Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Mengambil Keputusan
Submitted by admin on Fri, 01/09/2006 - 00:00
Edisi C3I: e-Konsel 119 - Bagaimana Mengambil Keputusan yang Sesuai dengan Kehendak Allah
Bagi Anda yang sampai saat ini masih sering mengalami kesulitan dalam mengambil suatu keputusan, ringkasan tanya jawab bersama Pdt. Paul Gunadi Ph.D berikut ini kami harapkan dapat menolong Anda. Silakan menyimak!
T | : | Memutuskan sesuatu ternyata bukan sesuatu yang mudah untuk |
dilakukan, apalagi untuk keputusan-keputusan yang cukup berarti, | ||
misalnya pindah pekerjaan, pindah rumah, menikah atau tidak. | ||
Ini bagaimana, Pak? | ||
J | : | Ada sebagian orang yang mengalami kesulitan dalam mengambil |
keputusan, misalnya orang yang mudah cemas. Pada umumnya, mereka | ||
takut mengambil keputusan karena takut salah, takut harus | ||
membayar risiko yang tidak sanggup mereka bayar, jadi mereka | ||
menunda-nunda mengambil keputusan atau bersembunyi di balik | ||
orang lain, tidak berani menghadapi fakta kenyataan, dan ini | ||
adalah gaya hidup yang tidak sehat. | ||
T | : | Ada keputusan yang sebenarnya bisa diambil dengan cepat, tapi |
karena dilanda kecemasan maka keputusannya jadi tertunda-tunda? | ||
J | : | Ada banyak contoh. Misalkan, membeli rumah. Kita tahu untuk |
membeli rumah diperlukan waktu untuk melihat beberapa rumah. | ||
Untuk orang-orang yang mudah dilanda kecemasan sering bingung | ||
dalam mengambil keputusan meskipun sudah melihat rumah, misalkan | ||
sepuluh rumah. Dia tidak bisa puas, dan akan terus menerus | ||
meminta melihat rumah itu berkali-kali. | ||
Atau dalam hal memilih pasangan hidup (memang ini lebih berat), | ||
sudah berjalan bersama-sama, sudah saling mengenal, dan sudah | ||
melihat banyak kecocokan, tapi terus bingung, tidak bisa | ||
mengambil keputusan apakah orang itu yang harus dinikahinya. | ||
Inilah contoh orang-orang yang dalam kehidupan sehari-hari tidak | ||
mudah untuk mengambil keputusan. | ||
T | : | Apa yang harus dia lakukan? |
J | : | Karena kita adalah anak-anak Tuhan, kita mesti berdoa sampai |
kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Sungguh-sungguh berdoa | ||
hingga kita dapat berkata, apa pun yang terjadi Tuhan yang | ||
mengatur segalanya. Tahap pertama ini adalah tahap pergumulan, | ||
dan kita menggumulinya dalam doa dengan Tuhan. Kalau kita bisa | ||
sampai ke titik itu, baru kita melangkah ke tahap berikutnya | ||
dalam pengambilan keputusan. | ||
T | : | Berserah itu sesuatu yang aktif, harus ada yang dilakukan. Tapi |
apa yang bisa dilakukan? | ||
J | : | Justru setelah berserah dalam doalah seseorang baru melakukan |
hal lainnya yang lebih konkret, yang lebih manusiawi. Dia harus | ||
sampai ke titik penyerahan total, setelah itu baru berkonsultasi | ||
dengan orang lain, meminta masukan-masukan orang, dan | ||
sebagainya. Jangan lakukan kebalikannya, jangan berbicara dulu | ||
dengan orang, bertanya kiri-kanan, baru berdoa. Tidak akan ada | ||
damai sentosa. Kalau belum sampai tahap penyerahan kita sudah | ||
kalang kabut, kita akan makin kacau, makin bingung. Tetapi kalau | ||
kita bertanya atau berkonsultasi setelah kita berserah, semua | ||
jawaban atau masukan yang kita terima itu akan kita bingkai | ||
dalam satu bingkai, yaitu Tuhan mengatur, Tuhan berkuasa. | ||
Berkonsultasi harus diletakkan sebagai langkah kedua, bukan | ||
langkah pertama. | ||
T | : | Peran konsultasi itu sendiri apa? |
J | : | Membuat orang berpikir lebih jernih atau menolong melihat dari |
perspektif yang berbeda. Kita mesti keluar dan melihat dari | ||
sudut yang lain sehingga kita bisa memandang masalah. | ||
Konsultasilah yang membuat orang bisa melihat dari kacamata yang | ||
berbeda. | ||
T | : | Misalnya, setelah konsultasi ada dua pilihan, ke kiri atau ke |
kanan. Bagaimana memutuskan untuk langkah berikutnya? | ||
J | : | Kita memang harus menyadari bahwa itulah sesungguhnya proses |
pengambilan keputusan, yaitu proses menentukan pilihan dari | ||
beberapa alternatif yang tersedia. Dengan kata lain, kita memang | ||
