Konselor Kristen

Edisi C3I: e-Konsel 207 - Belajar Menjadi Konselor

Berikut ini adalah enam ciri-ciri konselor Kristen yang efektif.

  1. Percaya kepada Kristus, sang Konselor Agung

    Yesus Kristus, sang Konselor Agung adalah Tuhan, Juru Selamat, dan Pembebas. Ia datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari rantai dan belenggu dosa (Yohanes 8:36). Inilah kemerdekaan sejati. Dosa yang merupakan akar segala persoalan telah diselesaikan oleh Konselor Agung.

    Konselor Kristen harus orang yang sungguh-sungguh percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, Juru Selamat, dan Konselor Agung dalam hidupnya. Jika kita tidak mengenal Konselor Agung, mustahil kita dapat memimpin orang datang kepada-Nya. Orang buta mustahil menuntun orang buta, bukan?

    Konselor harus percaya bahwa seluruh persoalan dapat dicarikan jalan keluar yang didasarkan pada konsep-konsep konseling. Tetapi, konsep-konsep itu tidak berdiri sendiri. Jika konselor dan konseli memiliki persoalan, mereka dapat membawa persoalan itu ke hadapan Konselor Agung.

  2. Telah Menerima Kristus Secara Pribadi

    Respons percaya harus dilanjutkan dengan menerima. Sebab jika hanya percaya, itu hanya sebatas intelektual atau pengetahuan. Yesus menjadi sebatas pengakuan dan persetujuan intelektual, alih-alih menjadi Pembebas, Penyelamat, dan Konselor Agung. Artinya, pengetahuan orang itu sudah banyak tetapi Yesus Kristus masih berdiri di luar dirinya.

    Oleh sebab itu, langkah percaya harus dilanjutkan dengan respons menerima Yesus Kristus. Penerimaan ini bersifat sangat personal. Bukan karena terpaksa tetapi sukarela dengan kesadaran diri. Kristus sudah berdiri di depan pintu hati kita. Apakah kita akan mempersilakan Dia masuk ke dalam hati dan hidup kita? Ataukah kita masih membiarkan Dia tetap tinggal di luar?

    Seharusnya, kita mempersilakan dan mengundang Kristus masuk ke dalam hati dan hidup kita -- artinya, menerima Dia [untuk pertama kali] (Wahyu 3:20).

    Jadi, respons percaya, mengikuti, dan menerima Kristus Tuhan bersifat sangat pribadi. Harus dilakukan dengan kerelaan dan kesadaran diri. Pengalaman bersama Kristus juga bersifat pribadi. Meskipun orang tua kita Kristen, tidak otomatis kita menjadi Kristen. Tanpa hidup bersama Kristus, yang ada hanya sekadar beragama saja. Oleh sebab itu, kita perlu mengundang Kristus masuk dan mempersilakan Dia menguasai hidup kita sepenuhnya.

  3. Kristus Berkuasa dalam Hidupnya

    Kristus adalah Allah yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahaperkasa. Kebangkitan merupakan tanda kemenangan, kebesaran, kemahakuasaan, dan keperkasaan-Nya. Kuasa Kristus itu sangat nyata.

    Konselor Kristen bukan sekadar seorang yang sudah percaya dan meyakini kuasa Kristus, ia juga sudah mengalami kuasa-Nya di dalam hidupnya. Bahkan lebih dari itu, Kristus menguasai hidupnya. Dalam hal ini, Kristus menguasai hati, pikiran, dan seluruh aspek hidupnya. Ia mempersilakan Kristus memimpin dan menjadi Raja atas hidupnya, maka "Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Galatia 2:20).

  4. Ia Menerima Otoritas Alkitab sebagai Pedoman Hidup

    Hidup, perilaku, perbuatan, dan sikap manusia dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain: adat, budaya, pendidikan, pengetahuan, masa lalu, pengalaman, pandangan keyakinan, kepribadian (sikap dan sifat), lingkungan dan status sosial dalam masyarakat. Hal-hal itu banyak memengaruhi pola perilaku seseorang dalam hidup sehari-hari.

    Bagi seorang konselor, Alkitab sangat penting dan seharusnya memengaruhi perilaku moral dan etika hidupnya. Dia harus menerima dan mengakui otoritas Alkitab sebagai pedoman perilaku moralnya. Ia bersedia untuk taat dan setia pada firman-Nya. Bahkan, ia perlu membagikan keyakinannya kepada konseli.

