Jika kita melihat dengan seksama pada kehidupan yang dijalani oleh umat
manusia di negara manapun di atas muka bumi ini, kita akan melihat persamaan
gaya hidup pada mereka semuanya. Baik pada bangsa yang berkulit putih,
kuning, coklat maupun hitam, semuanya memiliki gaya dan cara hidup yang
sama. Gaya dan cara hidup ini adalah selalu berpusatkan pada perkara-perkara
bumi. Terhadap hal-hal yang dari dunia ini seperti pekerjaan, uang, karier,
deposito, jabatan, fashion, mode mereka antusias sekali. Di manapun mereka
berkumpul, baik di rumah, di jalan maupun di kantor, topik pembicaraan
mereka adalah hal-hal tersebut. Mereka semangat sekali membicarakan hal-hal
tersebut. Cobalah engkau perhatikan sendiri ketika engkau sedang berkumpul
dengan teman-temanmu, apakah yang selalu menjadi topik pembicaraannya?
Bukankah hal-hal yang karnal?
 
Terhadap hal-hal yang karnal kita semua senang membicarakan dan
mendiskusikannya. Bahkan pada orang-orang Kristen sendiri, mereka lebih
menyukai berbicara mengenai hal-hal yang dari dunia ini. Terhadap hal-hal
yang rohani mereka tidak begitu antusias. Mereka tidak begitu tertarik
dengan hal-hal yang rohani, kecuali jika mereka terkena musibah. Saya ingat
dengan seorang kawan yang secara tiba-tiba senang memutar lagu-lagu rohani
tatkala ia sedang menghadapi musibah. Tetapi begitu musibah itu berakhir,
ikut berakhir pula lagu-lagu rohani itu. Sepanjang sejarah manusia hanya
segelintir orang saja yang menyukainya hal-hal yang berasal dari Allah
Yesus berkata, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati" (Matius
12:34). Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati. Engkau dapat menilai
hati seseorang dari kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hati yang bersih
akan mengeluarkan perkataan yang bersih dan hati yang kotor akan
mengeluarkan perkataan yang kotor. Hati yang penuh dengan caci maki akan
mengeluarkan kata-kata caci maki, tetapi hati yang lembut akan mengeluarkan
perkataan yang manis. Hati yang karnal akan mengeluarkan perkataan-perkataan
karnal dan hati yang rohani akan mengeluarkan perkataan-perkataan yang
rohani.
Perkawinan antara manusia dengan ular telah melahirkan hati yang karnal di
dalam diri kita semua. Itulah yang menyebabkan kita semua tunduk pada
karnalitas di dalam diri kita. Di dalam diri kita telah terbentuk tabiat
karnal dan dengan tabiat inilah kita hidup sejak kita keluar dari kandungan
ibu kita. Tidak ada seorangpun yang dilahirkan tanpa karnalitas. Kita semua
lahir dengan nature seperti ini, sebuah tabiat/sifat yang bukan saja karnal
tapi juga rusak. Manusia yang pada awal mulanya diciptakan dalam rupa dan
gambar Allah (Kejadian 1:26), telah rusak oleh karena pelanggaran terhadap
hukum Allah. Kita tidak lagi mencerminkan gambar dan rupa Allah di dalam
kehidupan kita, tetapi sebaliknya mencerminkan rupa dan gambar Iblis. Itulah
sebabnya kita tidak usah diajari caranya membunuh, memperkosa, menjarah,
merampok, mencuri, berzinah, memfitnah, berdusta, berselingkuh, korupsi,
tapi kita dapat melakukan semua itu dengan sendirinya karena tabiat itu
sudah tertanam di dalam diri kita sejak kita masih berada di dalam
kandungan. Sesuatu yang dapat kita lakukan tanpa harus diajari terlebih
dahulu disebut nature atau sifat atau tabiat dan nature ini adalah
diturunkan/diwariskan.
Daud di dalam Mazmur 51:7 berkata: "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku
diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." Ketika saya masih berada di
dalam kandungan ibu, saya tidak pernah didatangi oleh malaikat dan berkata:
"Philipus, sebentar lagi kamu akan lahir ke dunia ini. Sekarang aku akan
memberikan kepadamu dua pilihan: kamu mau lahir sebagai orang kudus atau
orang berdosa?" Tidak pernah ada pilihan buat saya seperti itu. Seandainya
ada pilihan seperti itu saya akan memilih lahir sebagai orang kudus, bukan
sebagai orang berdosa. Saya akan memilih lahir dengan hati yang bersih bukan
dengan hati yang kotor dan karnal. Tetapi pilihan itu tidak ada buat saya.
Nenek moyang saya, yakni Adam dan Hawa, telah membuatkan pilihan bagi saya.
Saya harus lahir sebagai orang berdosa dengan segala tabiat karnalnya.
"Dalam dosa aku dikandung ibuku," itulah perkataan yang tepat sekali.
Semua persoalan yang ada di atas muka bumi ini memiliki akarnya pada tabiat
manusia yang karnal dan rusak ini. Letak permasalahannya berada DI DALAM
diri kita, bukan DI LUAR diri kita. Letak permasalahannya berada di dalam
HATI kita, bukan pada lingkungan kita. Jika permasalahannya terletak di
dalam hati, maka di situlah, pada hatilah, yang harus dibereskan terlebih
dahulu. Suatu saat ada seorang hamba Allah yang sedang sibuk bekerja tapi
anaknya yang kecil selalu mengganggu. Berulang kali sang ayah menasihati
anaknya agar tidak mengganggunya tapi sang anak tetap saja mengganggunya.
Kemudian sang ayah menyobek gambar bola dunia dari sebuah majalah lalu
memotongnya menjadi beberapa bagian dan diperintahkannya kepada anaknya agar
menyusun kembali bola dunia tersebut. Tidak berapa lama sang anak kembali
kepada ayahnya dengan gambar bola dunia yang sudah terbentuk. Sang ayah
terkejut karena begitu cepatnya sang anak dapat menyusun gambar bola dunia.
Lalu bertanyalah sang ayah kepada anaknya: "Nak, bagaimana engkau dapat
menyusun gambar bola dunia itu dengan begitu cepat?" Jawab sang anak,"Di
balik gambar bola dunia itu terdapat gambar manusia, dan yang saya lakukan
hanyalah menyusun gambar manusia itu sehingga gambar bola dunia itu
terbentuk dengan sendirinya." Betapa sebuah pelajaran yang penuh hikmat yang
Allah berikan kepada sang ayah.
 
