Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Lima Bom Waktu Ketidakcocokan
Edisi C3I: e-Konsel 284 - Hubungan Pacaran/Tunangan
Diringkas oleh: Sri Setyawati
Perbedaan-perbedaan yang ada perlu dicermati dalam memilih pasangan hidup. Pasangan dengan latar belakang yang berbeda dari kita, bisa memperlengkapi dan memperkaya kehidupan kita. Namun, jika kadarnya terlampau ekstrem, tak jarang perbedaan itu berpotensi menimbulkan konflik. Ya, jika tidak diantisipasi dan disikapi secara tepat, perbedaan tersebut dapat menjadi "bom waktu" yang dapat meledak sewaktu-waktu. Bom waktu yang perlu diwaspadai itu adalah sebagai berikut.
1. Perbedaan umur yang mencolok.
Sebuah penelitian tentang kesenjangan umur antara suami dan istri menunjukkan hasil yang menarik. Kelompok suami yang paling bahagia adalah mereka yang istrinya lebih muda 12 tahun atau lebih. Kelompok istri yang paling bahagia adalah mereka yang suaminya 3 -- 5 tahun lebih tua. Kesimpulannya? Silakan Anda pikirkan sendiri.
Yang jelas, jika Anda berhubungan dengan pasangan yang jauh lebih tua atau jauh lebih muda daripada Anda, ada beberapa potensi masalah yang perlu dipertimbangkan masak-masak. Orang yang memiliki perbedaan umur mencolok berada pada fase hidup yang berbeda. Minat, fokus, dan arah hidup mereka boleh jadi malah berseberangan.
Perbedaan umur yang mencolok perlu diantisipasi secara saksama. Jalan tengah mana yang dapat diambil? Dapatkah Anda berdua memikirkan kompromi dan solusi kreatif yang memuaskan kedua belah pihak? Tanpa penanganan yang serius, perbedaan-perbedaan itu hanya akan memantik percekcokan.
2. Perbedaan keyakinan rohani.
Berbeda dengan ketidakcocokan lainnya, Tuhan secara khusus memperingatkan kita agar tidak menikah dengan orang yang tidak percaya. Pernikahan bukan hanya perjanjian antara suami dan istri, namun juga antara mereka dan Tuhan. Apabila salah satu pihak berbeda keyakinan atau tidak percaya kepada Tuhan, bagian perjanjian dengan Tuhan tentu saja menjadi rapuh. Orang kristiani yang bersungguh-sungguh juga akan mengalami ketidakseimbangan jika menikah dengan orang kristiani yang tidak serius dalam menghayati imannya.
Kesatuan rohani itu sangat penting karena kehidupan pernikahan tak ayal akan melewati masa-masa berat penuh tantangan, penderitaan, kekecewaan, musibah, sakit-penyakit, kebangkrutan, dan kematian. Dengan kesatuan rohani, kedua pasangan akan dapat bersama-sama berseru kepada Tuhan untuk menguatkan mereka melewati masalah tersebut. Betapa berbedanya jika kita harus melewatinya seorang diri, tanpa dukungan rohani dari pasangan hidup kita.
Kesatuan rohani antara suami dan istri juga memungkinkan anak mengalami pembinaan iman yang optimal. Anak-anak memerlukan orang tua yang dapat menunjukkan jalan menuju Yesus dan meneladankan kerohanian yang kokoh. Dengan menyaksikan kesatuan iman kedua orang tuanya, akan lebih mudah bagi anak untuk menyerap sistem nilai yang sama dan memantapkan iman mereka sendiri.
3. Perbedaan latar belakang etnis, status sosial, atau pendidikan.
Seorang pelintas alam mengatakan, yang paling mengganggunya dalam perjalanan bukanlah bebatuan besar yang merintangi lintasan, melainkan kerikil-kerikil kecil yang menyelinap ke dalam sepatunya. Apabila tidak dikelola secara tepat, perbedaan latar belakang etnis, status sosial, atau pendidikan berpotensi menjadi kerikil-kerikil kecil yang menjengkelkan dalam kehidupan pernikahan.
4. Orang tua yang terlalu dominan.
Seorang yang hendak menikah, harus siap meninggalkan orang tuanya untuk menyatu dengan pasangannya. Dari pihak orang tua, mereka harus mempersiapkan diri untuk melepaskan anak mereka secara fisik, secara finansial, dan secara emosional. Pasangan yang menikah semestinya dilepaskan untuk membangun sarang baru, menakhodai kapal mereka secara mandiri. Orang yang menikah juga mengalihkan prioritas perhatiannya dari orang tua kepada pasangannya. Ia lebih mengutamakan hubungannya dengan pasangan hidupnya daripada hubungannya dengan orang-orang lain, termasuk dengan orang tuanya.
Orang tua yang terlalu protektif atau terlalu dominan menghambat proses ini. Mereka ingin terus-menerus mengontrol kehidupan anaknya. Campur tangan orang tua yang berlebihan ini, tak ayal akan mempersulit proses penyatuan kedua pasangan.
Ketika memilih pasangan hidup, Anda perlu memerhatikan secara cermat pola hubungan antara pasangan Anda dan kedua orang tuanya. Apakah orang tuanya siap untuk melepaskan anak mereka menjadi pasangan Anda? Apakah pasangan Anda siap untuk meninggalkan orang tuanya demi menyatu dengan Anda?
5. Hubungan jarak jauh.
Komunikasi kita 55% disampaikan melalui raut wajah, sosok, dan sikap tubuh -- aspek-aspek nonverbal. Saat berhubungan melalui telepon, kita hanya menerima 38 persen berupa nada suara dan 7% pesan verbal. Sisanya, 55% yang nonverbal tadi, tidak hadir. Nah, komunikasi tertulis hanya menyalurkan 7% pesan verbal dan kehilangan 93% aspek lainnya.
Pada pasangan yang membina hubungan jarak jauh, konselor pernikahan biasanya menyarankan agar mereka bertemu lebih sering sebelum menikah. Jika perlu, mereka tinggal di kota yang sama atau berdekatan selama kira-kira satu tahun. Tujuannya ialah untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat dan menguji kesungguhan hubungan mereka. Jika tidak, Anda sedang menyelundupkan bom waktu ketidakcocokan ke dalam pernikahan Anda.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Pacaran Asyik dan Cerdas |
Judul bab | : | 5 Bom Waktu Ketidakcocokan |
Penulis | : | Arie Saptaji |
Penerbit | : | Gloria Graffa, Yogyakarta 2009 |
Halaman | : | 63 -- 72 |
Catatan: Jika Anda ingin membaca artikel ini seutuhnya, Anda bisa mengaksesnya melalui situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I) di alamat: http://c3i.sabda.org/5_bom_waktu_ketidakcocokan