitmen berarti perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Pernikahan kristiani bukanlah hubungan "kumpul kebo" tanpa ikatan, melainkan hubungan seorang pria dan wanita yang diikat oleh perjanjian seumur hidup dan komitmen secara total yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hubungan pernikahan itu menggambarkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya (baca Efesus 5:21-23). Kristus telah mengurbankan diri-Nya dan mengasihi umat-Nya tanpa pamrih, serta berjanji untuk selalu menyertai umat-Nya (Matius 28:20). Dalam 1 Korintus 13:4-7, Rasul Paulus mengajarkan agar suami istri saling mengasihi (Efesus 5:28-30) seperti Yesus Kristus yang telah mengasihi umat-Nya. Suami istri yang bersatu dengan Kristus adalah satu anggota tubuh Kristus (1 Korintus 12:27).

Komitmen total seperti yang telah Yesus Kristus lakukan dalam kehidupan dan kematian-Nya, hendaknya diterapkan juga dalam pernikahan kristiani. Suami istri hendaknya berkomitmen untuk saling mengasihi dan memerhatikan pasangan, apa pun yang terjadi.

Elizabeth Achteimeier dalam buku "The Committed Marriage" menyatakan pernikahan kristiani seharusnya memunyai komitmen dalam enam hal: komitmen secara total, komitmen untuk menerima, komitmen secara eksklusif, komitmen terus-menerus, komitmen yang bertumbuh, dan komitmen yang berpengharapan. Dengan adanya komitmen dalam keenam hal ini, kehidupan pernikahan suami istri akan lebih berhasil.

1. Pernikahan kristiani harus memiliki komitmen secara total. Hal ini berarti pasangan menyerahkan diri secara menyeluruh dalam hubungan pernikahan. Dengan demikian, masing-masing pihak berprinsip: "Apa pun yang terjadi, kita akan tetap mempertahankan pernikahan ini." Dedikasi secara total berarti bersedia mendampingi meskipun dalam hal-hal yang tidak menguntungkan, mau menyelesaikan masalah, dan melakukannya dengan pertolongan Kristus yang menyertai kedua pasangan. Pernikahan yang berhasil tidak otomatis terwujud, ini tercapai hanya karena anugerah Allah dan hasil upaya bersama dari suami istri.

2. Pernikahan kristiani adalah pernikahan yang memunyai komitmen untuk menerima. Suami mau menerima keberadaan istri sepenuhnya, lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pasangan kita itu bukan Anda, ia diciptakan menurut rupa Allah bukan rupa kita. Jadi, jangan berusaha untuk menjadikannya seperti kita. Dan, pasangan kita diharapkan untuk terus berubah menyerupai Kristus, bukan menyerupai kita. Maka dari itu, menerima apa pun keberadaan pasangan harus dilakukan dengan komitmen yang sungguh.

Selain menerima berbagai kelebihan pasangan, belajar untuk menerima ketidaksempurnaan pasangan juga harus terus dilakukan. Namun, ini tidak berarti kita harus menerima kebiasaan buruk atau perbuatan kriminal pasangan kita. Kedua hal itu harus diubah atau bahkan dibuang. Selain menerima, dalam pernikahan kristiani juga harus memberi. Tetaplah memberi, sekalipun Anda berpikir pasangan Anda tidak layak menerima kasih Anda. Sikap seperti ini mencerminkan kasih Kristus yang Ia berikan kepada umat yang sebenarnya juga tidak layak menerima kasih-Nya. Kasih yang Yesus Kristus ajarkan adalah kasih yang diberikan tanpa paksaan dan diwujudkan dalam bentuk penyerahan. Kasih diwujudkan dalam hal memberi. Ini mencakup pemberian kebebasan kepada pasangan untuk menjadi dirinya sendiri, kreatif, unik, dan berkembang.

3. Pernikahan kristiani memiliki komitmen secara eksklusif. Dalam pernikahan kristiani, suami istri tidak boleh dibagi dengan orang lain. Masing-masing pihak, suami dan istri, tidak diperbolehkan melakukan zinah dan memiliki wanita atau pria idaman lain, serta melakukan hubungan homoseksual atau lesbian (Keluaran 20:14 dan Roma 1:26-27).

Dalam kenyataan, banyak pernikahan yang hancur karena hadirnya pihak ketiga. Oleh karena itu, jangan biarkan pihak ketiga hadir dalam pernikahan Anda, bahkan sekalipun Anda tidak melakukan hubungan intim dengannya. Juga, jangan biarkan kehadiran anak memisahkan kesatuan Anda dengan pasangan. Jangan menggunakan anak sebagai alasan untuk membiarkan suami merasa kesepian. Jika hal ini terjadi, suami akan lebih mudah mencari hiburan dari orang lain.