Semua persoalan yang ada di dunia ini akan selesai dengan sendirinya jika
hati manusia benar di hadapan Allah. Selama hati manusia tidak benar di
hadapan Allah, selama hati manusia tetap karnal, selama hati manusia tidak
diperbaharui oleh Roh Allah, maka tidak akan pernah ada penyelesaian
terhadap semua persoalan yang sedang dihadapi oleh manusia. Agama tidak akan
pernah dapat menyelesaikan persoalan. Pendidikan tidak akan pernah dapat
menyelesaikan persoalan. Teknologi tidak akan pernah dapat menyelesaikan
persoalan. Tidak ada satu produk atau hasil karya dari dunia ini yang dapat
menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi oleh manusia. Tidak ada satupun
orang yang cerdas, pandai dan genius yang dimiliki oleh dunia ini yang dapat
menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh manusia, bahkan pada mereka yang
menyandang serentetan gelar sekalipun. Tidak satupun!
HATI YANG BARU
Selama ribuan tahun manusia selalu dihadapkan pada persoalan yang sama dari
generasi ke generasi. Perjudian, pelacuran, perzinahan, pembunuhan,
perkosaan, iri hati, dengki, benci, rakus, tamak dan hal-hal karnal lainnya
tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Berbagai cara dilakukan untuk
menghilangkan hal-hal seperti itu dengan memberikan pelajaran budi pekerti
dan agama mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Tapi hasilnya
nihil. Bahkan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin canggih kualitas
kejahatannya. Mengapa manusia suka berjudi? Karena hatinya suka. Mengapa
manusia suka melacur? Karena hatinya suka. Mengapa manusia berzinah? Karena
hatinya suka. Mengapa manusia membunuh? Karena hatinya suka. Mengapa manusia
memperkosa? Karena hatinya suka. Mengapa manusia penuh dengan iri dan
dengki? Karena hatinya begitu. Mengapa manusia rakus? Karena hatinya begitu.
Mengapa manusia tamak? Karena hatinya begitu. Mengapa manusia hidup dengan
berpusatkan pada perkara-perkara bumi? Karena hatinya begitu.
Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apakah hati manusia yang karnal
dan rusak ini dapat diperbaiki? Apakah hati manusia yang karnal dan rusak
ini dapat diubah menjadi rohani dan benar di hadapan Allah? Jika ya, dengan
apakah ia dapat diperbaiki? Jika tidak, lalu bagaimanakah agar supaya
manusia berubah menjadi rohani dan benar di hadapan Allah?
 
