Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Berkomunikasi: Banyak Mendengar Sedikit Bicara
Dalam bukunya "Herein Is Love", Reuel Howe berkata, "Jika ada sesuatu yang sangat diperlukan oleh pengantin baru dalam memulai hidup bersama, bagaimana pun juga, itu adalah komunikasi yang terbuka di antara keduanya."
Seseorang menyarankan bahwa mendengarkan sungguh-sungguh
dengan mulut terkatup adalah dasar ketrampilan berkomunikasi yang
dibutuhkan dalam pernikahan. Pikirkan pola komunikasi Anda sendiri.
Apa yang diperlukan untuk mendengar secara efektif?
Mendengar efektif berarti jika seseorang sedang berbicara, Anda tidak boleh memusatkan pikiran pada apa yang akan Anda katakan saat ia selesai berbicara, melainkan pada apa yang ia utarakan.
Mendengar lebih dari sekedar menunggu giliran berbicara dengan sopan. Lebih dari mendengar kata-kata. Mendengar sungguh-sungguh berarti menerima dan mencerna berita seperti ketika kata-kata itu diucapkan - ingin mengerti apa yang sesungguhnya dimaksud orang lain.
Tidak benar bila secara umum mendengar diartikan sebagai bagian yang pasif dalam berkomunikasi. Pendengaran yang peka menjangkau orang lain, aktif memperhatikan apa yang dikatakannya dan apa yang ingin dikatakannya.
Mendengar bukanlah pilihan yang kita ambil dengan sukacita. Kebanyakan orang lebih suka berbicara. Kita senang mengungkap gagasan-gagasan kita. Kita merasa leibh enak memperkenalkan posisi, menonjolkan pendapat dan perasaan kita. Sebenarnya, kebanyakan orang tidak ingin mendengar seperti halnya keinginan mereka berbicara dan didengarkan. Karena itulah kita lebih memusatkan perhatian pada kata-kata yang akan kita ucapkan daripada memberi perhatian penuh pada apa yang diutarakan orang lain. Selain itu, kita sering menyaring kata-kata orang lain berdasarkan pendapat dan kebutuhan kita sendiri.
SEBAGAI CONTOH :
seorang istri memperlihatkan bahwa ia letih dengan pekerjaan rumah
tangga. Sang suami mendengar apa yang dikatakannya, tetapi pesan
yang ia terima adalah sang istri tidak bahagia karena ia tidak menyediakan
seorang pembantu rumah tangga seperti yang dimiliki ibunya. Padahal,
bukan itu yang ada di pikiran istrinya, tetapi itulah yang terdengar oleh
sang suami. Sebab sejak menikah, sang suami selalu merasa bersalah
karena tidak dapat memberi pertolongan seperti ayah mertuannya.
Mudah dilihat bagaimana pesan yang disampaikan menyimpang dari
yang dimaksudkan. Pesan-pesan yang sudah disaring terlebih dulu
jarang sekali tepat dan menimbulkan kesalahpahaman.
Jika suami dan istri menyadari pentingnya mendengar secara objektif, dan masing-masing memberi perhatian penuh, maka mereka sudah mengambil langkah besar menuju pembangunan jalur komunikasi yang kuat.