4. Pernikahan kristiani memunyai komitmen yang terus-menerus. Pernikahan itu seumpama seorang bayi yang terus mengalami perkembangan. Oleh karena itu, pernikahan kristiani menuntut adanya komitmen yang terus-menerus, untuk menjaga kehidupan pernikahan di tengah berbagai perubahan yang terjadi.

Seperti kasih Kristus kepada umat-Nya yang tidak hanya sekali, namun terus berkelanjutan, demikian jugalah hendaknya komitmen dalam pernikahan kristiani -- tidak berubah, namun justru semakin kuat dalam setiap tahap kehidupan.

5. Pernikahan kristiani memiliki komitmen yang bertumbuh. Komitmen ini semakin lama semakin dalam dan dewasa karena akan melewati liku-liku perjalanan hidup bersama-sama. Proses pendewasaan pernikahan terkadang mudah dilalui dan terkadang sulit ditempuh, sehingga pasangan terkadang perlu memperbarui komitmen sebelumnya dan terus-menerus mempererat hubungan dengan pasangannya.

Pernikahan yang bertumbuh hanya dapat diciptakan oleh pasangan yang mandiri, yang tidak lagi bergantung kepada orang tua, dan yang tidak bergantung pada orang lain untuk memenuhi kepuasan emosional dan seksualnya. Suami istri memang sebaiknya saling bergantung, namun bukan berarti masing-masing pihak dituntut untuk memenuhi seluruh kebutuhan pasangannya baik secara jasmani, rohani, dan kejiwaan. Hanya Tuhan yang sanggup memberikan kepuasan total bagi kita. Oleh karena itu, suami istri perlu mengembangkan diri semaksimal mungkin sesuai dengan rencana Tuhan, sehingga hidup mereka dapat berarti dan dapat merasakan kepuasan hidup.

Pernikahan kristiani yang bertumbuh juga hanya dapat terjadi dalam pernikahan pasangan dewasa. Artinya, itu hanya akan terjadi dalam pernikahan yang saling memerhatikan kepentingan pasangan, peka terhadap pasangannya, mau berkorban demi kebaikan pasangan, bertanggung jawab, menjaga harga dirinya sendiri, dan mengembangkan talenta diri. Itulah dasar kedewasaan yang sejati. Dengan kata lain, pernikahan yang berkembang tidak lagi memikirkan "saya", tetapi "kita". Masing-masing perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasangan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan, waktu, emosi, dan cinta kasih. Seandainya suami lebih senang bekerja hingga larut malam, seyogianya suami tidak selalu tidur terlalu malam agar istri tidak merasa kesepian karena harus tidur sendirian. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus memiliki kebijaksanaan untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya. Demikian juga dalam hal hubungan kita dengan anggota keluarga yang lain.

Pernikahan yang berkembang bukanlah pernikahan yang terasa manis pada beberapa bulan pertama pernikahan saja, melainkan pernikahan yang bahkan semakin manis seiring berjalannya waktu. Untuk mencegah timbulnya rasa jenuh dalam pernikahan, Anda perlu secara teratur menyediakan waktu khusus untuk memperbarui kasih Anda. Misalnya dengan berlibur bersama, membiasakan diri untuk berbagi cerita setiap hari, atau mengikuti program yang dapat memupuk kasih suami istri (marriage enrichment). Hal ini sesuai dengan isi firman Tuhan dalam Efesus 4:13 (versi BIS), "Dengan demikian kita semua menjadi satu oleh iman yang sama dan pengertian yang sama mengenai Anak Allah. Dan kita menjadi orang-orang yang dewasa yang makin lama makin bertambah sempurna seperti Kristus."

6. Pernikahan kristiani memiliki komitmen yang berpengharapan. Meskipun kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depan kita, namun tetaplah memiliki pengharapan di dalam Kristus. Suami/istri yang merasa pernikahannya tidak berpengharapan, tidak akan berusaha untuk mempertahankan pernikahannya lagi, sehingga pernikahannya akan hancur dengan lebih cepat. Tugas kita dalam pernikahan adalah memberikan diri kita kepada pasangan dalam kasih dengan penuh pengharapan, sama seperti Yesus Kristus yang memberikan diri-Nya kepada umat-Nya. Pengharapan kita semata-mata hanya karena Kristus dan di dalam Kristus.

Bagaimana dengan komitmen Anda berdua terhadap pernikahan Anda? Selamat berbahagia dan tetaplah pegang teguh komitmen Anda!

Diringkas dari:

Judul buku : Bimbingan Pranikah -- Buku Kerja bagi Pasangan Pranikah
Judul bab : Komitmen secara Total
Penulis : Dr. Vivian A. Soesilo
Penerbit : Literatur SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara), Malang 1998
Halaman : 26 -- 32

Komentar