Kemuliaan Menjadi Ibu

Kemuliaan? Seorang ibu hampir tidak dapat merasakan keagungannya saat ia berdiri di samping wastafelnya yang berantakan, terburu-buru dan lesu karena perjuangan-perjuangannya sepanjang hari. Sebelum ia dapat mengistirahatkan kaki yang kelelahan, ia masih menghadapi tumpukan piring kotor, popok kotor, tiga anak kotor yang harus dimandikan dan ditidurkan, dan rumah kotor yang harus dibersihkan untuk perkumpulan wanita pada pagi hari.

Gelombang kejengkelan, mengasihani diri sendiri, dan rasa bersalah menguasainya. Ia merasa lebih seperti seorang tawanan daripada seorang ratu ... dan tersingkir begitu jauh dari model ibu pada zaman Alkitab, yang suami dan anak-anaknya berdiri dan memujinya sebagai yang terhebat di antara para wanita (Amsal 31:28-29).

Menjadi ibu tidak diragukan merupakan salah satu panggilan yang paling kompleks dan sulit dalam hidup. Sebuah jajak pendapat di antara para wanita menunjukkan kesepakatan yang sangat besar bahwa membesarkan anak-anak dengan tepat membutuhkan kepintaran dan dorongan yang sama besarnya seperti menjalankan posisi puncak dalam bisnis atau pemerintahan. Dan tugas itu sebagian besar diletakkan pada pundak para ibu selama enam tahun pertama kehidupan anaknya. Bahkan setelah itu, hubungannya dengan anak-anak perlu lebih sering dan berlanjut dibandingkan hubungannya dengan ayah. Sementara ayah adalah pemimpin di rumah, ibu menentukan suasananya. Waktu yang dihabiskan anak-anaknya bersamanya akan memberikan pengaruh yang kekal terhadap hidup mereka. Anak-anak akan menjadi seperti yang ia perbuat atas mereka. Ia menghadapi tantangan mulia untuk membentuk kehidupan anak-anak mereka sampai selamanya. Menjadi ibu merupakan salah satu kehormatan tertinggi dalam hidup, dan salah satu tanggung jawab hidup yang terberat.

Di manakah seorang wanita mendapatkan bantuan untuk tugas yang mengagumkan seperti itu? Pemazmur mengatakannya dengan baik: "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:2) Allah memiliki kasih karunia khusus untuk para ibu. Anda tahu, meskipun Allah adalah seorang ayah, Ia memiliki hati seorang ibu. Ia berbicara kepada bangsa Israel dan berkata, "Aku akan menghibur kamu di sana, seperti seorang ibu menghibur anaknya." (Yesaya 66:13 FAYH) Allah menghibur anak-anak-Nya seperti seorang ibu.

Pribadi ketiga Tritunggal, Roh Kudus Allah, yang pada dasarnya memperlihatkan fungsi sebagai ibu. Yesus menyebut-Nya Penghibur (Yohanes 14:26), dan mengutus-Nya kepada kita sehingga kita tidak akan menjadi yatim piatu (Yohanes 14:18). Dan tidakkah menarik karena kelahiran kita ke dalam keluarga Allah digambarkan sebagai orang yang "lahir dari Roh" (Yohanes 3:5, 6, 8)? Roh Allah yang melahirkan kita, yang membagikan kehidupan ilahi-Nya dengan kita, yang menopang kita, menghibur kita, dan mengajar kita, siap siaga dan bersedia membantu setiap ibu Kristen dalam menjalankan tugas sucinya.

Dengan memperhatikan pekerjaan Roh Kudus, seorang ibu akan mampu menemukan tanggung jawabnya yang utama. Roh Kudus melanjutkan tugas dari Bapa dan Anak, dan melayani bukan atas nama-Nya sendiri, tetapi atas nama Bapa dan Anak. Yesus berkata, "... sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku." (Yohanes 16:13-15).

Anda tahu, Roh Kudus tunduk pada Bapa dan Anak, dan mewakili Mereka dalam pelayanan-Nya kepada kita. Demikian juga, seorang ibu harus tunduk kepada suaminya dan mewakili otoritas suami kepada anak-anak. Kegagalan pada bagian ini telah menjadi salah satu penyebab utama atas kekacauan dan kehancuran keluarga. Ketika seorang wanita melawan keinginan suaminya, hal itu melemahkan harga diri suaminya, tidak mendukung suaminya untuk mengambil peran kepemimpinan dalam keluarga, dan menghancurkan urutan otoritas Allah yang ditetapkan untuk keluarga.

