Mengampuni Diri Sendiri

Edisi C3I: e-Konsel 158 - Mengampuni Diri Sendiri

Orang tua dari seorang anak berusia lima tahun mengampuni seorang wanita yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang mengakibatkan anak tersebut luka parah. Namun, wanita itu berjalan menuju tempat kerjanya sambil berkata, "Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri." Maka dia pun tidak pernah mengampuni dirinya sendiri.

Wanita itu terus mengingat kecelakaan itu dalam pikirannya. Berulang-ulang kali dia mengatakan kepada dirinya sendiri, "Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri karena aku tidak berhati-hati, karena aku tidak benar-benar memerhatikan sekitarku, karena aku tidak berhenti lebih cepat. Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri karena aku tidak memilih naik bis saja."

Pengampunan yang diberikan oleh orang tua anak yang ditabraknya itu tidak pernah menjadi nyata bagi wanita itu. Dia tidak pernah dapat menerima pengampunan itu karena ia tidak pernah dapat mengampuni dirinya sendiri.

Dia tidak dapat memercayai apa yang dikatakan suaminya: "Aku mencintaimu. Aku tahu kamu tidak bermaksud mencelakai anak itu."

Saat tetangga-tetangganya dan teman-temannya yang baik memberikan pendapat mereka, misalnya, "Kami tahu bahwa kamu adalah orang yang menyenangkan. Kamu bukan orang yang ceroboh. Ini adalah suatu kecelakaan," dia tidak dapat menerima pendapat mereka itu.

Wanita ini memvonis dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mengemudi lagi. Dia tidak pernah mengemudi lagi.

Apa yang terjadi pada orang yang tidak mau mengampuni dirinya sendiri kurang lebih sama seperti ilustrasi di atas.

Orang-orang yang tidak mau mengampuni dirinya sendiri:

  1. menjadi depresi, kehilangan pandangan, dan membiarkan peristiwa-peristiwa buruk mengendalikan hidup mereka;

  2. tidak bisa dihibur karena mereka tidak mau atau tidak dapat melepas masa lalu mereka dan memulai lagi dengan yang baru;

  3. mengalami rasa bersalah. Pendeta William Sloane Coffin berkata, "(Rasa bersalah) menghancurkan kita melalui tekanan, pandangan kita, dan ketika dalam keangkuhan, kita menolak pengampunan."

  4. ingin dihukum untuk menyeimbangkan keadaan, untuk "mendapatkan" pengampunan;

  5. dan tentu saja, tidak bisa menerima pengampunan dari orang lain.

Inti dari masalah ini adalah bahwa pengampunan dari orang lain bisa menjadi nyata dalam hidup kita hanya bila kita mau mengampuni diri kita sendiri. Bila Anda memikul beban rasa bersalah karena Anda belum mengampuni diri Anda sendiri, mungkin inilah saatnya Anda menerima pengampunan dari Allah dan memulai hidup baru!

"Dengan kata lain, menerima pengampunan sama dengan memulihkan kembali, memampukan kita hidup sebagaimana seharusnya kita hidup." (William Sloane Coffin)

Pada akhirnya, mengampuni diri sendiri berujung pada iman. Iman dalam kekuatan pengampunan. Iman di dalam Allah memancarkan kasih.

"Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?" (Mikha 7:18)

Bila Anda tidak memunyai iman itu, Anda bisa berdoa meminta kepada Tuhan dan Anda juga bisa mengajak orang lain, khususnya mereka yang "memiliki" iman itu, untuk berdoa bersama dengan Anda.

Bila ada seseorang yang Anda kenal tidak memiliki iman itu, Anda bisa berdoa agar dia dibebaskan dari siksaan dan keraguan sehingga dia mengenal kedamaian yang melebihi pemahaman. (t/Ratri)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : Putting Forgiveness Into Practise
Judul artikel asli : Forgiving Ourselves
Penulis : Doris Nonnelly
Penerbit : Argus Communications, Texas 1982
Halaman : 30 -- 31
Sumber
Halaman: 
30 -- 31
Judul Artikel: 
Putting Forgiveness Into Practise
Penerbit: 
Argus Communications, Texas 1982