Dampak Negatif Permainan Ding-dong

Walaupun artikel ini ditulis tahun 1993, tetapi secara prinsip, isi dari artikel ini masih sangat relevan dengan keadaan sekarang (dengan berbagai jenis permainan lain seperti Sega, PlayStation, Komputer, dll.). Silakan simak pendapat, saran dan komentar- komentarnya, kami yakin ada manfaat yang dapat Anda ambil.

DAMPAK NEGATIF PERMAINAN DING-DONG:
Anak-anak yang Ketagihan Menjadi Malas Belajar

Munculnya pendapat yang pro dan kontra terhadap sesuatu yang baru, adalah hal yang wajar. Demikian pula dengan permainan video games, ding-dong yang kini bertebaran di banyak tempat di kota-kota besar. Permainan yang tampaknya diminati anak-anak, termasuk kalangan pelajar. Dan permainan yang sejenis itu, ternyata telah pula dimiliki oleh mereka yang tergolong mampu.

Peralatan elektronik dengan berbagai bentuk permainan, mulai dari pertempuran di ruang angkasa sampai pertarungan antara ksatria perkasa dengan si jahat, memang menarik perhatian anak-anak, pelajar SD sampai SMTA, bahkan juga sebagian orang tua. Bermain ding-dong, sangat mengasyikkan jika dilakukan pada saat iseng. Berarti, yang mempunyai waktu luang dan cukup uang, dapat bermain sepuas-puasnya. Hanya saja, untuk sekali bermain harus disediakan koin bernilai Rp 300,- sampai Rp 500,-

Lama-kelamaan, permainan yang cukup mengasyikkan ini, membuat anak- anak ketagihan. Permainan yang sekaligus melatih mata serta keterampilan tangan dalam menekan tombol-tombol agar bisa menang, ternyata disebutkan, lebih banyak menimbulkan akibat negatif ketimbang yang positif.

Ny. Mindamora, guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) SMAN 8, Jalan Bukit Duri Jakarta Selatan mengungkapkan, warna-warna pada mesin ding-dong itu sangat kontras. Jadi, kalau mata terus memandang pada layar monitornya, malah bisa silau dan memusingkan. Jika memandang terlalu lama pada layar itu, mata bisa cepat rusak.

Bagi anak-anak TK, SD dan SMP, pantaslah jika mereka tertarik pada permainan yang fantastis tersebut. Sebab, permainan itu sesuatu hal yang baru bagi mereka, tutur Mindamora lebih jauh. Tetapi bagi pelajar SMA, permainan itu agaknya sudah tak terlalu menarik. Sebaliknya, mereka lebih tertarik pada permainan biliar, yang memerlukan perhitungan tepat. Namun itupun hanya berlaku bagi pelajar SMA yang masih banyak santainya.

Hal itu dibenarkan pula oleh guru BP SMAN 8 yang lain, Dra. Ny. Susintowati. Ia mengutip komentar Ketua Umum OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), SMAN 8 yang mengatakan, permainan tersebut sudah tidak menarik. Ketika di SMP, memainkan ding-dong mungkin karena ingin tahu. Tetapi setelah di SMA, siswa sudah tak berminat karena waktu luang yang makin sempit. Juga terlalu banyak menghamburkan uang, padahal uang saku yang diterima dari orang tua terbatas.

Memang, ada permainan yang menyajikan sesuatu yang menggiurkan. Berdasarkan cerita sejumlah murid, ada permainan ding-dong yang selalu dikerubungi orang banyak. Pasalnya, bila pemain menang dan skornya tinggi, ada bonus berupa munculnya gambar wanita cantik di layar. Bila pemainnya menang lagi, maka gambar berikutnya akan lebih menarik lagi.

DISIPLIN

"Kami tidak melarang anak-anak memiliki dan bermain video games atau ding-dong. Terlebih lagi, jika untuk bermain itu, tidak diperlukan biaya. Cuma kadang-kadang, anak-anak tidak bisa mengontrol waktu. Mereka merasa baru saja mulai bermain, tetapi ternyata sudah dua jam," kata Dra. Christina Maria Prasetyowati, Staf Pengajar BP SMPK Santa Maria Fatima kepada Pembaruan di Jakarta.

Bila si anak bisa mengatur waktu, kapan dapat bermain dan kapan harus belajar, saya kira tidak ada masalah. Permainan itu bisa dilakukan di waktu senggang seperti petang hari, setelah mandi. Yang penting dan perlu diperhatikan, harus ketat dan disiplin dalam pengaturan waktu bermain. Berarti, perlu bantuan dari orang tua untuk mengawasi, katanya lagi.

Permainan ini, sebenarnya tidak menambah kecerdasan anak. Yang lebih berperan dalam permainan tersebut ialah kebiasaan. Dengan begitu, anak yang sudah terbiasa bermain, akan lebih lancar karena ia sudah mengetahui teknik-tekniknya.

