Aku Bukan Lesbian

Asap rokok memenuhi ruangan yang berukuran cukup luas itu, sesekali terdengar umpatan sekaligus makian keluar dari mulut seorang wanita. Dari tekanan suaranya, sangat jelas dia sedang marah.

Apartement yang bernuansa Navy color menjadi saksi hidup kemarahan Sandra siang itu, kehilangan orang yang sangat dia cintai, seseorang yang selalu hadir saat suka dan duka membuatnya kehilangan pegangan. Seseorang yang sangat mengerti apa yang dia rasakan, melebihi orang tuanya sendiri.

Statusnya sebagai perantau di Metropolitan, tanpa sanak saudara, dia membutuhkan sesorang yang bisa menjadi sahabat untuk berbagi. Kalau hanya untuk mencari kesenangan atau sekedar membunuh rasa sepi, dia bisa mendapatkannya di luar sana. Jabatannya sebagai Vice President di sebuah hotel berbintang lima di Jakarta, dia bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan. Tapi ternyata hidup dalam kelimpahan materi tidak menjamin seseorang bahagia, kebahagiaan yang dia dapat hanya sementara, pada saat berada di antara teman dan setelah itu sepi kembali mendera hidupnya.

Rasanya aneh jika gadis secantik Sandra dirudung rasa sepi, ditambah keuangan yang lebih dari cukup rasanya mustahil jika tidak ada yang tertarik padanya, untuk menggantikan kekasih yang telah meninggalkannya.

Hatinya gundah gulana, orang yang begitu dia cintai telah pergi. Biasanya hampir setiap malam Sandra dan kekasihnya menghabiskan waktu di club dimana mereka menjadi anggota, atau jika ada waktu pergi ke puncak.

Hatinya terluka, air matanya mengalir saat mengingat kenangan indah yang telah mereka lalui bersama, dia berharap ini hanya mimpi buruk.

Tak pernah terpikirkan olehnya, hubungan yang telah terbina selama empat tahun akan berakhir dengan tragis, selain tak ada restu dari orang tua, ada pihak ketiga yang memicu perpisahan yang begitu tiba- tiba.

Sandra tidak menduga, kekasihnya tega meninggalkannya, sepertinya dia lupa perjuangan yang telah mereka lakukan selama empat tahun ini, ternyata cinta yang sudah terbina sekian lama bisa hancur dalam sekejap.

Ada rasa ketakutan di hatinya, ada keraguan dia bisa bertemu dengan seseorang yang mampu membuat dia jatuh cinta. Dia sudah memberikan seluruh cintanya pada seseorang, dan saat orang itu pergi dia juga membawa semua cinta itu.

Emily, tidak hanya cantik tapi juga lembut dan bijaksana, dan semua yang ada padanya membuat aku jatuh cinta padanya.

Kemesraan yang kami miliki sering menimbulkan kecemburuan teman- teman di Club, bahkan ada yang berusaha untuk memisahkan kami, tapi cinta yang kami miliki mampu membuat kami bertahan.

Hubungan yang kami bina memang tidak wajar, kekasihku bukan seorang pria! Tapi aku begitu mencintai Emily, dan begitu juga sebaliknya.

Conrad lelaki keparat itu telah merebut Emily dariku, aku pun yakin bahwa Emily tidak menginginkan hubungan kami berakhir. Beberapa bulan lalu saat hubungan kami diketahui oleh orang tuanya, dia diancam akan melaporkan kami ke polisi, jika hubungan kami yang tidak normal ini diteruskan.

Setelah mengetahui bahwa anak gadisnya ternyata Lesbian, ibu kekasihku terkena stroke, Emily diminta segera pulang kampung. Sebenarnya aku tidak setuju Emily pulang ke rumah karena bisa saja ini hanya sebuah cara untuk memisahkan kami, tapi aku tidak mungkin menahan dia untuk tetap bersamaku. Kalau posisiku berada di tempatnya, maka akupun pasti akan pulang untuk melihat orang yang telah melahirkanku ke dunia.

Dua hari pertama berpisah, Emily setiap jam pasti menghubungiku tapi setelah itu jangankan telephone untuk sms pun bisa dihitung dengan jari. Aku mulai curiga, ada yang tidak beres dengan semua ini tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia melarangku untuk menghubunginya, apalagi kondisi sedang memanas.

Emily memang selalu seperti itu, memperlakukannku sangat manis, tapi aku tahu bahwa ada yang dia coba tutup-tutupin dariku. Aku sangat merindukan dan menikmati sentuhan-sentuhannya yang lembut yang dia lakukan seperti biasanya tapi malam ini aku merasa kalau ada yang ganjil dengan semua ini.