Selain itu, seorang istri dan ibu yang dominan membuat anak-anak bingung. Tuhan Yesus menetapkan sebuah prinsip penting, yang ia terapkan secara fundamental untuk uang, tetapi yang dapat diterapkan dengan kekuatan yang sama pada keluarga. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Jika ibu-ibu dan ayah-ayah memiliki otoritas yang sama, anak tidak tahu siapa yang harus ditaati. Anak akan menggunakan satu otoritas terhadap yang lain untuk mendapatkan keinginannya sendiri, dan akan segera kehilangan rasa hormat terhadap satu atau kedua orang tua. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan masalah tingkah laku sering kali memiliki ibu dominan yang mudah marah. Akan tetapi, jika seorang anak mengetahui secara pasti bahwa ayah adalah kepala keluarga, bahwa ibu yang berbicara atas nama ayah, dan bahwa wewenang ayah mendukung apa yang ibunya katakan, anak akan lebih cenderung mematuhi dan akan memiliki lebih banyak kasih dan rasa hormat terhadap kedua orang tuanya.

Perintah Alkitab kepada istri-istri untuk tunduk kepada suami mereka memiliki implikasi yang luas. Pengulangan penekanan tentang hal itu dalam Firman memberikan beberapa petunjuk akan pentingnya Allah menekankan hal itu (Efesus 5:22, 24; Kolose 3:18; Titus 2:5; 1 Petrus 3:1, 5). Menjadi orang tua yang berhasil bergantung pada hubungan suami istri yang berhasil. Dan hubungan suami istri yang berhasil sangat tergantung pada rasa hormat istri terhadap suaminya dan penundukannya yang penuh sukacita pada keinginannya. Otoritas istri atas anak-anak berasal dari suaminya. Jika istri merendahkan atau menentang otoritas suaminya di depan anak-anak, ia sedang menghancurkan otoritas dirinya sendiri. Jika ia secara lahiriah atau batiniah memberontak terhadap otoritas suaminya, anak-anaknya akan merasakannya dan mengembangkan jenis pemberontakan yang sama terhadap dia.

Ibu, tumbuhkan penghargaan yang mendalam dan kekaguman yang penuh kasih untuk suami Anda. Di samping hubungan pribadi Anda dengan Tuhan Yesus, ia menjadi yang pertama dalam hidup Anda. Jika ia tidak menjadi suami sebagaimana yang seharusnya, jangan mengomelinya, melawannya, atau mengumpatnya. Itu hanya akan menjauhkannya dari Anda. Jika hal-hal di antara Anda tidak seperti yang seharusnya, jangan menutup diri Anda sendiri terhadap anak-anak Anda untuk mengompensasi ketidakamanan dan kurangnya cinta yang Anda rasakan darinya. Itu hanya akan merusak kepribadian anak-anak dan lebih jauh lagi menghancurkan hubungan Anda dengannya. Carilah hal-hal yang baik dan ingatlah itu dalam pikiran Anda. Anda akan mendapati rasa hormat Anda kepada suami bertambah. Dan ketika ia merasakan rasa hormat yang bertambah, ia akan berusaha untuk membuatnya lebih bertambah. Tidak lama kemudian, Anda akan mampu menambahkan hal-hal lainnya ke daftar kualitas itu untuk dihargai. Pernikahan Anda akan menjadi lebih baik, dan kebebasan Anda untuk menjadi ibu yang baik akan semakin besar bersamaan dengan itu. Beberapa istri mengeluh kepada saya bahwa mereka tidak bisa memikirkan hal-hal yang baik pada suami mereka kecuali sesuatu yang membuat mereka tertarik pada suami mereka pada awalnya. Pikirkan kembali ke masa-masa awal berpacaran jika perlu, dan pujilah sifat-sifat terpuji yang Anda ingat.

Tanggung jawab utama yang kedua dari seorang ibu adalah seperti halnya belajar dari Roh Kudus, kali ini dari nama yang diberikan Kristus kepada-Nya -- Penghibur (Yohanes 14:16, 26, 15:26, 16:7). Secara harfiah kata itu berarti "pribadi yang disebut pendamping." Kata ini menunjukkan kemampuan untuk menolong, menguatkan, dan menghibur. Demikian juga, seorang ibu harus dekat dengan anaknya, memberikan bantuan, penguatan, dan penghiburan.