KETAGIHAN

Yang jelek dari permainan ding-dong ialah anak-anak harus mengeluarkan uang. Jelas itu merugikan. Paling tidak si anak memerlukan dana untuk bermain. Tidak mengherankan kalau uang jajan mereka, akan habis di tempat ding-dong.

Secara umum, permainan tersebut akan memberikan dampak tertentu pada sikap anak, yakni malas belajar. Entah itu cepat atau lambat. Tentu saja, kalau sampai si anak terlalu sering bermain, ia akan menjadi ketagihan. Kalau sampai si anak ketagihan bermain dan ternyata tidak mempunyai uang, bukan mustahil ia akan mencari uang dengan jalan yang tidak benar, seperti mencuri.

AF Ratri Murtiningsih, Staf Pengajar BP SMP Yayasan Perguruan Cikini malah mengatakan kepada Pembaruan bahwa permainan ding-dong sangat berkaitan dengan uang. Permainan ini apapun alasannya, tidak bisa ditoleransi. Kehadirannya tidak baik bagi para pelajar. Bisa saja anak menjadi seorang pencuri, penodong, suka ngompas karena ketagihan bermain ding-dong. Kalau keinginan bermain muncul, dan tidak mempunyai uang, maka pelajar yang bersangkutan mungkin saja akan melakukan tindakan negatif seperti disebutkan di atas, kata Murtiningsih. Jika permainan itu tidak memerlukan pengeluaran uang, ada positifnya bagi anak. Paling tidak, ia akan lebih tangkas, teliti dan terlatih berkonsentrasi. Walaupun begitu, keasyikan bermain bisa membuat anak malas belajar.

"Pada prinsipnya saya tidak setuju dengan permainan ding-dong. Sebaiknya permainan ini ditiadakan saja. Saya sama sekali tidak melihat sisi yang positif dari permainan ini. Malahan permainan ini bisa dimasukkan pada golongan permainan judi," jelas Murtiningsih.

Dan kemungkinan tersebut di atas bisa saja terjadi, walaupun untuk membuktikan diperlukan suatu penelitian. "Kendati begitu, saya pikir ada juga sedikit segi positifnya. Anak menjadi lebih tangkas dan lebih teliti," kata Dra. Christina Maria Prasetyowati.

DIBATASI

Tak dapat disangkal, permainan ding-dong sangat disenangi anak-anak dan remaja. Sebab permainan ini sudah berlangsung di beberapa tempat, maka usaha, yang bisa dilakukan sekolah ialah mengelimir pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan. Jika lokasi tempat permainan ding-dong ini dekat sekolah, memang sulit mengawasi anak- anak.

Menurut Sri Hartati, dengan kesibukan murid-murid, pengaruh permainan tersebut bisa dikurangi. Murid-murid setelah pulang sekolah, hanya sempat makan siang, sebagian besar mengikuti les di luar. Sore menjelang magrib, mereka pulang makan dan mengerjakan PR (pekerjaan rumah), kemudian belajar untuk menghadapi pelajaran besok pagi. Kalau tidak begitu pasti mereka ketinggalan pelajarannya.

"Untuk memberantas memang agak sulit. Jika mesin-mesin itu dihilangkan begitu saja, tentu tidak bisa. Kecuali bila ada peraturan dari pemerintah tentang permainan macam apa yang bisa masuk ke Indonesia, dan dipertegas yang boleh dan yang tidak boleh. Pihak yang menjual dan mengedarkan mesin-mesin itu, harus diawasi," kata Dra. Ny. Susintowati.

"Ya, paling tidak sekolah memberikan pedoman nilai-nilai yang baik dan buruk pada para pelajar. Ini bisa dilakukan pada pelajaran bimbingan karir, lewat pelajaran agama. Atau bisa juga pada pelajaran ekonomi dan koperasi, sebab dalam pelajaran ini anak mendapat pelajaran tentang pengaturan uang agar tidak boros, baik untuk pemasukan maupun pengeluaran," jelas Susintowati lagi.

Sebenarnya pihak sekolah juga bisa mencoba berkomunikasi dengan pengusaha yang membuka permainan tersebut, agar mereka melarang atau melaporkan bila ada pelajar yang masih berpakaian seragam, bermain di tempatnya.

"Ini cuma teoritis saja. Dalam praktek, saya ragu ini bisa dijalankan," kata Murtiningsih.

Pihak sekolah dapat pula melakukan pendekatan ke pemerintahan daerah untuk melarang atau membatasi pembukaan tempat permainan ding-dong. Kalau lokasinya berdekatan dengan sekolah, pemerintah bisa dihimbau agar tempat permainan itu dipindahkan.

Yang menjadi persoalan sekarang, bila tempat bermain ding-dong tersebut sudah beroperasi. Himbauan dari sekolah barangkali akan dijawab: "Untuk sementara informasi itu ditampung dan diperhatikan". Sejauh mana realisasinya, terkadang tak pernah menjadi kenyataan.

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
e-BinaAnak (Edisi 110)
Penerbit: 
--