Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Komunikasi dalam Pernikahan
Submitted by admin on Thu, 01/11/2007 - 00:00
Edisi C3I: e-Konsel 145 - Tanggung Jawab dalam Keluarga
Meskipun kita sudah menyatukan hati dengan suami atau istri, tidak berarti dalam berkomunikasi pun kita bisa selalu klop. Oleh sebab itulah, kita harus selalu belajar bagaimana kita bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan pasangan kita. Ringkasan tanya-jawab dengan Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. berikut ini kiranya bisa menjawab pertanyaan kita di atas. Selamat menyimak.
T | : | Masalah komunikasi dalam pernikahan menjadi suatu masalah yang |
sering kali timbul. Sebenarnya, seberapa penting komunikasi itu | di dalam hubungan pernikahan? |
J | : | Sangat penting sekali. Komunikasi adalah denyut pernikahan. Kita |
tahu bahwa dalam pernikahan yang bermasalah, komunikasi menjadi | bermasalah. |
T | : | Dalam pengertian ini, apakah komunikasi itu hanya apabila kita |
berbicara satu dengan yang lain? Bukankah bertengkar pun bisa | disebut komunikasi? |
J | : | Komunikasi terbagi dalam dua jenis. Pertama, komunikasi verbal, |
yakni kata-kata yang kita ucapkan. Yang kedua, komunikasi | ||
non-verbal, yaitu bukan melalui kata-kata yang kita ucapkan, | ||
melainkan melalui bahasa tubuh. Komunikasi non-verbal, misalnya, | ||
kita menunjukkan mimik muka tidak suka sewaktu istri kita | ||
mengutarakan pendapatnya. Sewaktu kita menunjukkan mimik wajah | ||
yang berubah itu, ia sudah mendapatkan jawabannya, misalnya, | ||
kita tidak suka dengan pendapatnya, namun yang keluar dari mulut | ||
kita adalah: "Ya silakan kalau kamu mau jalani." Mungkin kita | ||
berpikir dengan berkata seperti itu kita sudah berusaha mencapai | ||
titik netral. Kita tidak menghalangi istri kita, juga tidak | ||
mendorong, kita hanya berkata "silakan". Tetapi setelah kita | ||
berkata "silakan", yang terjadi adalah reaksi keras dari istri | ||
kita dan ia berkata, "Mengapa kamu tidak suka kalau saya hendak | ||
melakukan ini dan itu?" Kita mungkin menjawab: "Saya tidak | ||
bilang tidak suka, saya bilang `silakan`." Yang bisa saja | ||
langsung direspons istri kita, "Tapi saya tahu kalau kamu tidak | ||
suka." Yang terjadi adalah istri membaca bahasa tubuh kita. | ||
Bahasa tubuh kita sudah mengomunikasikan ketidaksetujuan pada | ||
pendapatnya itu, meskipun yang muncul dari mulut kita akhirnya | adalah "silakan". Hal ini cukup memicu terjadinya pertengkaran. |
T | : | Sepertinya bahasa non-verbal lebih besar pengaruhnya; lebih | kuat memberi makna di dalam komunikasi? |
J | : | Memang demikian, sebetulnya bahasa non-verbal jauh lebih |
berpengaruh, lebih memunyai dampak dibandingkan bahasa verbal. | ||
Kita menafsir makna dari apa yang dikatakan oleh orang tidak | ||
berdasarkan ucapannya, tetapi berdasarkan bahasa tubuhnya. | ||
Bahasa tubuh bisa berupa sikap kita secara langsung, misalnya | ||
tidak melihat/menoleh atau kita mengerjakan tugas yang lain | ||
sewaktu suami sedang berbicara. Itulah yang biasanya menjadi | pertengkaran di rumah kita. |
T | : | Tetapi bisa saja orang itu salah membaca bahasa tubuh | partnernya? |
J | : | Betul, kadang-kadang memang terjadi kesalahan menafsir bahasa |
tubuh. Tapi yang lebih sering terjadi sebetulnya bahasa tubuh | ||
dan bahasa ucapan tidak sama, tidak klop, seperti contoh di | ||
atas. Kita melihat dari contoh tadi, si istri mendasari | ||
kesimpulannya bukan atas bahasa ucapan, melainkan atas bahasa | ||
tubuh. Jadi memang, yang sering kali menjadi masalah ialah kalau | ||
bahasa ucapan tidak sinkron dengan bahasa tubuh dan kalau tidak | ||
sinkron, sering kali kita mendasari kesimpulan kita atas bahasa | tubuh, bahasa ucapan kita kesampingkan. |
T | : | Bagaimana kalau ada yang lebih pandai lagi di dalam mengemukakan |
pendapatnya sehingga kelihatannya sinkron antara kata-kata dan | ||
bahasa tubuhnya, tapi sebenarnya dalam lubuk hatinya ada faktor | yang bertentangan? |