Rasul Paulus merujuk pada fungsi ibu. Sambil menggambarkan pelayanannya kepada jemaat di Tesalonika ia berkata, "Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi." (1 Tesalonika 2:7-8). "Mengasuh" secara harfiah berarti "menjaga tetap hangat." Secara kiasan, mengasuh mencakup menyayangi dan menghibur. Seorang ibu secara naluriah ingin sekali mendekapkan anaknya kepada dirinya sendiri, melindunginya dari bahaya, mengobati luka-lukanya, dan mengurangi rasa sakitnya.

Sama alaminya dengan kerinduan yang mungkin muncul, terkadang kerinduan itu berkurang karena tekanan hidup, karena jiwa yang egois, karena kurangnya rasa aman pribadi, karena permusuhan yang menggelora, kecemasan, atau konflik yang tidak terselesaikan dengan orang lain. Ibu mungkin membiarkan dirinya sendiri marah dan keras kepada anak-anak, menciptakan suasana tegang yang tidak menyenangkan dan perpecahan. Anda tahu, ibu adalah orang yang benar-benar menciptakan suasana di rumah. Ayah bisa jadi kepala keluarga, tetapi seperti yang disarankan banyak orang, ibu adalah jantungnya. Kondisi emosinya sering kali akan menjadi kondisi seluruh rumah tangga, dan bahkan anak bungsu akan menyerap efeknya. Pikiran anak adalah seperti video tape recorder, dengan teliti menyalin setiap kata, sampai ke nada suara dan ekspresi wajah. Dan semua itu memberikan kontribusi kepada pribadinya kelak. Beberapa psikolog berkata bahwa pola emosi anak ditentukan pada saat ia berusia dua tahun. Itu seharusnya menjadi kesadaran yang menenangkan bagi para ibu, dan tantangan untuk meneliti sikap dan temperamen anak-anak dengan cermat. Sebuah perubahan untuk sesuatu yang lebih baik akan memberi efek yang menguntungkan kapan pun itu terjadi.

Ibu Pickit terobsesi untuk memiliki rumah yang benar-benar bersih. Pembicaraannya terdiri atas "pungut itu, singkirkan itu, luruskan benda-benda itu, gosok itu dengan lebih baik." Kehebohan sudah menjadi gaya hidup otomatis dan wajib bagi dia. Ia mungkin akhirnya mengarahkan anaknya pada kecerobohan yang sangat berlawanan, atau mungkin memunculkan dalam diri anaknya perfeksionisme neurotik yang sama dengan yang dimilikinya.

Ibu Skelter adalah orang yang tidak teratur, yang selalu datang terlambat. Ia mengurus rumah tangga dalam kekacauan dengan berteriak-teriak kepada semua orang untuk bergegas. Seorang anak yang tinggal dengan tekanan semacam itu akan menjadi tegang dan gelisah. Ia melakukan tugas sekolahnya dengan buruk dan mengalami kesulitan untuk bergaul dengan anak-anak lain.

Ibu Wartner terlalu cemas. Ia khawatir, resah, merajuk, dan bimbang karena setiap masalah kecil, yang sebenarnya atau yang berpotensi. Dan semua ketakutan itu tersimpan dalam kesadaran anak kecil yang ada di sampingnya, lalu membangun roh keprihatinan dan kecemasan yang akan menahannya dalam perbudakan seumur hidup, kecuali ada mukjizat kasih karunia Allah.

Ibu Grumpman tidak bahagia dan tidak puas. Ia mengeluhkan tentang penderitaannya dalam hidup. Ia bersungut-sungut tentang bagaimana orang memperlakukan dirinya. Ia mengomel karena ketidaknyamanan yang ia alami. Dan telinga-telinga kecil mengirimkan impuls ke pikiran-pikiran kecil di sekitarnya, dan membuat ketidakpuasan menjadi pola kebiasaan hidup anak-anak mereka juga.

