PERTANYAAN ANDA
Saya baru menikah 3 tahun dan kami cukup bahagia. Ke mana-mana kami berduaan sampai teman-teman kami pada ngiri. Mereka mengatakan kami seperti pengantin baru terus. Tujuh bulan yang lalu saya melahirkan anak kami yang pertama. Mula-mula kami merasakan kebahagiaan kami bertambah besar. Tetapi, rupanya itu cuma perasaan kami pada minggu- minggu pertama setelah kelahiran anak tersebut. Kemudian, kami sering bertengkar. Saya tidak tahu mengapa saya jadi gampang marah, dan jengkel terus dengan suami yang saya rasakan sangat egois. Ia sepertinya tidak mengerti kalau saya sudah capai seharian dengan anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang tak mungkin saya abaikan begitu saja. Rasanya perasaan saya ambivalen antara cinta dan benci. Betul-betul benci, sampai saya sering kali menyesali mengapa saya terjebak menikah dengan pria seperti ini. Tetapi kalau sedang sendirian dan lebih rileks, saya rindu kehadirannya dan saya merasakan betapa saya sangat membutuhkannya. Saya takut kalau-kalau saya melakukan kesalahan-kesalahan yang bisa menghancurkan pernikahan kami. Apa yang harus saya perbuat?
Anda cukup mawas diri! Saya percaya Anda mempunyai kepekaan yang besar atas apa yang sedang terjadi dalam hidup Anda. Cuma, kepekaan saja rupanya tidak cukup. Anda terjebak dalam sistim kehidupan keluarga yang melelahkan dan Anda sering kali tak dapat mengontrol emosi Anda.
Memang kelahiran anak selalu merombak sistim yang lama, yang mungkin selama ini dinikmati. Anda dapat berduaan ke mana-mana dan betul-betul menikmati hidup pernikahan tanpa gangguan siapa pun juga. Sekarang, sistim tersebut telah berubah. Kehadiran si Upik, yang kalian dambakan ternyata telah menciptakan sistim baru ketika sebagian besar waktu Anda sudah tersita bersama dia. Anda lelah oleh karena si Upik membutuhkan pelayanan, perawatan, perhatian, cinta kasih yang konsisten, sabar, telaten, bahkan keterampilan yang harus Anda pelajari dengan tekun untuk menjadi ibu yang baik. Betul-betul melelahkan sehingga tenaga, energi, dan waktu untuk suami barangkali sudah tidak ada lagi. Yang Anda harapkan dari suami adalah pengertian, kasih, dukungan, dan mungkin bantuan untuk ikut merawat si Upik.
Anda kecewa rupanya karena Anda menikah dengan satu pribadi yang mungkin bukan tipe "family man" (laki-laki yang kepuasan batinnya ada dalam hubungan dengan keluarga). Ia tidak tertarik untuk merawat bayi dan ia tidak merasakan bahwa itu adalah bagian dari tanggung jawabnya. Mungkin role (peran) seperti itu sangat asing baginya sehingga tidak pernah tebersit di otaknya apa yang Anda pikirkan. Bahkan sebaliknya, mungkin ia heran dengan sikap Anda. Mungkin ia merasakan Andalah yang berubah, yang tidak mengasihi dia lagi karena kasih Anda semua sudah diberikan kepada si Upik.
Jadi, masalah utama dalam hidup Anda rupanya sistim baru yang tidak siap untuk Anda berdua terima. Anda telah memainkan role (peran) yang baru dan menginginkan suami berperan yang baru pula mengikuti dan mengimbangi peran yang Anda pilih. Sebaliknya, suami Anda masih memelihara peran yang lama dan merasakan bahwa sekarang kehidupan rumah tangganya telah berubah dan Andalah penentunya karena Anda tidak lagi dapat memberikan kebutuhan-kebutuhan primernya.
Banyak laki-laki berpikiran sangat praktis. Mungkin ia heran mengapa Anda mau terus-menerus terikat dengan si Upik dan tidak memercayakannya kepada "baby sitter" saja. Mungkin baginya bangun tengah malam mengganti popok, membuat susu, menggendong, dan menidurkan si Upik lagi adalah hal-hal praktis yang tidak harus dilakukan oleh ibu atau ayah si Upik. Mungkin ia merasa bahwa Anda seorang wanita yang aneh, yang memang sudah mulai kehilangan cintanya kepada suami setelah kelahiran si Upik. Jadi, untuk menyelesaikan masalah ini, Anda perlu perhatikan beberapa hal di bawah ini:
Tuhan memberkati Anda.
Links:
[1] https://c3i.sabda.org/kategori_bahan_c3i/parakaleo
[2] https://c3i.sabda.org/kategori_bahan_c3i/keluarga
[3] https://c3i.sabda.org/jenis_bahan_c3i/tanya_jawab