Perceraian, yaitu pemutusan ikatan nikah secara hukum, merupakan
penyimpangan dari maksud Allah, tidak disokong Alkitab kecuali
dalam batas-batas kondisi tertentu. Perceraian adalah akibat dosa
dari salah satu atau kedua belah pihak pasangan suami istri itu.
Kerap kali, kedua pihak sama bersalah. Kesombongan dan pementingan
diri sendiri, sering menambah andil pada keadaan yang mendorong
terjadinya perceraian.
Perceraian sering dihasilkan oleh kehendak yang kaku.
"Kata Yesus kepada mereka: 'Karena ketegaran hatimu Musa
mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula
tidaklah demikian.'" (Matius 19:8).
Perceraian bukan maksud asli Allah bagi pernikahan.
Walaupun diputar balik bagaimanapun, Alkitab tidak membenarkan
perceraian. Alkitab menandaskan:
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi
satu daging." (Kejadian 2:24). Rasul Paulus menulis: "Kepada
orang- orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi
Tuhan - perintahkan, supaya seorang suami tidak boleh
menceraikan istrinya." (1Korintus 7:10)
"Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan
apakah yang dikendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi
jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap istri
dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, Firman Tuhan,
Allah Israel - juga orang yang menutupi pakaiannya dengan
kekerasan, Firman Tuhan semesta alam. Maka jagalah dirimu dan
janganlah berkhianat!" (Maleakhi 3:15-16)
Perceraian diizinkan, terbatas pada kondisi-kondisi berikut:
Bila teman hidup melakukan pelanggaran seks seperti perzinahan
atau homoseks, dan tidak berniat untuk bertobat atau mencari
pengampunan Allah, atau meninggalkan dosanya dan kembali setia
kepada istri atau suaminya. (Lihat Matius 19:9).
Bila salah satu meninggalkan pasangannya, khususnya bila pasangan
yang tidak beriman meninggalkan pasangannya yang Kristen. (Lihat
1Korintus 7:15)
Jika sebelum menerima Kristus, seseorang telah menikah dan kemudian
bercerai, dia harus tetap dalam keadaannya itu. Jika seseorang
sempat menikah ulang, dia harus berupaya agar perkawinannya yang
kedua itu berhasil. Meninggalkan pasangan yang kedua untuk kembali
pada pasangan yang pertama, adalah salah. Dua kesalahan tidak
menciptakan kebenaran!
Berpasangan dengan yang bukan Kristen, bukanlah alasan untuk
bercerai. Sebaliknya, yang Kristen dianjurkan untuk hidup berdamai
dengan pasangannya yang bukan Kristen, untuk memenangkannya ke
dalam iman pada Kristus (1Korintus 7:12-16).
Perhitungkan resikonya:
Senang atau tidak senangkah Allah?
Perceraian itu akan menganggu kelangsungan hidup dan membawa
pengaruh buruk pada orang lain (anak-anak, orang tua, sanak
keluarga), atau tidak?
Sungguhkah ia akan menyelesaikan masalah, atau akan menciptakan
masalah-masalah baru? Perceraian adalah suatu pengalaman
emosional buruk yang membekas dalam.
Gunakan segala sumber untuk mencari jalan keluar:
Mulailah berusaha dari diri sendiri, mencari jalan keluar dengan
penuh kerendahan hati dan semangat mengampuni.
(Lihat Matius 18:21-22)
Mintalah dan ikuti secara serius, bimbingan pernikahan Kristen
dari pusat bimbingan Kristen atau dari pendeta.
Jika perlu, mulailah dengan mencoba hidup terpisah dalam usaha
mencari perbaikan terutama dalam kasus penyiksaan jasmani dan
mental, homoseks, alkohol, kecanduan, dan sebagainya. Dalam
kasus ini pemisahan sementara sangat dianjurkan.
STRATEGI UNTUK MEMBIMBING
Tunjukkan sikap kasih dan memperhatikan. Yakinkan dia bahwa Anda
senang berbicara dengannya dan berusaha mencarikan jalan keluar.
Anda ingin bertindak sebagai sahabat yang membagikan wawasan yang
Anda miliki.
Dengarkan dengan penuh perhatian. Silakan dia menceritakan
kasihnya dan menyalurkan perasaannya, sampai Anda merasa telah
mengerti situasinya.
Jangan bersikap sebagai hakim. Jangan memihak. Sasaran Anda
adalah menyampaikan sudut pandang Alkitab dan menantangnya untuk
mengambil keputusan sendiri dan menerima akibatnya sepanjang
hidup seterusnya. Ingat teladan Tuhan Yesus. Dengan lembut Dia
melayani si perempuan Samaria, walaupun diketahui-Nya bahwa dia
telah bersuami lima orang dan yang terakhir hidup bukan dengan
suaminya. Dia menyatakan diri-Nya sebagai Juruselamat dan
menawarkan "air hidup" kepadanya. (Yohanes 4:9-42)
Katakan padanya, bahwa bila ingin menerima pertolongan dari
Allah, dia harus menyerahkan dirinya kepada Kristus dengan segala
konsekuensinya. Penyerahan diri itu harus tetap, tidak tergantung
pada pemecahan masalahnya. Tanyakan apakah dia pernah menerima
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.
Sesudah menerima Kristus, dia berhak menantikan pertolongan dari
Tuhan. Orang itu kini akan memiliki dimensi dan sudut pandang
hidup yang baru, yang akan sangat membantunya dalam mencari
pemecahan masalah. Dia bisa bergantung pada sumber pertolongan
dan pengertian yang ada dalam Firman Tuhan, yang seharusnya mulai
dibaca dan dipelajarinya. Orang itu pun bisa membawa seluruh
permasalahannya kepada Allah dalam doa. Doa dan penelaahan
Alkitab akan menciptakan pengaruh pada penyesuaian sikap-sikap
kepribadiannya dan akan membantu dia mencari penyelesaian dengan
pasangan hidupnya, melalui pertobatan dan pengakuan.
Anjurkan dia untuk berupaya mencari segala kemungkinan untuk
mendapatkan jalan keluar yang sesuai dengan Alkitab.
Berdoalah dengannya, agar Allah memulihkan kembali hidup dan
pernikahannya.