Seorang anak membutuhkan seseorang di dekatnya yang mengasihinya lebih daripada rumah, yang hatinya membual dengan sukacita Yesus Kristus, yang menunjukkan ketenangan batiniah bahkan selama masa-masa pencobaan dalam hidup sehari-hari, seseorang yang sabar dan baik hati, yang memberi dukungan dan memberi semangat. Ibu, Roh Allah dapat membuat Anda menjadi orang semacam itu. Sering-seringlah berlari ke hadirat-Nya sepanjang hari dan mintalah hikmat dan kekuatan-Nya.

Kemudian habiskan waktu bersama anak-anak Anda. Bacakan sesuatu untuk mereka. Ajarkan firman Allah kepada mereka. Berjalan-jalan santailah bersama mereka, tunjukkan hal-hal yang menarik di sepanjang jalan. Bermainlah bersama mereka. Ciptakan hal-hal menantang bagi mereka untuk dilakukan. Tunjukkan minat pada proyek-proyek mereka. Sediakan diri ketika mereka membutuhkan Anda. Dan seperti Roh Allah, jadilah orang yang simpatik dan berbelaskasihan. Anak-anak Anda kelak akan berdiri dan memuji Anda karena hal itu.

Ibu-Ibu yang Bekerja

Pemikiran mengenai ibu berada di dekat anaknya menimbulkan pertanyaan apakah ia bisa bekerja di luar rumah atau tidak. Akan sulit untuk membuktikan dari Kitab Suci bahwa adalah salah bagi seorang ibu untuk bekerja. Model ibu di dalam Amsal 31 tentu saja bekerja. "Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya .... Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam .... Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang." (Amsal 31:13, 16-18, 24). Para perempuan memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga pada zaman Alkitab.

Akan tetapi, telah terlihat dari Alkitab bahwa ayah memiliki tanggung jawab utama dalam mencukupi kebutuhan fisik keluarganya. Sebelum seorang istri pergi bekerja, saya menyarankan bahwa ia dan suaminya duduk bersama dan menjawab beberapa pertanyaan yang bersangkutan. Pertama-tama, mengapa mereka ingin istri bekerja? Jika itu karena si istri bosan dengan perannya sebagai ibu, bekerja mungkin bukan jawabannya. Ia perlu memikirkan ulang sikapnya dan menghadapi tantangan sebagai ibu. Melakukan tugas seperti yang Tuhan kehendaki, terutama dengan anak-anak yang masih kecil, dapat menguras semua kecerdasan, memanfaatkan semua keterampilan, dan menghabiskan waktu sebanyak yang ingin ia berikan. Jika motivasinya untuk membeli lebih banyak baju untuk dirinya sendiri atau bahkan membeli barang-barang mewah untuk seluruh keluarga, mungkin baik dirinya dan suaminya perlu menyesuaikan kembali prioritas mereka sesuai dengan firman Tuhan. Jika di sisi lain hal itu untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, berkontribusi terhadap pendidikan anak, atau menyediakan hal-hal lain yang diperlukan, Kitab Suci tidak akan melarangnya.

Namun, ada pertanyaan kedua: Apakah si istri dapat menjalankan tugasnya sebagai pengurus rumah tangga dengan bahagia? Rasul Paulus menasihati para perempuan untuk "memimpin rumah tangga" (1 Timotius 5:14), satu kata dalam teks asli yang berarti "mengelola rumah tangga, untuk mengurus rumah." Ia juga memberi tahu mereka bahwa mereka harus menjadi "pengatur rumah tangga" (Titus 2:5), satu kata yang mirip, yang secara harfiah berarti "bekerja di rumah." Dengan kata lain, Allah menghendaki istri dan ibu menjadi pengurus rumah. Ia memiliki tanggung jawab pokok untuk hal-hal yang terkait dengan urusan rumah tangga. Mengurus rumah bisa saja dengan mudah menjadi kesibukan paruh waktu yang membuat frustrasi bagi istri yang bekerja, dan merugikan seluruh keluarga. Seorang suami yang mengasihi istri dan yang peka terhadap kebutuhannya akan bersedia membantu pekerjaan di rumah, tetapi bersedia membantu jauh berbeda dengan menyerahkan bagiannya untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti yang sering terjadi ketika seorang wanita bekerja. Itu adalah pembalikan peran yang ditetapkan Allah untuk suami dan istri. Jika penting bagi ibu untuk bekerja, ayah harus mengerahkan seluruh anggota keluarga untuk menolong. Anak-anak dapat mempelajari beberapa pelajaran penting dalam kerja tim dan tanggung jawab melaluinya.