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus tahu hukum kelahiran yang diucapkan
oleh Yesus di dalam Yohanes 3:6 dan hukum itu adalah: "Apa yang dilahirkan
dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh."
Hukum ini mengatakan bahwa daging melahirkan daging dan Roh melahirkan roh.
Dengan kata lain, daging tidak akan pernah melahirkan Roh, demikian juga
sebaliknya Roh tidak akan pernah melahirkan daging. Dengan kata lain, daging
(karnalitas) tidak dapat diubah menjadi rohani! Daging adalah daging. Karnal
adalah karnal. Di dalam Roma 8:7 firman Allah lebih lanjut berkata: "Sebab
keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk
kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." Daging tidak
takluk kepada hukum Allah. Daging selalu berseteru terhadap Allah. Jika
tabiat daging selalu berlawanan dengan Allah, bagaimanakah mungkin ia diubah
menjadi rohani? Jawabnya adalah tidak mungkin.
 
Jika daging tidak dapat diubah, tidak dapat diperbaiki menjadi rohani
sehingga mengasihi hukum-hukum Allah, lalu bagaimanakah manusia dapat diubah
dari karnal menjadi rohani? Jawabnya ada di Yehezkiel 36:26: "Kamu akan
Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan
menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang
taat." Itulah jalan yang disediakan oleh Allah. Hati yang lama adalah hati
yang keras, hati yang tidak takluk kepada hukum Allah, hati yang selalu
berontak terhadap Allah, hati yang tidak bisa mengasihi Allah, hati yang
selalu berseteru terhadap Allah, hati yang tidak menyukai perkara-perkara di
atas, hati yang mengasihi perkara-perkara dunia ini. Hati yang lama ini
tidak dapat diajar, ataupun diperbaiki agar supaya mengasihi Allah. Agar
supaya manusia berubah dari karnal menjadi rohani, agar supaya manusia
mengasihi hukum-hukum dan jalan-jalan-Nya, maka dibutuhkan hati yang baru,
hati yang suka akan hukum Allah, hati yang mengasihi Dia, hati yang suka
dengan perkara-perkara di atas dan Allah memang menyediakan hati yang
semacam itu bagi kita semua.
 
Banyak orang mencoba memperbaiki hati yang karnal dan rusak dengan berbagai
macam cara seperti pendidikan dan agama. Para orang tua berlomba-lomba
memasukkan anak-anak mereka ke sekolah yang terbaik dengan harapan agar
supaya anak-anak mereka tumbuh menjadi orang-orang yang "baik" di kemudian
hari. Banyak juga orang tua yang menekankan pada pendidikan agama agar
supaya anak-anak mereka tidak "liar" di kemudian hari. Kawan, saya ingin
mengatakan bahwa tidak ada satu pendidikanpun yang dimiliki oleh dunia ini
dapat mengubah tabiat karnal yang ada di dalam diri kita. Jangan salah
mengerti saya. Saya tidak menentang pendidikan yang baik yang dimiliki oleh
sekolah-sekolah, tapi tahukah engkau siapakah yang mengajar anak-anakmu di
sana? Mereka adalah orang-orang yang karnal sama seperti engkau dan saya.
Karnalitas selalu melahirkan karnalitas. Setinggi apapun pendidikan yang
dialami oleh seseorang tidak akan pernah mengubah tabiat karnal di dalam
hatinya.
 
