Spiritisme dan Dunia Orang Mati (Bag. 2)

2. Spiritisme Menurut Alkitab

Spiritisme

Bagaimana Alkitab berbicara mengenai praktik-praktik spiritisme baik yang berkembang di kalangan tradisi dan budaya suku-suku asli, modern dan di kalangan Kristen yang dibahas pada bagian sebelum ini? Dan apakah Alkitab merestui atau tidak praktik demikian dan apa sebabnya? Masalah inilah yang perlu kita selidiki dalam terang Alkitab agar kita dapat dengan jelas bersikap akan adanya pengajaran Dunia Orang Mati.

Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa spiritisme yaitu berhubungan dengan arwah atau roh orang mati dilarang bahkan yang melakukannya dikenakan hukuman keras sekali. Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, larangan itu dinyatakan secara jelas sekali dan tidak ada celah bahwa praktik spiritisme boleh dilakukan. Bagaimanakah sebenarnya sikap Perjanjian Lama dalam hal berhubungan dengan arwah atau roh orang mati?

1. Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama ada kesan bila seseorang meninggal, maka arwah atau rohnya akan tetap hidup dan akan menunggu di Hades dan tidak berkeliaran ke mana-mana. Yang jelas tidak disebutkan bahwa roh itu masih bisa berhubungan dengan orang hidup (memang ada kasus Saul di Endor yang akan dibahas kemudian). Banyak ayat-ayat sedini kitab Keluaran menyebutkan larangan berhubungan dengan arwah/roh itu. Musa melarang dengan keras mereka yang mencari dan berhubungan dengan arwah atau roh peramal:

"Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan ... Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN Allahmu." (Im. 19:26b, 31)

Yang melakukan praktik demikian dianggap melakukan perzinaan rohani dan patut dihukum mati.

"Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzina dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya." (Im. 20:6)

"Di antaramu janganlah didapati seorang pun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi penenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantra, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu." (Ul. 18:10-12).

Para medium, penenung dan ahli sihir harus dibunuh:

"Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup." (Kel. 22:18)

"Apabila seorang laki-laki atau perempuan dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka harus dilontari dengan batu dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri." (Im. 20:27)

Samuel menyebutnya sebagai kedurhakaan dan menolak Tuhan:

"Sebab pendurhakaan sama dengan dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti dosa bertenung." (1Sam. 15:23a)

Raja Saul menyingkirkan para pemanggil arwah:

"Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal." (1Sam. 28:3b)

Raja Manasye telah mendukakan Tuhan dengan praktik ini:

"Bahkan, dia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Dia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga dia menimbulkan sakit hati-Nya." (2Raj. 21:6)

Demi menaati Taurat Raja Yosia menghapuskan praktik spiritisme di tanah Yehuda:

"Para pemanggil arwah, dan para pemanggil roh peramal, juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan yang terlihat di tanah Yehuda dan di Yerusalem, dihapuskan oleh Yosia dengan maksud menepati perkataan Taurat yang tertulis dalam kitab yang telah didapati oleh imam Hilkia di rumah TUHAN." (2Raj. 23:24)

Nabi Yesaya melarang praktik spiritisme:

"Dan apabila orang berkata kepada kamu: 'Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,' maka jawablah: 'Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup? (Yes. 9:19, band. 19:3).

Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama ada larangan berhubungan dengan arwah/roh orang mati secara jelas. Dan bukan hanya dilarang tetapi yang melakukan dan penenung yang menjadi medium akan dihukum mati. Bagaimana dengan situasi ini dalam Perjanjian Baru?

2. Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru ada indikasi seperti dalam Perjanjian Lama bahwa orang yang mati, rohnya akan tetap hidup tetapi mereka tidak beristirahat di satu tempat dan perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin menunjukkan bahwa mereka akan dipisahkan. Yang bertobat ke tempat yang sejuk dan yang tidak bertobat ke tempat yang panas.

"Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari dia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati lalu dikubur. Dan sementara dia menderita sengsara di alam maut dia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya." (Luk. 16:19-23)

Jangan ikut ambil bagian dalam perbuatan kegelapan yang tidak menghasilkan buah, sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. (Efesus 5:11, AYT)


FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Dari ayat-ayat di atas diketahui bahwa berbeda dengan masa Perjanjian Lama di mana roh orang mati seakan-akan dikumpulkan di satu tempat dan menunggu, dalam Perjanjian Baru disebut ada dua tempat yang satu disebut sebagai "Pangkuan Abraham" dan yang lain di "alam maut" yang terasa panas. Itulah sebabnya dapat dimaklumi mengapa Tuhan Yesus pada waktu di antara kematian dan kebangkitannya pergi ke penjara, tempat di mana roh-roh pada zaman Nuh tidak taat kepada Allah. (1Pet. 3:19-20)

Kelihatannya peristiwa itu menunjuk juga pada masa Perjanjian Lama karena berkisar tokoh Abraham dan Yesus belum berfungsi sebagai penebus dan membuka Perjanjian Baru. Jadi baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru kelihatannya sudah ada pemisahan tempat antara orang yang benar dan orang yang jahat.

Dalam perumpamaan di atas dapat diketahui bahwa roh orang mati masih mempunyai kesadaran dan perasaan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa atau dalam keadaan statis/stagnasi.

Pada saat Yesus disalib, dia mengatakan pada salah seorang penjahat di sebelahnya bahwa dia akan dibawa ke firdaus:

"Kata Yesus kepadanya: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di firdaus." (Luk. 23:43)

Mungkin istilah "pangkuan Abraham" sama dengan "firdaus" yang digambarkan di atas, dan dari kesaksian Stefanus kita melihat penglihatan kemuliaan surgawi:

"Namun, Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kis. 7:55-56)

Lalu, dapatkah manusia hidup mengadakan hubungan dengan roh orang mati, atau sebaliknya? Dari konteks perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin terlihat bahwa hal itu tidak dimungkinkan karena dikatakan:

"Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya dia memperingati mereka sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Namun, kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksiannya itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengar kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.' (Luk. 16:27-31)

Dari perumpamaan itu jelas bahwa hubungan itu tidak mungkin dilakukan sebab di dunia sudah ada firman Tuhan dan orang yang tidak bertobat karena firman tidak mungkin akan bertobat "sekalipun" ada mukjizat kebangkitan orang mati. Rasul Paulus menyebut agar tidak mengikuti roh-roh penyesat:

"Namun, Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran-ajaran setan-setan." (1Tim. 4:1)

Jemaat di Efesus dengan latar belakang kegelapan spiritisme harus meninggalkan praktik itu:

"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuah apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Ef. 5:11)

Rasul Yohanes mengatakan bahwa mereka yang melakukan praktik demikian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga:

"Namun, anjing-anjing dan tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar." (Wah. 22:15)

Perjanjian Baru menutup kemungkinan hubungan antara orang hidup dan roh orang mati, karena itu apa pun motivasinya baik untuk minta petunjuk maupun untuk memberi nasihat atau petunjuk pada arwah haruslah dihindari agar kita tidak mendukakan Tuhan.

Bersambung ke artikel : Bolehkah Berhubungan dengan Orang Mati

 

Unduh Audio

 

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama Milis : Milis Ayah Bunda
Alamat milis : subscribe-i-kan-ayahbunda@XC.Org
Penulis artikel : Yohanes Santosa