Orang Tua Tunggal

Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman modern sekarang ini. Fenomena ini tercatat telah meningkat dari 13% di tahun 1970 menjadi 26% di tahun 1984[1]. Menurut data tersebut, diperkirakan 1 dari 5 anak di Amerika mengalami sebagian masa kanak-kanaknya dalam keluarga dengan orang tua tunggal[2] dan diperkirakan sejak tahun 1990, bahwa lebih dari 50% anak yang dilahirkan saat ini akan menghabiskan sebagian masa kanak-kanaknya dalam keluarga dengan orang tua tunggal[3].

Orang tua tunggal

Penggambaran tertulis pertama tentang keluarga yang tidak lengkap dan agak suram terdapat di kitab Kejadian. Hagar dan Ismail diusir dari rumah Abraham karena kecemburuan Sara. Ismail tumbuh menjadi "orang liar yang tangannya menentang setiap orang dan tangan setiap orang menentangnya."

Saat ini keluarga dengan orang tua tunggal memiliki serangkaian masalah khusus. Hal ini disebabkan karena hanya ada satu orang tua yang membesarkan anak. Bila diukur dengan angka, mungkin lebih sedikit sifat positif yang ada dalam diri suatu keluarga dengan satu orang tua dibandingkan keluarga dengan orang tua lengkap. Orang tua tunggal ini menjadi lebih penting bagi anak dan perkembangannya, karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk saling menopang.

Ada semacam kekhawatiran dalam keluarga dengan orang tua tunggal dimana orang tua tersebut harus bekerja sekaligus membesarkan anaknya. Seorang yang menjadi orang tua tunggal harus memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan juga keuangan, berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus, serta mengendalikan kemarahan atau depresi yang dialami oleh anaknya maupun dirinya sendiri. Orang tua yang demikian mengalami masalah karena terkucil secara sosial dari kelompok orang tua yang masih lengkap (berpasangan). Semuanya ini memperberat tugas sebagai orang tua tunggal.

Seorang ibu dapat menjadi orang tua tunggal mungkin karena kematian suaminya atau perceraian, dan beberapa ibu tentu tidak pernah menikah lagi, termasuk mereka yang memilih menjadi ibu tunggal. Saat ini perceraian menjadi cara yang umum untuk menjadi orang tua tunggal. Ibu yang bercerai lebih banyak memiliki kesulitan dalam masalah kekuasaan dan kedisiplinan. Beberapa ibu menjelaskan tentang beratnya mengemban tugas tersebut. Para ibu ini mungkin terpaksa mulai bekerja di luar rumah untuk pertama kalinya guna memenuhi kebutuhan keuangan keluarganya dengan gaji pertama yang tidak begitu banyak. Beberapa di antaranya juga tidak dapat lagi menggantungkan kebutuhan keuangan dan emosionalnya ke mantan suami. Kita tahu bahwa kurang dari 50% ayah yang bersedia untuk menanggung biaya hidup anaknya setelah perceraian[4].

Ada satu perubahan tambahan yang terjadi dewasa ini, yakni para ibu yang telah menjanda, bercerai atau ditinggalkan suaminya, biasanya kembali ke rumah orang tua mereka. Saat ini semangat kemandirian membuat mereka ingin menjalani semuanya sendirian. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak akan menjadi lebih baik jika tinggal di rumah bersama minimal dua orang dewasa, tidak peduli apakah orang dewasa yang lain itu adalah nenek, kakak, pasangan (suami baru), atau bahkan teman wanita dari ibunya sendiri[5].

Pria yang menjadi orang tua tunggal mungkin sangat tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Namun berkat kehadiran peralatan rumah tangga berteknologi modern, mereka dapat belajar dengan lebih cepat untuk mengerjakan tugas-tugas yang biasa dilakukan para wanita. Sering kali ayah yang menjadi orang tua tunggal mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga itu mudah dan tidak terlalu penting. Peralatan rumah tangga itu mudah digunakan. Sebaliknya, banyak wanita harus berjuang untuk belajar bagaimana memperbaiki saluran air atau memasang papan nama. Tugas-tugas ini, yang tidak ada buku petunjuknya, harus dikerjakan dengan cara yang kebanyakan tidak pernah dipelajari wanita sebelumnya.

Ibu yang bercerai sering kali terlalu dibebani -- tidak punya uang untuk menikmati hidup, dan tak bisa memikirkan dirinya sendiri karena terlalu banyak pikiran yang tercurah untuk anak-anaknya. Tidaklah mengherankan jika mereka akhirnya menjadi depresi!