J | : | Ini salah satu masalah dalam komunikasi. Ada orang yang bisa |
menyatakan setuju dan bahasa tubuhnya juga menunjukkan oke, | ||
setuju. Masalahnya, ia termasuk orang yang tidak bereaksi | ||
dengan cepat, apalagi terhadap ketidaksetujuan. Ia perlu waktu | ||
lebih lama untuk kembali memikirkan apa yang telah ia dengarkan | ||
tadi. Hal ini juga sering terjadi: sinkron, tapi kesinkronannya | tidak merefleksikan isi hati. |
T | : | Kalau begitu, bagaimana komunikasi yang baik dan benar itu? |
J | : | Ada satu istilah yang ditemukan oleh para pakar komunikasi, |
yaitu berkomunikasi secara asertif. Bahasa Inggrisnya | ||
"assertive" yang muncul dengan arti kata "to assert", artinya | ||
menyatakan pendapat. Jadi, asertif berarti mengutarakan isi hati | dengan tepat dan tidak agresif, kira-kira itu definisi umumnya. |
Kira-kira ada lima hal tentang komunikasi asertif, yang pertama | ||
adalah orang yang mengutarakan perasaannya. Dalam contoh-contoh | ||
yang telah kita bahas, kita sudah melihat bahwa orang atau | ||
pasangan kita menafsir tindakan, perbuatan, dan bahasa tubuh | ||
kita, baru menyimpulkan artinya. Jadi, kata-kata yang kita | ||
ucapkan itu dinomorduakan. Apa yang ditafsir sewaktu bahasa | ||
tubuh itu yang ditangkap? Ternyata perasaan. Dengan kata lain, | ||
perasaan memegang peranan yang besar sekali dalam komunikasi. | ||
Lawan bicara kita akan ingin tahu perasaan kita saat kita | ||
mengutarakan pandangan atau pendapat kita. Kalau suami kita | ||
melihat kita memang sudah punya perasaan tidak suka dengan yang | ||
ia tuturkan, itu akan cenderung mewarnai komunikasinya. Jadi, | ||
orang yang berkomunikasi dengan asertif, pertama-tama harus | ||
jelas dulu dengan perasaan hatinya karena itulah yang ia | komunikasikan kepada pasangannya. |
T | : | Tapi tidak semua orang bisa menerima keterusterangan kita. Kalau |
mengutarakan kemarahan atau kejengkelan kita apa adanya, belum | tentu pasangan bisa menerima. |
J | : | Ini perlu dilatih sebab kita memang tidak dikondisikan untuk |
mengutarakan (perasaan pada) pasangan kita dengan jelas. Kita | ||
menjadi orang yang sering kali bingung dengan perasaan kita. | ||
Kalau kita saja bingung dengan perasaan kita, apalagi orang | ||
lain. Contoh klasik yang sering kali terjadi, misalnya, seorang | ||
istri menunggu suaminya yang berjanji pulang pukul 18.00, tapi | ||
ternyata baru pulang pukul 21.00 dan tidak menelepon dulu. | ||
Begitu pulang, apa yang akan terlontar dari mulut si istri? | ||
Kemarahan. Sebetulnya, dalam waktu tiga jam sembari menantikan | ||
si suami itu. Ia cemas, takut kalau-kalau suaminya mengalami | ||
kecelakaan. Tapi begitu suaminya pulang yang muncul adalah | ||
perasaan marah. Yang terjadi di sini kadang-kadang kita enggan | ||
mengatakan "Saya takut kehilangan kamu"; lebih nyaman bila | ||
langsung memaki-maki pasangan kita. Sekali lagi inilah yang akan | ||
menjadikan komunikasi kita bermasalah -- kita tidak jelas dengan | ||
perasaan kita. Kita bisa bayangkan betapa mulusnya komunikasi | ||
itu kalau si istri, misalnya, langsung berkata: "Tiga jam kamu | ||
tidak memberikan kabar kepada saya, saya menunggu dalam | ||
ketegangan dan ketakutan, saya khawatir kamu mengalami | kecelakaan." Ketegangan itu pun bisa langsung diselesaikan. |
T | : | Selain perasaan, apa yang penting di dalam komunikasi? |
J | : | Menyampaikan permintaan atau harapan kita. Hindarilah peluang |
bagi pasangan kita untuk mereka-reka maksud kita. Misalnya, | ||
kalau kita mengharapkan pasangan kita berubah dalam hal | ||
tertentu, sampaikanlah dengan jelas, jangan bicara | ||
berputar-putar. Kalau kita memang tidak mau mengkritiknya secara | ||
kasar, tapi tidak tahu bagaimana memilih kata-katanya, kita bisa | ||
berkata, "Mungkin yang saya sampaikan ini tidak tepat karena | ||
saya tidak tahu memilih kata-kata yang pas, jadi maaf kalau | ||
kata-kata saya terlampau menyakiti hati kamu." Jelaskan tujuan | ||
