Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Menghadapi Kematian Anggota Keluarga
Edisi C3I: edisi - 383 Mendampingi Orang yang Berduka
Pertanyaan: Adik perempuan saya yang bungsu meninggal. Kematiannya sangat memengaruhi seluruh kehidupan keluarga kami, termasuk kehidupan saya sendiri. Mengapa Tuhan mengizinkan dia meninggal?
Dalam pengalaman kita sehari-hari, kita sering bertanya, "Mengapa?" Tidak ada pertanyaan lain yang lebih sering tercetus dari mulut kita daripada pertanyaan tersebut! Namun demikian, "mengapa" adalah sebuah pertanyaan yang tidak dapat sepenuhnya dijawab oleh seseorang. Mengapa Tuhan mengizinkan adik Anda meninggal? Bapak tidak dapat berkata apa-apa.
Bapak sendiri masih berusia 10 tahun ketika untuk pertama kalinya terjadi kematian dalam keluarga bapak. Ayah meninggal dunia beberapa jam sebelum bapak tiba di rumah dari asrama British di Argentina. Bapak tidak tahu apa yang sedang terjadi ketika bapak melangkah keluar dari gerbong kereta api dan berlari menuju ke rumah. Akan tetapi, ketika bapak sudah dekat rumah, bapak mendengar suara rintih tangis.
Sanak keluarga berusaha mencegat bapak ketika bapak berlari menerobos pagar rumah dan masuk ke dalam rumah. Bapak mendesak masuk melewati mereka dan sudah berada di dalam. Ibu belum mengetahui bahwa anaknya sudah pulang. Air mata menggenangi pelupuk mata bapak ketika bapak melihat mayat ayah terbaring di depan bapak.
Saat itu, bapak merasa benar-benar terpukul oleh kematian ayah. Dunia ini seolah-olah hancur lebur dan membingungkan. Bapak marah terhadap segala sesuatu dan kepada setiap orang. Ini tidak adil, bapak pikir. "Mengapa ayah tidak meninggal pada usia lanjut seperti ayah-ayah lainnya?"
"Mengapa?" Kita semua bergumul dengan pertanyaan tersebut pada suatu waktu dalam kehidupan kita. Hanya Tuhanlah yang tahu mengapa adik Anda meninggal pada usia yang masih muda. Mungkin Tuhan hendak membebaskan dia dari penderitaan atau ketidakadilan pada masa depannya. Akan tetapi, siapakah Bapak ini yang berkata-kata demikian? Kalau Tuhan adalah Tuhan, bagaimanakah Bapak dapat menerangkan jalan-jalan-Nya?
Tuhan telah menyatakan: "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu" (Yes. 55:9). Kita tidak dapat memahaminya.
Dari Alkitab Perjanjian Baru, kita mengetahui bahwa dua dari murid-murid-Nya dipenjarakan (Kis. 12:1-11). Secara ajaib, Tuhan membebaskan Rasul Petrus, tetapi mengizinkan Rasul Yakobus dibunuh. Mengapa? Alkitab tidak menjelaskannya. Allah mahakuasa. Dia dapat saja mencegah kematian Rasul Yakobus. Akan tetapi, untuk sebab-sebab tertentu yang tidak kita tahu, Dia tahu, lebih baik tidak mencegahnya.
Tidak seorang pun mengetahui kapan kematian akan datang, tetapi kita semua mengakui bahwa kematian pasti akan datang. Ada yang berkata, "Orang muda dapat meninggal dunia, orang tua harus." Alkitab juga mengingatkan: "... sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi" (Ibr. 9:27).
Kematian adik perempuan Anda datang pada usianya yang masih muda. Giliran Anda pun akan tiba sebelum Anda mengetahuinya. Kematian selalu datang terlalu cepat. Kita dirancang untuk menikmati kekekalan.
Ketika kematian datang, kadang-kadang kita mengepalkan tinju kepada Tuhan dalam keputusasaan. Alangkah buruknya perbuatan tersebut. Tuhan juga membenci kematian. Dia bahkan lebih membencinya daripada Anda atau Bapak sendiri.
Jika Anda menanggapi kematian adik Anda dengan serius, seperti yang Anda rasakan, perkenankan hal itu membawa Anda jauh lebih dekat kepada Tuhan dan rencana-Nya bagi Anda. Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa. Dia menghendaki semua orang berpaling kepada-Nya dan menerima kehidupan kekal yang ditawarkan-Nya. Dari Alkitab, kita mengetahui: "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Rom. 6:23). Terimalah pemberian-Nya pada hari ini juga.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Pertanyaan yang Sulit Akan Dijawab |
Judul asli artikel | : | Pasal 23 |
Penulis artikel | : | Luis Palau |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1999 |
Halaman | : | 110 --113 |
Sumber: e-Konsel 383 |