Seks dalam Berpacaran

Edisi C3I: e-Konsel 71 - Seks Pranikah

Masa berpacaran adalah masa untuk saling mengenal bagi dua pribadi dengan tujuan akhir untuk menjadi pasangan hidup yang saling melengkapi. Pada masa-masa ini, tentu saja ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh kedua individu tersebut. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, batas-batas itu lama-kelamaan menjadi samar-samar dan bahkan dilanggar. Seks adalah batas utama, tetapi juga merupakan batas yang saat ini sudah menjadi hal yang biasa dilanggar. Bagaimana kita menyikapinya agar kita tidak semakin tergoda untuk melanggar batasan ini? Simak tanya-jawab berikut ini dengan nara sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.

T : Panggilan Tuhan terhadap kita adalah untuk menjaga kesucian kehidupan ini, baik pria maupun wanita, tetapi dorongan atau godaan untuk hidup tidak suci begitu besar, lalu apa yang harus kita lakukan?

J : Kita harus melakukan beberapa hal yang bersifat pencegahan. PERTAMA, saya anjurkan bagi yang sedang berpacaran agar sejak awal, baik pria maupun wanita, harus menentukan batas fisik, seberapa dekat mereka akan mendekatkan diri. Keduanya harus menyepakati hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya, sudah tentu baik si pria maupun si wanita harus menyepakati bahwa mereka tidak boleh menyentuh bagian- bagian tubuh yang erotis, seperti payudara atau pun alat-alat kelamin mereka. Jadi, dua daerah itu menjadi daerah yang tertutup, mereka harus saling mengingatkan bahwa dua daerah ini adalah daerah yang tidak boleh mereka langgar.

KEDUA, mereka juga harus membatasi diri dalam hal, misalnya berpelukan, sebab waktu pria dan wanita berpelukan, sudah tentu pada bagian depan akan ada sentuhan dengan anggota tubuh yang erotis, itu juga perlu dicegah. Jauh lebih baik ketika berpelukan dari samping atau tidak mengenai bagian tubuh yang erotis tersebut.

KETIGA, menjaga seberapa jauh si pria dan si wanita boleh berciuman. Ciuman bisa menjadi sesuatu yang sangat lembut, tapi bisa menjadi sesuatu yang bersifat sangat erotis atau panas sekali. Ciuman-ciuman ke arah erotis itu yang harus dihindari.

Jadi, saya menganjurkan bagi pasangan yang sedang berpacaran, agar sejak awal membicarakan batas-batas yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.

T : Biasanya kaum pria itu lebih cepat terangsang dan untuk mencegahnya, wanita harus pandai-pandai menjaga jarak atau bahkan menolak. Tetapi, seringkali yang menjadi permasalahan adalah kekhawatiran dari pihak wanita, nanti kalau ditolak malah ditinggalkan, bagaimana kita menyikapinya?

J : Betul sekali. Jadi, adakalanya wanita memberikan tubuhnya karena takut kehilangan pacarnya. Ini adalah hal yang sangat keliru dan ada pria yang sengaja memanfaatkan hal ini. Misalnya, pria yang mengancam, "Kalau engkau mencintai saya, serahkan tubuhmu. Jika engkau tidak memberikan tubuhmu berarti engkau tidak mencintai saya!" Hal-hal seperti itu adalah tipuan, kalau ada pria yang mengatakan seperti itu, si wanita harus langsung dengan tegas berkata, "Engkau sedang menipu dirimu sendiri dan engkau tidak bisa menipu saya, sebab cinta tidak identik dengan penyerahan tubuh sebelum pernikahan." Cinta mengandung unsur menghormati. Kalau kita mau memakai atau mencemari tubuh orang, berarti kita tidak menghormati orang tersebut. Jadi, wanita juga harus bersikap tegas, jangan sampai terperangkap oleh tipu daya pria semacam itu. Jika sudah berhubungan seks dan putus sebelum menikah, wanita yang akan secara langsung mengalami kerugian terbesar, sampai-sampai ada yang kehilangan jati dirinya, depresi, bahkan ada yang akhirnya berpikiran untuk mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya tidak lagi berguna karena semua yang berharga telah diberikan kepada pacarnya. Yang terutama, seorang pria pada umumnya akan menghormati wanita yang tidak bersikap sembarangan. Justru kalau wanita itu bersikap sembarangan, maka pria akan menikmatinya, sebab dia akan mendapatkan kepuasan yang dia inginkan itu. Tapi, di dalam lubuk hatinya dia tidak lagi menghormati wanita itu. Jadi di hadapan si pria, wanita itu tidak lagi berharga.

T : Apa yang dikatakan Firman Tuhan sebagai bekal atau pedoman bagi yang sedang berpacaran?

J : Saya akan memberikan prinsip Firman Tuhan dari 1Korintus 6:19, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -- dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?"

Firman Tuhan menegaskan bahwa tubuh kita adalah rumah Allah, oleh karena itu, kita tidak bisa berbuat sembarangan terhadap rumah Allah. Kalau kita membaca Firman Tuhan pada Perjanjian Lama, kita tahu bahwa Tuhan sangat tegas terhadap kekudusan rumah Allah, terhadap persembahan-persembahan di rumah Allah. Itulah sebabnya, kedua anak Harun langsung meninggal karena memberikan persembahan dengan cara yang tidak benar. Anak-anak Imam Eli juga dihukum dengan kematian karena melakukan hal yang tidak benar dalam peribadatan rumah Allah. Raja Manasye mengotori rumah Allah dan Tuhan menghakiminya. Jadi Tuhan sangat serius dengan rumah-Nya.

Tubuh kita adalah rumah Allah. Jadi kita harus sadar bahwa kita tidak boleh main-main dengan rumah Allah, yakni tubuh yang Tuhan huni ini. Meskipun kita bergumul, jangan menyerah! Hari ini kita menyerah, besok lawan lagi! Jangan sampai kita berkata, "Ya, memang sudah nasib saya, saya tidak bisa menguasai nafsu saya, memang inilah saya, malangnya saya!" Jangan menyerah dan jangan menurunkan standar Tuhan: yang tidak boleh, tetap tidak boleh. Meskipun kita bergumul, jangan sampai kita menyerah!

Sumber:

[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #61B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini, lewat email, silakan kirim surat ke: < TELAGA@sabda.org > atau mengunjungi Situs TELAGA di alamat: ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?seks_dalam_berpacaran.htm ]]

Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - kaset No. T61B (e-Konsel Edisi 071)