    Alkitab adalah firman Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Firman itu berfungsi sebagai makanan rohani penyegar jiwa, pelita hidup, penuntun di jalan yang benar, pembimbing pada keselamatan, pemberi hikmat kepada orang yang tidak berpengalaman, penunjuk kesalahan, dan pendidik dalam kebenaran (Mazmur 19:8, 119:105, Yesaya 45:19, Matius 4:4, 2 Timotius 3:15-17).

  5. Ia Melibatkan Karya Roh Kudus

    Roh Kudus sering dianggap sesuatu yang abstrak; yang konkret adalah Yesus Kristus dan Allah Bapa. Kita percaya kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Roh Kudus turun pada hari Pentakosta. Sejak saat itu, peran Roh Kudus tampak nyata. Ia menyertai orang-orang percaya dalam hidup sehari-hari hingga saat ini.

    Kuasa dan hasil pekerjaan-Nya dapat dirasakan, entah tampak kecil, biasa, ataupun besar dan ajaib. Contoh, kata-kata yang baik dan tepat untuk diucapkan konselor kepada konseli, merupakan karya Roh Kudus. Jika konselor memiliki harapan, sukacita, dan kegembiraan ketika melayani, itu pun merupakan karya Roh Kudus. Demikian juga, keberhasilan menemukan solusi, perubahan perilaku, bahkan pertobatan konseli!

    Jadi, konselor Kristen perlu melibatkan Roh Kudus dalam pelayanan konseling. Ia perlu mendoakan kehadiran Roh Kudus dalam hidupnya. Sebelum melakukan konseling, ia perlu memohon pertolongan Roh Kudus bagi mereka berdua. Jika memungkinkan, konselor dapat mengajak konseli berdoa bersama untuk memohon pertolongan Tuhan.

    Kita diingatkan pada pengajaran Konselor Agung ketika menolong konseli yang bermasalah. Doa perlu ada di sana (Matius 18:20). Yakinlah bahwa ketika kita mengundang kehadiran Roh Kudus, Ia pasti hadir di tengah kita, termasuk ketika proses konseling.

  6. Menghayati Tugas sebagai Panggilan

    Ada istilah amatir, profesional, pelayanan, dan panggilan. Apakah ukuran untuk mengatakan bahwa suatu pelayanan konseling pastoral dilakukan secara amatir, profesional, atau pelayanan? Amatir artinya sesuatu dilakukan berdasarkan kesenangan, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lalu, adakah konseling pastoral yang dilakukan semata-mata demi kesenangan dan hobi?

    Profesi artinya bidang pekerjaan yang berbasiskan pengetahuan, pendidikan, keahlian, atau keterampilan tertentu. Profesional adalah kemampuan melakukan tugas berdasarkan pengetahuan, pendidikan, keahlian, keterampilan, disiplin, dan kerja keras yang baik. Pekerjaan dan jerih lelah itu dilakukan karena ia memang dibayar untuk itu. Jika ia kurang profesional, hasilnya ia akan dibayar kurang. Apakah konseling pastoral termasuk pekerjaan bayaran? Apakah kita melayani karena dibayar?

    Konseling pastoral tidak bisa dilakukan secara amatiran sebab jika demikian, kita akan melayani tanpa hati dan motivasi yang benar. Sebaliknya, kita seharusnya bekerja karena panggilan yang dilakukan secara profesional. Artinya, konselor merasakan dan meyakini bahwa ia dipanggil oleh Konselor Agung untuk melayani domba-domba-Nya. Ketika melayani konseli, ia sudah melayani Tuhan, Konselor Agungnya (Kolose 3:17,23).

    Agar panggilan pelayanan itu baik di mata Tuhan dan manusia, konselor perlu bertindak profesional. Karya dan jerih lelah itu pasti akan diberkati. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Ia Mahakuasa dan dapat menggerakkan orang-orang untuk menjadi saluran berkat bagi konselor. Tuhan tidak membiarkan dia sendiri (2 Timotius 1:12).

Diambil dari:

Judul buku: Dasar-dasar Konseling Pastoral
Penulis: Tulus Tu'u, S.Th., M.Pd.
Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007
Halaman: 46 -- 52