Dua minggu kemudian, tanpa memberi kabar saat pulang kantor aku mendapati Emily sudah ada di ruang tamu, aku begitu bahagia tapi semuanya aku redam karena aku melihat Emily tidak menunjukkan sikap bahagia seperti yang aku rasakan, dia begitu dingin!

Selesai makan malam, dalam kondisi masih kaku, Emily membuka pembicaraan, "Aku mau dijodohkan dengan salah seorang anak paman".

Aku mengambil sikap diam, lidahku kelu dan tak mampu berkata sepatah katapun, seandainya mama tahu kalau putri satu-satunya lesbian, beliau pasti akan shock! Kedua orang tuaku tidak mengetahui keberadaanku, tiga tahun belakangan ini aku tidak pernah pulang ke rumah, aku tak mampu bertatap muka dengan mama yang begitu mengasihiku, begitu mencintaiku.

Aku tidak menyangka kalau malam ini adalah malah terakhir aku melihat Emily. Aku baru bisa tidur setelah jam 3 subuh, dan aku langsung melompat saat melihat jam weaker menunjukkan pukul 9:00 pagi!

Saat keluar dari kamar aku melihat sarapan tertata rapi di meja makan, dan sepucuk surat diletakkan diatas piring. Tergesa-gesa aku membuka surat itu, dunia terasa gelap, kakiku tak mampu menopang tubungku, aku terduduk lunglai di kursi makan.

Jakarta, 1 Desember 2004.

Dear Sandra,

Maaf kalau aku pergi tanpa membangunkanmu. Aku ingin kita kembali normal seperti dulu, karena itu aku mengambil keputusan meninggalkanmu, karena itu yang terbaik baik kita berdua. Saat pulang ke rumah, aku telah menerima lamaran dari pria yang dikenalkan oleh keluargaku. Dia mau menerimaku apa adanya, bahkan setelah aku menceritakan duniaku yang gelap sebelum mengenalnya, dia tetap bersedia menerimaku apa adanya.

Aku berharap suatu saat kamu juga bertemu dengan seseorang yang mencintai kamu dan mau menerima kamu apa adanya.

Kalau kamu memang mencintaiku, tolong jangan cari aku dan lupakan aku...

Emily.

Berkali-kali aku membaca surat itu, rasanya seperti mimpi buruk. Apa yang tertulis pastilah karena tekanan orang tuanya, aku tahu bahwa Emily begitu mencintaiku dan tidak mungkin dia mampu meninggalkanku jika tidak mendapatkan ancaman dari keluarga.

Begitu mudahnya dia mengambil keputusan sepihak tanpa mempertimbangkan perasaanku. Begitu mudahnya dia melupakan kenangan manis yang telah kami lewati selama empat tahun.

Ada keinginan untuk menghabisi nyawa pria yang telah merebut Emily dari sisiku, aku punya uang untuk membayar pembunuh bayaran supaya mengakhiri hidupnya. Tapi aku begitu mencintai Emily dan tidak ingin melukai perasaannya dengan membunuh orang yang akan menjadi suaminya.

Hati kecilku mengatakan, "Sandra, apa yang Emily lakukan adalah keputusan yang benar, seharusnya kau bangga dengan keberaniannya dalam mengambil sikap".

Pertemananku dengan Emily dimulai kira-kira enam tahun yang lalu. Ketika itu kami masih duduk di perguruan tinggi, di semester akhir dan sedang mempersiapkan tugas akhir. Salah satu penyebab kedekatan kami, karena di Jakarta kami tidak punya siapa-siapa, dan sepertinya kami cocok satu sama lain.

Emily tidak hanya cantik, tapi juga cerdas dan mudah bergaul dengan siapa saja. Kami berdua terbilang kembang kampus dan tidak sedikit pria yang berusaha mencuri perhatian kami.

Saat itu aku sudah mempunyai kekasih, Surya, dan Emily juga mempunyai kekasih yang saat itu sudah bekerja.

Perjalanan hidup tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Darma, kekasih Emily memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya, padahal Emily sudah memberikan segalanya bagi dia, termasuk sesuatu yang begitu berharga untuk seorang wanita.

Emily sangat terpukul, begitu mudahnya Darma meminta maaf! Walau sakit Emily iklas melepas kekasihnya menikah dengan wanita itu, karena Darma satu-satunya harapan keluarga untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya yang sudah diambang kehancuran, yaitu dengan menikah dengan anak gadis dari relasi bisnis papanya.

