KUALITAS YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENJADI KONSELOR YANG BAIK
Untuk menjadi konselor, kita tidak perlu ijasah diploma Teologi atau
training psikologi. Profesor psikologi Jerome Frank dari Universitas
John Hopkins mendeskripsikan kualitas yang dibutuhkan seorang
konselor secara sederhana,
"Siapa pun yang memiliki kehangatan, logika, kepekaan terhadap
masalah-masalah orang lain dan keinginan untuk membantu orang
lain dapat melakukan psikoterapi dengan baik."
Deskripsi ini cukup memberikan dorongan semangat bagi para konselor
awam yang terbeban untuk melakukan tugas pelayanan konseling.
Selain itu konselor harus mengerti terlebih dahulu istilah lain
Roh Kudus adalah "Paraclete". Istilah "Paraclete" yang berasal dari
bahasa Yunani ini dapat diterjemahkan sebagai konselor. Sedangkan
arti dari konselor sendiri adalah 'orang yang terpanggil untuk
mendampingi orang lain', 'menemani', menasehati, atau bila perlu
'membela'. Bila Roh Kudus digambarkan sebagai konselor itu sendiri
maka kuasa Roh Kudus mengatasi aspek-aspek lain dalam diri kita,
seperti kualitas pribadi dan teknik-teknik yang kita kuasai untuk
memberikan konseling. Hanya Roh Kudus sajalah yang mempunyai
kekuatan untuk mengubahkan hidup seseorang, baik hidup kita sebagai
seorang konselor maupun orang yang kita bimbing. Jika kita ingin
memberikan konseling, kita harus dengan suka rela berpasrah diri
kepada Kristus dan membiarkan Roh Kudus memenuhi hidup kita dari
hari ke hari. Menurut Alkitab, berpasrah diri kepada Kristus dan
Roh Kudus adalah hal yang penting yang harus dilakukan konselor.
Namun demikian, ada kualitas-kualitas pribadi yang dapat membantu
kita untuk menjadi konselor yang efektif. Kualitas-kualitas tersebut
antara lain:
Pengalaman penderitaan/kesusahan.
Persyaratan pertama adalah mengalami penderitaan. Ini bukan
berarti kita harus mencari/menambah penderitaan atau kesusahan
untuk menjadi konselor. Tuhan mengasihi kita dan mengijinkan kita
mengalami penderitaan untuk memperkuat karakter kita sehingga
kita pada akhirnya juga dapat membantu orang lain yang juga
mengalami kesusahan. Pada kenyataannya, orang-orang yang
terpanggil untuk memberikan pelayanan konseling kebanyakan adalah
orang-orang yang dalam hidupnya pernah mengalami pergumulan
berat.
Empati.
Empati adalah memahami perasaan orang lain dengan mencoba ikut
merasakan seperti yang terungkap dalam Roma 12:15,
"Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah
dengan orang yang menangis!" atau dalam Amsal 12:15, "Orang yang
menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang
yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada
luka."
Menjadi pendengar yang baik.
Kita tidak dapat menjadi konselor yang kompeten jika kita tidak
mau mendengarkan dengan baik apa yang ingin dikatakan oleh orang
yang kita bimbing. Kenyataannya banyak konselor yang hanya ingin
memberi nasehat saja tetapi malas untuk mendengarkan. tertulis
bahwa, "Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah
kebodohan dan kecelaannya" (Amsal 18:13).
Tidak menghakimi.
Yang dimaksud dengan tidak menghakimi di sini bukan berarti kita
kita benar-benar tidak boleh memberikan penilaian dalam
konseling. Tetapi sebagai pendengar yang baik kita tentunya dapat
memberikan penilaian yang adil terhadap konsele kita. Kita perlu
terlebih dahulu mengenal kelemahan-kelemahan kita sebagai pribadi
karena ini merupakan bagian dari kedewasaan kita dalam memahami
kelemahan-kelemahan orang lain sehingga kita tidak asal
menyimpulkan apa saja yang telah kita dengar.
Kesabaran.
Adalah hal yang sangat mudah untuk berputus asa dalam melakukan
konseling terutama saat kita tidak melihat perkembangan yang baik
dari konsele kita. Kita harus ingat bahwa tujuan dari konseling
adalah kedewasaan iman Kristen, apakah kita memiliki cukup
kesabaran untuk itu? Dalam Kolose 1:28-29 diungkapkan,
"Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami
nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat,
untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam
Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan
segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan
kuat di dalam aku."
Dari ayat ini kata 'kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala
tenaga' merupakan kata kunci yang harus kita ingat selalu agar
kita sabar untuk mencapai tujuan utama konseling.