Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Psikopat dan Iblis

Di dalam dunia kekristenan, setidaknya ada tiga pandangan umum tentang hubungan antara gangguan jiwa dan gangguan iblis. Ada yang berpendapat bahwa semua gangguan jiwa merupakan gangguan iblis, tanpa kecuali. Sebaliknya ada pula yang berpandangan bahwa semua gangguan jiwa bukanlah gangguan iblis. Di antara keduanya, ada yang berkeyakinan bahwa adakalanya gangguan jiwa merupakan gangguan iblis, namun tidak selalu. Saya termasuk dalam kategori terakhir ini.

Kesulitan dengan pandangan pertama adalah, di dalam Alkitab tidak ada rujukan jelas yang mengatakan bahwa gangguan jiwa adalah gangguan iblis. Sebagai contoh Nebukadnezar, akibat kesombongannya, menerima ganjaran Tuhan dan harus menjalani hidup sebagai seorang yang hilang kewarasannya namun kondisinya tidak disebut sebagai gangguan iblis (Daniel 4:2833). Di Perjanjian Baru, Matius mencatat perbuatan Tuhan Yesus "melenyapkan segala penyakit dan kelemahan . . .,yang kerasukan, yang sakit ayan dan lumpuh . . . " (4:23-24) tetapi ia tidak menyatukan semua penyakit dengan gangguan iblis.

Keberatan terhadap pandangan kedua adalah, di dalam kitab yang sama, Matius seolah menyamakan orang yang menderita gangguan fisik dengan orang yang tengah mengalami gangguan iblis, ". . . dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan . . . Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orangorang yang menderita sakit" (8:16-17). Salah satu contoh yang jelas di mana gangguan fisik bersatu dengan gangguan iblis tercatat di Lukas 13:10-17, di mana kerasukan roh dan bungkuk badan terjadi bersamaan. Kendati di sini yang menjadi pokok bahasan adalah gangguan fisik, namun saya tidak menutup kemungkinan bahwa gangguan jiwa pun dapat menyatu dengan gangguan iblis.

Salah satu gangguan jiwa yang menakutkan adalah gangguan psychopathy, diindonesiakan, psikopati (Gangguan Kepribadian Antisosial, juga dikenal dengan sebutan sosiopati) yang acap diasosiasikan dengan pembunuh berantai karena banyaknya pembunuh berdarah dingin yang mengidap gangguan ini. Dua ciri utama penderita psikopati adalah hilangnya hati nurani dan miskinnya kemampuan berempati. Kedua karakteristik ini membuatnya sanggup untuk melakukan segala perbuatan terkeji tanpa sedikit pun merasa bersalah atau iba dengan penderitaan orang.

Penderita psikopati juga mampu untuk merancang skenario memburu, memangsa, serta menyiksa korbannya. Hewan buas memangsa korban untuk mengisi kelaparan fisiknya sedangkan seorang psikopat memangsa korbannya hanyalah untuk mengisi kelaparan emosionalnya. Kepuasan diperolehnya tatkala ia melihat korbannya kesakitan dan ketakutan namun itu tidak berarti akhir dari penyiksaan. Seorang psikopat akan terus melanjutkan karya kejinya sampai tuntas.

Salah satu karakteristik psikopat yang mencengangkan- adalah kesanggupannya untuk memainkan segala jenis peran dalam hidup. Walau hanya untuk sementara, ia dapat berperan sebagai ayah yang baik, pekerja yang bertanggung jawab, suami yang mesra, dan lainnya, tanpa ia menjadi orang tersebut. Pada dasarnya ia memainkan peran untuk satu tujuan yakni untuk mendapatkan yang diincarnya. Dengan kata lain, ia sanggup berbuat dan menghalalkan apa pun guna memperoleh keinginannya.

Oleh karena keahliannya memainkan peran, seorang psikopat tidak selalu mudah dikenali. Ia dapat hidup di tengah kita dengan adem ayem sampai suatu ketika-saat di mana sesuatu yang tidak diinginkannya terjadi. Pada momen itulah ia bermetamorfosis-atau lebih tepat lagi, kembali ke asal-menjadi diri yang menakutkan dan kejam. Ingat, prinsip hidupnya adalah mendapatkan apa yang diinginkannya dengan pelbagai cara; jadi, sewaktu apa yang didambakannya tidak diperolehnya, diri aslinya pun menyeruak keluar.