Pernah melihat kontes anjing? Beberapa waktu yang lalu pada berita TVRI
ditayangkan kontes anjing yang diadakan di sebuah negara (saya lupa negara
mana). Anjing-anjing ini didandani dengan begitu rupa sehingga kelihatan
manis dan lucu. Ada yang memakai baju, ada yang mengenakan sepatu, ada yang
memakai kaca mata. Lucu-lucu. Tapi yang ingin saya katakan adalah betapapun
manisnya anjing-anjing ini didandani, betapapun "anggun"-nya anjing-anjing
ini bersolek, mereka tetap anjing yang kalau melihat bangkai tetap akan
dimakannya. Pendandanan secara lahiriah pada anjing-anjing ini tidak
mengubah nature atau tabiat anjing itu sendiri. Seperti itulah pendidikan
dan agama. Pendidikan dan agama hanyalah "jubah" yang dikenakan pada hati
yang karnal sehingga kelihatan manis dan "saleh" tapi tidak pernah mengubah
tabiat karnal itu sendiri. Seseorang baru dapat berubah jika ia tidak lagi
hidup dengan hati lamanya yang karnal melainkan dengan hati yang baru.
Lalu bagaimanakah kita dapat memiliki hati yang baru? Untuk menjawab
pertanyaan ini saya ingin mengajukan pertanyaan kepadamu: bagaimanakah
engkau bisa memiliki hati yang lama dan karnal? Melalui kelahiran jasmani,
bukan? Demikian juga, hati yang baru didapat melalui kelahiran kembali. "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia
tidak dapat melihat Kerajaan Allah" demikian Yesus berkata di dalam Yohanes
3:3. Kelahiran kembali adalah pintu masuk untuk mendapatkan hati yang baru.
Kelahiran kembali adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan hati yang baru
karena "apa yang dilahirkan dari daging adalah daging dan apa yang
dilahirkan dari Roh adalah roh." Kelahiran daging (kelahiran jasmani dari
kandungan ibu kita) telah melahirkan hati yang karnal di dalam diri kita dan
kelahiran kembali oleh Roh-Nya telah melahirkan hati yang baru di dalam diri
kita. Maka mereka yang telah mengalami kelahiran kembali memiliki dua jenis
hati di dalam diri mereka, yaitu hati yang lama dan hati yang baru.
Pengajaran gereja selama ini mengatakan bahwa mereka yang sudah dilahirkan
kembali hanya memiliki satu hati yakni hati yang baru. Hati yang lama,
tabiat yang lama, sudah mati dan yang baru sudah muncul. Pengajaran ini
didasarkan pada firman Allah yang tertulis di dalam 2 Korintus 5:17 yang
berbunyi "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang
lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." Tetapi jika kita
mau meneliti lebih jauh, kita akan mendapati bahwa di dalam diri kita masih
terdapat tabiat karnal yang selalu muncul sekalipun kita sudah dilahirkan
kembali. Kita masih merasakan adanya kebencian, dengki, iri, dendam, tamak,
rakus yang selalu muncul dari dalam hati kita. Kita masih merasakan adanya
kekuatan yang besar di dalam diri kita yang selalu mendorong kita untuk
mencari perkara-perkara di bawah. Lalu apakah artinya firman Allah yang
tertulis di dalam 2 Korintus 5:17 tersebut? Jika firman Allah mengatakan
bahwa "yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang,"
mengapa kita masih merasakan adanya tabiat karnal di dalam diri kita?
Persoalannya akan menjadi jelas jika kita meneliti tenses yang digunakan
pada ayat tersebut di dalam bahasa aslinya seperti yang dikatakan oleh Elwin
Roach: "Adalah mustahil untuk menerjemahkan kata demi kata dari bahasa
Yunani ke bahasa lainnya sehingga kita mendapatkan pengertiannya secara
penuh. Oleh karena itu, karena tenses yang digunakan pada ayat tersebut
adalah indicative, aorist, active, maka kita akan menjabarkan ayat tersebut
sehingga didapatkan arti yang tepat sesuai dengan bahasa Yunaninya. 'Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama SUDAH
berlalu, SEDANG berbalu, dan AKAN TERUS berlalu; lihatlah segala sesuatunya
SUDAH menjadi, SEDANG menjadi, dan AKAN TERUS menjadi baru. Dan semua HAL
YANG BARU ini berasal dari Allah'"
 
Jelaslah bahwa ketika kita dilahirkan kembali, kita tidak menjadi baru
seratus persen. Ada bagian dari tabiat karnal kita yang sudah berlalu, ada
yang sedang berlalu saat ini (dalam proses) dan ada yang masih akan berlalu
pada masa yang akan datang. Inilah proses keselamatan. Keselamatan bukanlah
sekedar terhindar dari neraka dan masuk sorga, melainkan sebuah proses
transformasi dari karnal menjadi rohani, dari lama menjadi baru. Kelahiran
kembali adalah titik awal dari proses keselamatan itu, bukan akhir dari
keselamatan itu sendiri seperti yang diajarkan oleh sistem gerejani selama
ini. Mereka yang telah dilahirkan kembali telah melangkahkan kakinya pada
proses pembaharuan yang akan mereka jalani sampai mereka menjadi manusia
baru sepenuhnya. Sayangnya banyak anak Allah yang tidak mengerti kebenaran
ini sehingga mereka tetap menjadi karnal sekalipun mereka telah dilahirkan
kembali puluhan tahun yang lalu. Proses pembaharuan tidak terjadi pada diri
mereka. Itu membuktikan adanya ketidakberesan dalam dunia kekristenan saat
ini. Lalu di manakah letak ketidakberesan itu? Saya akan ungkap pada
bagian-bagian yang akan datang.
(Bersambung).
From: Philipus Budiarjo