kita. Sering kali masalah dalam komunikasi timbul karena | ||
pasangan kita harus mereka-reka maksud kita. Padahal | ||
maksud-maksud yang ditangkap itu belum tentu benar dan orang | akan bereaksi sewaktu membaca maksud-maksud tersebut. |
T | : | Adakah unsur lain dalam berkomunikasi? |
J | : | Unsur lain adalah membagikan pengamatan kita. Waktu kita |
berbicara, apalagi dalam hubungan suami-istri, jangan menuduh | ||
orang dengan cepat dan hindarkan penggunaan kata-kata "kamu". | ||
Sebaiknya katakan, "Saya merasa kecewa karena ...." Cobalah | ||
memaparkan peristiwa dan faktanya secara objektif; kesampingkan | kesimpulan dan jangan tergesa-gesa menyimpulkan tindakan orang. |
T | : | Kadang-kadang di dalam komunikasi itu kita melihat bahwa |
pasangan kita meragukan apa yang kita katakan. Apakah bisa kita | balik bertanya, "Kamu mengerti yang saya katakan?" |
J | : | Itu saran yang baik sekali. Ini membawa kita kepada butir |
berikutnya dalam komunikasi dengan asertif, yaitu silakan atau | ||
bersedialah mengecek ulang pengamatan kita. Sebab yang kita | ||
katakan belum tentu memang dilakukan dengan sengaja oleh | ||
pasangan kita dan maksudnya pun mungkin sekali berbeda dari yang | ||
kita sudah duga. Jadi bersedialah mengecek ulang: benar atau | ||
tidak yang kita katakan, yang kita amati, dan yang kita lihat. | Biarkan pasangan kita memberikan masukan. |
T | : | Bagaimana kita berusaha sebaik mungkin menguasai diri, baik di |
dalam kata-kata maupun di dalam bahasa tubuh, waktu kita | bertengkar? |
J | : | Salah satu prinsipnya membawa kita kepada butir terakhir. |
Meskipun kita telah melakukan keempat butir di atas, tidak | ||
tertutup kemungkinan kita akan bertengkar. Kalau sampai terjadi, | ||
jangan gunakan kata-kata yang kasar. Apa yang harus kita lakukan | ||
setelah pertengkaran? Setelah pertengkaran jangan lupa untuk | ||
menyampaikan penghargaan. Mengapa? Orang memang berkata | ||
pertengkaran adalah bumbu, tapi bumbu yang kebanyakan selalu | ||
membuat sakit perut. Jadi, pertengkaran yang kebanyakan juga | ||
akan merusak pernikahan. Meskipun pertengkaran tidak banyak, | ||
semua orang akan bisa setuju bila satu pertengkaran cukup berat | ||
untuk kita tanggung, pertengkaran itu seolah-olah mengikis | ||
kemesraan atau perasaan positif pada pasangan kita. Kalau sering | ||
terjadi pertengkaran, lama-lama perasaan mesra atau yang positif | ||
itu akhirnya punah. Jadi, kita perlu memikirkan hal-hal yang | ||
baik, yang positif, kata-kata yang membangun atau menghargai | ||
disampaikan setelah pertengkaran itu reda. Kita perlu menambal | lubang-lubang yang telah kita ciptakan karena pertengkaran itu. |
T | : | Bagaimana dengan orang yang temperamental, kalau marah |
memaki-maki sesudah itu meminta maaf, tetapi ia lupa bahwa | ||
makiannya tadi sebenarnya lebih menyakitkan daripada permintaan | maaf yang ia sampaikan? |
J | : | Lama-lama memang tidak dihiraukan lagi. Tapi permintaan maaf |
tidaklah identik dengan penghargaan. Permintaan maaf karena kita | ||
bersalah adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan dan sebetulnya | ||
tidak ada nilai tambah. Tapi mengucapkan kata-kata yang | ||
menghargai itu memunyai nilai positif. Itu adalah tambalan, dan | ||
memang kalau lubangnya terlalu besar, menambalnya pun lebih | susah. |
T | : | Dalam hal ini firman Tuhan berbicara apa? |
J | : | |
tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana | ||
perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." | ||
Kata-kata yang membangun, bukan kata-kata yang kotor; itulah | ||
permintaan Tuhan pada kita semua. Mengapa kata-kata yang | ||
membangun? Karena firman Tuhan berkata bahwa orang yang | ||
mendengar beroleh kasih karunia. Itulah yang harus kita ingat. | ||
Kita adalah pemberi kasih karunia Tuhan kepada pasangan kita. | ||
Jangan sampai pasangan kita tidak menerima kasih karunia, tapi | ||
(malah menerima) kutukan-kutukan kita. Gunakan kata-kata | membangun, hindarkan kata-kata kasar apalagi kotor. |