Sekali lagi, saya tidak menyamakan semua gangguan jiwa dengan gangguan iblis namun khusus untuk gangguan psikopati, saya berkesimpulan lain. Saya melihat gangguan psikopati sebagai representasi iblis yang paling akurat dan menyeluruh. Iblis tidak memiliki hati nurani dan sanggup melakukan perbuatan terkeji tanpa mengedipkan mata. Iblis selalu mencari mangsa dan siap menyiksa korbannya bila apa yang diinginkannya tidak diperolehnya. (Di Firman Tuhan kita dapat melihat contoh nyata perbuatan iblis yang membelenggu atau membanting-banting orang yang diterkamnya.) Iblis pun mampu untuk memainkan peran sebagai figur yang baik bila itu berguna untuk melumpuhkan sasarannya. Dengan kata lain kita bisa melihat bahwa semua karakteristik iblis yang dominan terwakili pada diri seorang psikopat.

Hal yang menyedihkan adalah, sesungguhnya gangguan psikopati adalah gangguan yang tak seharusnya ada. Pada umumnya seorang psikopat bertumbuh besar dalam rumah yang sarat kekacauan dan ketegangan akibat masalah dalam keluarga. Bukan saja ia tidak menerima bimbingan orangtua yang memadai, ia pun biasanya menjadi korban keberingasan orang yang lebih tua di rumahnya-bisa orangtua, bisa pula kakak, paman, atau siapa pun. Menambah daftar pengalaman buruknya adalah penolakan yang harus diterima dari orangtua yang seharusnya mengasihinya. Bukan saja ia mengalami penolakan dan miskin kasih, ia pun mesti menerima tuntutan untuk melakukan kehendak orang lain-tanpa mampu menolaknya. Kegagalan melaksanakan tugas berakibatkan hukuman yang tidak mengenal batas kasihan.

Pada akhirnya ia mengadopsi semua cara hidup yang destruktif itu sebagai keniscayaan untuk bertahan. Ia pun harus mempelajari keterampilan memanipulasi orang di sekitarnya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Masalah terbesarnya adalah, di dalam kehampaan kasih dan kehangatan, ia akhirnya mengembangkan sebuah diri yang minus empati yang menghasilkan sebuah kepribadian yang hampa hati nurani dan belas kasihan. Ia dingin seperti mayat sebab memang ia telah hidup beku di luar kasih dan kemanusiaan yang wajar.

Ia menjadi mesin yang haus kasih dan penerimaan namun tidak mampu menyerap kasih dan penerimaan secara wajar. Ibarat bola tenis yang dilemparkan ke dinding, begitulah nasib cinta kasih yang diberikan kepadanya. Itu sebabnya ia senantiasa bergerak mencari-dan

memangsa-kasih dengan cara menaklukkan korbannya. Seperti drakula yang haus darah, ia akan mengisap kasih-yang dicernanya dalam bentuk ketundukan total-sampai habis kemudian mencampakkan korbannya.

Seorang psikopat akhirnya menjadi representasi iblis yang paling lengkap di muka bumi. Di dalam dirinyalah kita melihat rupa iblis yang sebenarnya dan barangsiapa pernah hidup serumah dengannya, pasti tahu apa yang saya katakan. Tidak ada yang sanggup hidup dengannya sebab tidak ada seorang pun yang sanggup berbagi ruang dengan iblis dalam wujud aslinya. Sekali lagi, hal yang menyedihkan adalah, semua ini sebetulnya tidak harus terjadi dan dapat dicegah. Kalau saja orangtua tidak menyediakan lahan subur itu, pastilah psikopat tidak akan pernah ada di muka bumi ini. Dan iblis

pun akan kesulitan mencari jasad baginya.

Sumber
Halaman: 
3 - 4
Judul Artikel: 
Parakaleo, April Juni 2007, Vol. XIV, No. 2
Penerbit: 
Departemen Konseling STTRII
Kota: 
Jakarta
Editor: 
Paul Gunadi Ph.D., Yakub B.Susabda Ph.D., Esther Susabda Ph.D.
Tahun: 
2007

Komentar