Kalau Emily ditinggal karena perihal materi, maka berbeda dengan Sandra, kekasihnya selingkuh sampai wanita itu hamil, ancaman dari keluarga pihak wanita, akan membunuh Surya jika tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dalam kondisi yang terjepit, putus asa, kami bertemu dan menceritakan apa yang sedang kami alami, pengalaman pahit dalam menjalin kasih membuat hati kami dingin terhadap lawan jenis!

Kehilangan sesuatu yang berharga membuat Emily jadi tertutup. Kehilangan harapan dan takut jika nanti menikah dan lelaki itu tahu kalau dia tidak gadis lagi, pasti akan kecewa dan mungkin akan meninggalkannya. Mulai timbul penyesalan, mengapa begitu mudahnya memberikan sesuatu yang belum waktunya untuk diberikan, tapi semua sudah terjadi.

Lulus dari universitas, aku diterima bekerja di sebuah hotel terkenal di Jakarta, sementara Emily menjadi Public Relation di sebuah perusahaan yang ternama di Jakarta.

Untuk mengisi akhir pekan, kami sering berlibur ke puncak atau berburu Sale Off di mall. Karena merasa cocok, kami memutuskan menyewa sebuah apartement yang lokasinya dekat dengan tempat kami bekerja. Dua bulan berlalu, hubungan kami masih sebatas sahabat, tapi semua berubah saat Surya, mantan kekasihku tiba-tiba muncul di hadapanku. Dia meminta maaf dan memintaku untuk kembali padanya. Mereka akan bercerai, ternyata bayi yang di dalam kandungan istrinya bukanlah anak Surya.

Sejujurnya aku sangat berbahagia, saat Surya memintaku untuk menerimanya kembali, tapi aku belum mampu memaafkan perselingkuhan yang dilakukannya. Aku mencintai Surya dengan segenap hati dan berharap banyak padanya telah merusak kepercayaanku.

Bohong kalau cinta itu telah sirna, tapi luka yang dia toreh lebih besar dari cinta itu. Sambil terisak-isak aku berkata, "Sampai saat ini pun aku masih mencintaimu, semakin keras aku mencoba melupakanmu, justru bayangmu semakin kuat hadir di pikiranku. Tapi luka yang kau tanamkan masih membekas di hatiku dan satu hal yang perlu kamu ketahui, bahwa aku sudah mempunyai seseorang yang sangat mencintaiku."

Sesampainya di apartement, aku menangis dipelukan Emily yang saat itu sudah lebih dulu pulang dari kantor.

Emily memang sahabat yang baik, setelah aku kelihatan lebih tenang, sambil mengelus rambutku dengan lembut dia berkata, "Mengapa kamu membohongi diri sendiri, aku tahu kamu masih mencintainya, mengapa tidak menerima dia kembali dan melupakan apa yang telah terjadi di masa lalu?"

Aku tidak tahu berapa lama aku menangis, sepanjang malam aku menangis di tempat tidur dan meratapi jalan hidup yang aku alami, aku merasa Tuhan tidak adil terhadapku, di saat aku hampir bias melupakan masa lalu, pria itu kembali hadir dan menawarkan cintanya kembali.

Entah setan mana yang menghantui pikiran kami, dan entah siapa yang memulai tiba-tiba saja kami berdua melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya kami lakukan, itulah awal hubungan kami.

Kepergian Emily merubah segalanya, hidupku hancur, karirku berantakan, hidup terasa hampa!

Hanya aku yang tahu betapa dalam luka yang aku rasakan saat ini, tapi juga ada rasa haru ketika mengetahui Emily hidup bahagia dengan suaminya dan sedang mengandung anak pertamanya.

Aku teringat obrolan kami tentang arti sebuah keluarga, Emily bertanya padaku beberapa bulan yang lalu, "Sandra, apa kamu tidak ingin hidup normal seperti wanita lainnya, mempunyai keluarga, mengandung dan akhirnya mempunyai beberapa orang anak?"

Pikiranku lelah sekali, aku putuskan pergi ke mall untuk menghibur diri, dan ini untuk pertama kalinya dalam empat tahun ini aku pergi tanpa Emily. Saat berada di lantai dua, langkah kakiku terhenti, dimana-mana terlihat hiasan yang bernuansa Natal, dan di tempatku berdiri terdengar lagu Jingle Bell.

Saat masih duduk di bangku sekolah, aku tidak pernah ketinggalan mengikuti setiap kegiatan kerohanian, bahkan beberapa kali diangkat menjadi Panitia Natal di gereja dan di kampus.

