Perceraian bukanlah pilihan pasangan Kristen. Di hadapan Allah dan para
saksi, suami-istri Kristen telah berjanji untuk setia "sampai kematian
memisahkan kami." "Kepada orang-orang yang telah kawin aku -- tidak,
bukan aku, tetapi Tuhan -- perintahkan, supaya seorang istri tidak boleh
menceraikan suaminya." (
Namun demikian ada keadaan-keadaan yang membuat Alkitab memperlonggar
prinsip tadi: yaitu bila salah satu melakukan pelanggaran susila, seperti
perzinahan, atau homoseks dan tidak bersedia mengakhiri kebiasaan
tersebut (lihat
Dalam kedua situasi di atas, Alkitab menganjurkan pelaksanaan pengampunan dan pemulihan yang akan lebih mempermuliakan Allah. Tetapi jika sampai di sini pun, belum tercapai jalan keluar, maka Alkitab mengizinkan perceraian.
Bagaimana bila sesudah itu masing-masing menikah ulang? Itu terserah pada
hati nurani masing-masing; Alkitab tidak melarang, tidak juga
menganjurkan pernikahan ulang. Rupanya, jika Alkitab mengizinkan
perceraian dalam batas-batas kondisi tadi, Alkitab pun mengizinkan
pernikahan ulang sebagai salah satu pilihan. Bacalah
"Kadang-kadang ada orang bertanya sebagai berikut: 'Aku sudah bercerai dan menikah ulang; haruskah aku meninggalkan suami atau istriku yang sekarang, untuk kembali kepada yang mula-mula?' Jawabku: Dalam keadaan biasa, tetaplah dalam keadaan anda. Dosa masa lalu tidak bisa ditarik kembali. Hal terpenting bagi anda sekarang ialah mengakui dosa dan kegagalan masa lalu anda. Lalu sejauh tanggung jawab anda, pastikan bahwa keluarga anda sekarang adalah suatu rumah tangga yang Kristen."
Mungkin anda akan menghadapi berbagai kemungkinan situasi dari yang sudah dibeberkan di atas. Berusahalah mengikuti petunjuk berikut:
Bagi yang bukan Kristen:Tanyakan apakah dia pernah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya pribadi. Jelaskan "Damai dengan Allah",17750.
"Walaupun aku dianggap tidak salah, adakah andilku yang menyebabkan pernikahanku pertama berantakan?"
"Adakah kesombongan dan pementingan diri sendiri yang belum kuselesaikan?"
"Adakah kekecewaan dan kepahitan akibat perceraianku, yang harus kubereskan?"
"Adakah alasan untukku mengharapkan suatu pernikahan ulang yang berhasil?"
"Adakah sekarang aku hidup dalam kehendak Allah? Bagaimana dapat kupastikan?"
"Dapatkah aku mengisi pernikahan baruku dengan hal rohani?" "Apakah kemuliaan Allah merupakan tujuan hidupku tertinggi?"
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah
dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah,
yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam
Kristus Yesus." (
"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia
memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan
murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -- , maka hal itu akan
diberikan kepadanya." (
"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu,
sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris
dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang."
(
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."
(
"Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak
dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi
langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang
yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari
pada kita pelanggaran kita." (