Pertanyaan ketiga: Keuntungan apa yang sebenarnya didapat? Jangan lupa untuk memperhitungkan segala sesuatu: pajak penghasilan federal, pajak pendapatan negara, pajak jaminan sosial, bagian Allah, pengasuhan bayi jika perlu, pakaian tambahan, transportasi, uang makan siang dan snack, makanan yang mahal (jika istri membeli makanan siap saji atau makan malam beku tanpa sisa). Beberapa pasangan benar-benar menyadari bahwa mereka kehabisan uang ketika ibu pergi bekerja.

Pertanyaan keempat adalah yang paling penting dari semua pertanyaan. Bagaimana ibu yang bekerja memengaruhi anak-anak? Bagi beberapa anak, pulang ke rumah yang kosong akan mendorong kemandirian dan kedewasaan. Bagi anak-anak yang lain, hal itu memperbanyak ketidakamanan dan mendatangkan godaan-godaan untuk mendapatkan masalah. Pengasuh bayi dapat membantu, tetapi tidak ada pengasuh bayi yang akan memberikan kasih dan perhatian kepada anak seperti yang dapat ibu berikan. Jika anak-anak sedang di sekolah, pekerjaan paruh waktu yang memungkinkan istri untuk berada di rumah ketika anak-anak di rumah mungkin dapat menjadi jawaban.

Ini adalah masalah yang harus disepakati oleh suami dan istri. Jika seorang istri mengambil pekerjaan yang menentang keinginan suaminya, pintu terbuka untuk masalah yang lebih serius. Akuilah Dia dalam segala jalanmu, maka Dia akan mengarahkan jalanmu. (Amsal 3:5-6 MILT)

Ibu Tunggal

Perceraian adalah salah satu tragedi yang sangat besar pada zaman kita, tetapi sangat banyak terjadi di antara kita dan mengabaikannya tidak akan membuatnya selesai. Dalam banyak kasus anak-anak pun terlibat, dan meningkatkan banyaknya orang tua tunggal. Hal ini diikuti meningkatnya jumlah para janda, duda, ibu yang tidak menikah, dan jumlah mereka sangat besar. Sebagian besar orang tua tunggal adalah wanita, dan kita menyampaikan perkataan singkat terhadap keadaan buruk mereka di sini. Namun, komentar-komentar yang kita buat seharusnya sama-sama dapat diaplikasikan untuk ayah tunggal.

Belum lama ini saya mendapat kesempatan untuk mengajukan beberapa pertanyaan kepada sekelompok orang Kristen tunggal tentang masalah-masalah pengasuhan anak mereka. Sebagian besar dari mereka bercerai. Ketika saya menanyakan nasihat apa yang akan mereka berikan kepada seseorang yang baru saja menjadi orang tua tunggal, salah seorang wanita menulis, "Jika memungkinkan, jangan menjadi satu." Itu adalah nasihat terbaik yang saya ketahui. Allah memiliki solusi untuk setiap masalah pernikahan. Jika ada harapan untuk berdamai, usahakan itu dengan sungguh-sungguh entah perceraian adalah pilihan terakhir atau tidak. Dengan nasihat yang bijak dan kemauan untuk mengusahakan pernikahan, ada harapan untuk keberhasilan.

Bagi para janda, nasihat itu tidak ada artinya. Dan bagi banyak orang yang bercerai, itu sudah terlambat. Jika demikian, apakah masalah-masalah orang tua tunggal? Salah satu tema yang terus muncul adalah kesepian. "Sekarang sudah pukul delapan atau sembilan malam, anak Anda ada di tempat tidur, dan Anda sendirian. Tidak ada seorang pun yang dapat diajak berbagi beban dan sukacita. Anda memiliki tanggung jawab membesarkan anak, tetapi anak itu tidak dapat memenuhi kebutuhan Anda pada tingkat komunikasi Anda. Sering kali kesepian berubah menjadi mengasihani diri sendiri."