Tapi setelah aku memberikan hidupku pada Emily, tak sekalipun aku pergi ke gereja. Perbedaan keyakinan dengan Emily membuatku enggan untuk ke gereja, dan ada rasa tidak layak untuk datang kepada Tuhan Yesus.

Aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan selama ini melukakan Tuhan tapi cinta membuatku tak mampu untuk melepaskan apa yang sudah aku jalani bersama Emily.

Empat tahun aku lalui tanpa Natal, biasanya bulan Desember kami berdua menghabiskan waktu dengan berlibur ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Di malam Natal seharusnya sebagai umat Nasrani pergi ke gereja dan merayakan kelahiran Tuhan Yesus, Sang Juruselamat tapi yang aku lakukan justru sebaliknya, menghabiskan waktu dengan Emily, bergulat dengan dosa.

Lamunanku terhenti saat handphone-ku berbunyi, tanda ada pesan singkat (SMS) yang masuk. Aku tersentak saat tahu sms itu dari mama, wanita yang selama ini begitu mengasihiku.

Mama mengirimkan ayat Alkitab, "Lukas 2:11: `Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.`"

Tanganku bergetar membaca isi pesan singkat itu, mataku basah dan aku tahu kalau aku menangis!

Sudah lama sekali aku melupakan arti kelahiran Kristus dalam hidupku, timbul keraguan, apakah kelahiran itu juga diperuntukkan untukku?

"Benarkah Tuhan, Engkau masih mengasihi aku?", sambil sesegukan aku berkata pelan.

Aku yang kotor, nista, penuh dosa, rasanya aku tidak layak untuk datang pada-Nya. Aku tahu, bahwa Tuhan Yesus senantiasa membuka pintu maaf jika kita berserah dan berharap pada-Nya.

Aku tahu banyak mata di sekitarku yang bingung melihat aku menangis. Tanpa memerdulikan mereka, aku berlalu dan kembali ke mobilku.

Sesampainya di apartement, aku tersungkur di lantai kamar, meminta ampun pada Tuhan Yesus dan meminta diberikan kekuatan untuk keluar dari ikatan yang selama ini begitu kuat menggikatku.

Aku mengaku dihadapan Tuhan bahwa selama ini telah salah langkah dan minta pengampunan supaya dilayakkan menjadi anak-Nya.

Malam itu aku tidur dengan tenang, kehampaan yang selama ini aku rasakan hilang dan kesesakan yang ada di dada lenyap begitu saja.

Sambil memejamkan mata aku berdoa, "Tuhan, aku serahkan semuanya pada-Mu, tolong angkat semua rasa ragu yang ada di hatiku."

Malam itu aku bermimpi, seorang berjubah putih memegang tanganku dan memelukku dengan erat sekali, pelukan itu membuat aku tenang dan membawa kelegaan.

Pria berjubah itu berkata, "Anak-Ku, Aku mengampunimu dan mengasihimu, lupakan apa yang telah terjadi di masa lalu karena Aku sudah memulihkan hidupmu, Aku sesekali tidak akan pernah meninggalkanmu!"

Pagi itu aku bangun dengan suka cita, ada semangat baru yang dia miliki dan pengharapan bahwa di dalam Tuhan dia punya masa depan.

****

"Selamat pagi Tuhan Yesus...." Rasanya begitu indah, setelah empat tahun ini aku melupakan kasih Tuhan dan hidup dengan segala kemunafikan.

Hari ini tanggal 24 Desember, nanti malam seluruh umat Kristiani akan merayakan hari kelahiran Sang Juruselamat, Yesus Kristus, hatiku sudah mantap untuk merayakan Natal bersama keluarga, merayakan Natal bersama Papa, Mama dan adik-adik. Aku berkemas menuju Medan dan selanjutnya ke Yogyakarta, dimana orang tua dan saudara-saudara menanti kehadiranku untuk menyambut Natal.

Dengan sedikit keraguan, aku menelephone Mama, "Ma, apakah masih ada tempat buatku malam ini?"

Aku tahu di seberang sana mama menangis penuh haru dan berkata, "Anakku, sampai kapanpun, selalu ada tempat buatmu, kami sangat merindukannmu."

Aku tahu pasti, menjadi lesbian bukanlah bagian dari rencana Allah dalam hidupku, tapi pilihaku sendiri, pilihan itu salah!

Dengan mantap aku melangkah dan berkata "Aku bukan LESBIAN!!!"

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
--
Penerbit: 
--