Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Membangun Hubungan dalam Konseling
Membangun hubungan antara konselor dan konseli tidak terlepas dari bagaimana konselor membuka percakapan terhadap konseli. Sebelum kita membicarakan lebih lanjut makna komunikasi atau hubungan dalam konseling, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun suasana hubungan tersebut, antara lain sebagai berikut.
- Menyambut konseli
- Membangun hubungan
- Menguatkan
- Tanda-tanda konselor mendengarkan dengan baik
- Bahasa Tubuh
Kita menyambut konseli sebagai tanda kita senang menerima kedatangannya, misalnya "Mari, Pak/Ibu/Adik/Kakak/Nak, ... silakan duduk!", dan lainnya (bandingkan
Bila konseli merasa kurang aman atau terganggu maka hal itu dapat mempengaruhi hubungan selanjutnya. Karena itu, perlu persiapan agar konseli merasa lega dan merasa bebas berbicara. Begitu juga bila kita datang menemui orang bersangkutan, perlu tampak bahwa hati kita bersukacita bertemu dengan dia dalam mengadakan percakapan dengannya.
Jika misalnya Anda mengetahui seseorang itu suka memancing, tanyakan keadaan sewaktu dia memancing. Hal-hal lain tentu dapat disesuaikan konselor dengan hobi atau kesibukan si konseli setiap hari atau juga kesehatannya dan lain-lain.
Jangan menanyai konseli dengan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya hanya "ya" atau "tidak". Dengan demikian, percakapan kita bisa berkembang terbuka. Oleh sebab itu, seharusnya konselor memakai pertanyaan yang terbuka agar konseli terbuka dan bebas berbicara. Di dalam saat-saat yang tepat, Anda dapat berkata, misalnya "Aku senang bila Anda membicarakan sesuatu hal tentang keluarga Anda atau yang lainnya." Anda juga dapat berkata, "Aku juga ikut prihatin tentang anak Anda yang telah ditangkap polisi. Ada baiknya bila Anda menuturkannya sedikit." (bila misalnya memang ada kejadian seperti itu).
Konselor perlu untuk mendorong yang bersangkutan agar mereka bebas berbicara. Berikan perhatian penuh kepadanya. Anda sebagai pendeta atau konselor tidak bertugas mengendalikan konseli (berbeda dengan metode directive atau transference); akan tetapi biarkanlah ia berbicara. Bahayanya, sering kali pendeta atau pelayan khusus lainnya merasa harus memberi nasihat-nasihat. Asumsi seperti ini harus dijauhkan dalam tugas konseling. Yang penting ialah mendorong yang bersangkutan agar berbicara. Juga agar tidak ada kesan bahwa kita memaksa dia menerima nasihat- nasihat kita.
Berikanlah perhatian penuh kepada yang bersangkutan, antara lain dengan memandang yang bersangkutan. Jika tidak demikian, berarti
kita tidak memerhatikan dia (bandingkan Petrus dan orang yang
mempunyai masalah dalam Kisah Para Rasul 3 tentang orang lumpuh
sejak lahir). Orang bersangkutan meminta uang (
Perhatikan bahasa tubuh Anda sendiri. Tubuh kita ikut berbicara kepada orang lain. Kita dapat berkata, "Saya berniat mendengarkan masalah Anda," melalui gerakan tubuh, misalnya cara duduk kita yang tidak dalam gaya santai dan lainnya. (E.P. Gintings, Manusia dan Masalahnya, Hlm. 162-165).