Apa jawaban untuk kesendirian yang hampa dan memedihkan ini? Seorang yang lain menulis, "Bergabung dengan kelompok orang tua tunggal yang tertarik pada kesejahteraan anak-anak di samping kebutuhan sosial mereka sendiri, terutama kelompok Kristen." Tamasya keluarga dengan kelompok-kelompok tersebut akan membukakan anak-anak Anda kepada orang dewasa yang berbeda jenis kelamin dan membantu mengisi kekosongan dalam hidup mereka. Yang lebih penting lagi bagi Anda secara pribadi, kegiatan itu akan memberikan kesempatan untuk berelasi dengan orang-orang dewasa. Kontak dengan orang-orang dewasa yang memiliki masalah yang serupa dengan masalah Anda akan memenuhi beberapa kebutuhan dalam hidup Anda dan akan membantu Anda berhubungan lebih baik dengan anak-anak Anda ketika Anda bersama mereka. Akan tetapi, obat paling mujarab untuk kesepian adalah menjalin hubungan yang bertumbuh dengan Tuhan. Ia telah berjanji untuk tidak akan membiarkan Anda dan tidak meninggalkan Anda (Ibrani 13:5).

Masalah umum kedua adalah tersedianya waktu, energi, dan kesabaran untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Seorang wanita menulis, "Sering kali seolah-olah tidak pernah ada cukup waktu dalam sehari untuk menjadi ibu. Sebagai contoh, baru saja melewati hari yang melelahkan dan sibuk di kantor, sekarang saatnya menjemput anak saya dari sekolah TK. Anak saya sudah bermain dan belajar dengan gembira sepanjang hari dan tidak memedulikan frustrasi saya (seharusnya ia mengerti). Anak saya begitu bersemangat untuk menemui ibunya. Ia ingin ibu sepenuhnya untuk dirinya sendiri, tetapi ibu lelah. Dan saatnya menyiapkan makan malam, mencuci piring, dan beres-beres. Lalu saatnya menemani anak tidur. Ke mana semua waktu itu berlalu? Orang tua tunggal harus melakukan pekerjaan dua orang. Namun, anaknya membutuhkan kasih sayang dan penghiburan yang hanya ibunya yang dapat memberikannya. Apakah ada waktu?"

Ibu tunggal yang sama menjawab pertanyaannya sendiri. Perhatikan baik-baik! "Anak Anda membutuhkan Anda, orang tuanya, sekarang -- bukan ketika Anda mempunyai waktu, tetapi sekarang. Oleh karena itu, Anda harus menyediakan waktu. Lakukan aktivitas Anda bersama dengan anak, biarkan dia menjadi penolong Anda. Ini tidak mudah, tentu, tetapi ini sangat penting."

Masalah ketiga yang paling sering dikutip oleh orang tua yang bercerai adalah sesuatu yang berkaitan dengan mantan pasangan mereka dan kepahitan yang tersisa di antara mereka. Sepertinya selalu ada godaan untuk menyalahkan mantan pasangan Anda atas masalah Anda dan membuat dia terlihat buruk di mata anak. Ayah tunggal memberikan beberapa nasihat yang baik: "Jangan mengkritik mantan Anda." Doronglah anak-anak untuk mengasihi dan menghormati orang tua. Dan lakukan apa saja yang dapat Anda lakukan untuk membuat jelas bahwa anak-anak tidak bertanggung jawab atas perpisahan itu." Salah seorang yang bercerai memberi tahu saya bahwa setiap malam ketika ia berdoa dengan anaknya sebelum tidur, ia meyakinkan anaknya bahwa Allah mengasihinya, ibu mengasihinya, dan ayah mengasihinya. Alih-alih mengalami malapetaka perceraian, anak kecil itu menikmati relasi yang sehat dengan ayahnya.

Hanya ada satu cara untuk mengurangi rasa sakit yang tak kunjung hilang karena perceraian dan untuk menyembuhkan beberapa luka yang terus berlanjut. "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:31-32)

Para orang tua tunggal dan anak-anak mereka adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Ini akan menjadi kehormatan bagi setiap keluarga Kristen yang utuh untuk menjangkau dengan kasih Kristus untuk menolong memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa anak korban perceraian belum pernah melihat hubungan pernikahan yang bahagia. Kita dapat mengundang mereka ke rumah kita dan menunjukkan kepada mereka bahwa pernikahan dapat menjadi pengalaman yang luar biasa indah. Allah dapat memakai kita untuk membantu membangun keluarga yang sukses pada tahun-tahun yang akan datang. (t/Jing-Jing)

 

Unduh Audio

 

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Bible.org
Alamat URL : https://bible.org/seriespage/majesty-motherhood
Judul asli artikel : The Majesty of Motherhood
Penulis : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 25 Februari 2014