Jika Anda adalah orang tua tunggal, kami menyarankan supaya Anda mencari pilihan-pilihan baru, termasuk teman-teman dan/atau seorang konselor profesional dalam hidup Anda sendiri[6]. Carilah kegiatan untuk anak Anda yang melibatkan anak-anak lain dan orang-orang yang bisa memberi dukungan bagi Anda dan anak Anda. Carilah figur yang dapat menggantikan peran salah satu orang tua yang saat ini hilang untuk anak Anda dan juga aturlah waktu untuk mengunjungi suatu keluarga yang lengkap sehingga anak Anda dapat melihat seperti apa sebenarnya keluarga itu. Bergabunglah dengan perkumpulan/klub orang tua tunggal untuk mendapatkan dukungan dari teman-teman yang mengalami hal yang sama dengan Anda dan juga tips untuk menjadi orang tua tunggal. Bergabunglah dalam kegiatan di gereja dan sekolah. Ingatlah ada banyak orang tua tunggal di lingkungan kita saat ini sehingga banyak perkumpulan dengan berbagai tujuan, misalnya klub pendaki gunung atau paduan suara gereja selalu melibatkan juga para orang tua tunggal.

Kami juga menyarankan supaya Anda memiliki catatan harian untuk menjernihkan pikiran dan kemajuan Anda. Dengan demikian, kebutuhan Anda sendiri juga tetap dapat diperhatikan sehingga Anda bisa cukup sehat untuk menjalankan peran sebagai orang tua dan mempertimbangkan hidup bersama orang lain serta hidup sejenak dengan orang tua tunggal lainnya. Dengan demikian, Anda tidak hanya memikirkan masalah uang, sumber penghasilan, dan tugas merawat anak, namun Anda juga dapat menghindari kemungkinan untuk terjebak menjadi seorang ibu yang kesepian di rumah yang Anda sewa. Karena keterkucilan dapat menjadi masalah terbesar bagi Anda, kami yakin bahwa menciptakan keluarga yang lebih besar melalui sharing/berbagi adalah suatu jawaban yang tepat bagi para orang tua tunggal.

Perceraian menjadi cara yang umum untuk menjadi orang tua tunggal.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Keluarga dengan ayah sebagai orang tua tunggal memulai hidupnya, kemungkinan sebagai dampak dari perubahan gaya hidup dan peranannya, ayah berkeinginan untuk melanjutkan tugasnya sebagai orang tua setelah bercerai ketika mengetahui bahwa mereka juga dapat pula berfungsi sebagai orang tua tunggal dan menjadi sumber ekonomi terbesar[7]. Lebih dari satu juta anak dibesarkan seorang diri oleh ayah mereka -- jumlah itu meningkat 65% sejak tahun 1970[8].

Dalam urusan rumah tangga orang tua tunggal, peranan anak berubah dan mereka lebih memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk membuat keputusan. "Keluarga" itu sendiri juga berubah. Tidak ada lagi pengasuhan setelah perceraian yang dilakukan seorang diri, yang ada ialah jaringan relasi antar tetangga, pasangan baru, teman-teman di gereja, para ahli terapi, kelompok-kelompok orang tua tunggal, dsb. (t/Rat)

Referensi:

[1] Hanson, Shirley M. H., and Sporakowski, Michael J. "Single Parent Families." Family Relations, Jan. 1986, 35:3-8

[2] Glick, P. C. "Children of Divorce Parent in Demographic Perspective." Journal of Social Issues, 1979, 35(4), 170-82.

[3] Norton, Arthur J., and Glick, Paul C. "One Parent Families: A Social and Economic Profile." Family Relations, Jan. 1986, 35:9-17

[4] Weitzman, Lenore J. "The Divorce Revolution: The Unexpected Social and Economic Consequences for Woman and Children in America." New York: Free Press, 1985.

[5] Kellam, Sheppard G., et al. "Mental Health and Going to School: The Woodlawn Program of Assessment, Early Intervention and Evaluation." Chicago: University of Chicago Press, 1979.

[6] Kappelman, Murray M., and Ackerman, Paul R. "Parents After Thirty." New York: Rawson, Wade, 1980.

[7] Macklin, Eleanor D., and Rubin, Roger H., eds. "Contemporary Families and Alternative Lifestyles: Handbook on Research and Theory." Beverly Hills: Sage Publications, 1982.

[8] Langway, Lynn. "A New Kind of Life with Father." Newsweek, Nov. 30, 1981, pp. 93-94; 96-98.







Sumber diterjemahkan dari:
Judul Buku : Child Care Parent Care
Judul Artikel : Single Parents
Penulis : Marilyn Heins, M.D. dan Anne M. Seiden, M.D.
Penerbit : Doubleday & Company, Inc., New York, 1987
Halaman : 771 - 772

Sumber
Halaman: 
771 - 772
Judul Artikel: 
Child Care Parent Care
Penerbit: 
Doubleday & Company, Inc., New York, 1987

Comments

orang tua tunggal

saya memerlukan buku atau artikel tentang orang tua tunggal dan unmaried parenthod

Re: Orang tua tunggal

Shalom Orio,

Kami usahakan untuk mendapatkan artikel lain yang bermanfaat untuk Anda. Salah satunya bisa Anda baca di http://c3i.sabda.org/single_parents_talk.

Semoga bermanfaat, Tuhan memberkati.