mesti melihat apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pada | ||
setiap alternatif itu. Namun, kita mesti mengingat satu | ||
kebenaran bahwa apa pun keputusannya, Tuhan tetap dapat bekerja | ||
melaluinya. Jangan sampai kita menjadi takut untuk membuat | ||
kesalahan. Sudah tentu kita harus berhati-hati, tapi sampai | ||
titik tertentu kita tetap harus mengambil keputusan. | ||
T | : | Untuk hal-hal yang tidak bersifat jangka panjang, mungkin masih |
bisa lebih mudah untuk memutuskan. Tapi bagaimana kalau, | ||
misalnya, berkaitan dengan pasangan hidup, sebuah komitmen untuk | ||
seumur hidup? | ||
J | : | Sering kali mengambil keputusan menjadi susah sekali karena kita |
terobsesi mengambil keputusan yang terbaik. Masalahnya adalah | ||
keputusan yang kita anggap terbaik atau yang paling ideal itu | ||
tidak ada atau jarang sekali. Yang lebih realistik adalah waktu | ||
kita menimbang-nimbang beberapa alternatif, pada akhirnya yang | ||
kita temukan adalah alternatif ini sedikit lebih baik dari | ||
alternatif yang lain. Ini situasi yang sering kali kita hadapi, | ||
yang membuat kita bingung. Namun, kita mesti percaya bahwa Tuhan | ||
bisa memakai, baik yang kiri maupun yang kanan. Selama kita | ||
dalam koridor kebenaran, koridor jalan Tuhan bukan jalan dosa; | ||
perbedaan-perbedaan seperti itu tidak terlalu kita pikirkan | ||
sebab Tuhan bisa bekerja baik melalui pintu yang kiri maupun | ||
melalui pintu yang kanan. | ||
T | : | Mungkin ada yang lain? |
J | : | Yang lain adalah gunakan kriteria prioritas terbatas. Maksudnya |
adalah untuk saat ini lihatlah apakah yang lebih baik bagi kita. | ||
Selain pernikahan, jarang sekali kita harus mengambil keputusan | ||
untuk jangka waktu yang sangat panjang. Kebanyakan pilihan dalam | ||
hidup ini terbatasi oleh waktu dan kondisi, tidak ada yang | ||
selama-lamanya. Untuk pernikahan, kita tidak boleh menggunakan | ||
kriteria ini sebab pernikahan adalah untuk seumur hidup. | ||
T | : | Dalam mengambil keputusan, selain menggunakan akal sehat pikiran |
kita, perasaan juga berperan di sana; dan kadang-kadang ini | ||
tidak sinkron. Bagaimana ini? | ||
J | : | Kadang-kadang ketika kita menghadapi sesuatu, sebetulnya ada dua |
aparatus atau indra yang bekerja pada diri kita. Yang pertama | ||
lebih bersifat rasional, bisa dilihat, bisa dipastikan dasar- | ||
dasarnya, landasan dasar, atau bukti-buktinya. Tapi kadang- | ||
kadang ada sesuatu yang tidak bisa kita pikirkan secara | ||
rasional, ada reaksi yang lebih bersifat instingtif. Ada faktor | ||
firasat, pertimbangkan firasat itu. Ada baiknya kalau firasat | ||
itu begitu kuat, kita tunda dulu sampai beberapa waktu, sampai | ||
kita melihat dengan lebih jelas alternatif tersebut. Setelah | ||
kita lihat memang tidak ada apa-apa, kita berani melewati | ||
firasat yang telah muncul itu. | ||
T | : | Tapi kadang-kadang setelah kita mengambil keputusan masih timbul |
kebimbangan dalam diri kita; betul atau tidak yang saya putuskan | ||
tadi. Bagaimana ini? | ||
J | : | Itu adalah sebuah reaksi yang wajar, justru seharusnya kita |
merasakan kebimbangan itu. Jadi, jangan takut untuk bimbang | ||
setelah mengambil keputusan. Kita bimbang sebab kita mau | ||
memastikan sekali lagi bahwa kita telah mengambil keputusan yang | ||
benar. Yang perlu kita lakukan adalah memberikan jeda sampai | ||
keputusan itu kita serahkan kepada orang lain, atau kita jawab | ||
kepada orang lain, atau kita tindak lanjuti. Jadi, di antara | ||
keputusan dan tindak lanjut atau pelaksanaan, sebaiknya kita | ||
berikan jeda sehingga kalau rasa bingung atau bimbang muncul, | ||
kita masih bisa bergumul lagi apakah itu mengonfirmasi atau | ||
justru mendiskonfirmasi apa yang telah kita putuskan. Misalkan, | ||
kita bisa mengonfirmasi, kita akan lebih tenang lagi | ||
melaksanakan keputusan tersebut. | ||
T | : | Berkaitan dengan orang yang memang mempunyai perasaan bimbang, |
kadang-kadang dia bisa terlalu cepat mengambil keputusan karena | ||
khawatir kalau tidak diputuskan sekarang nanti diambil orang. | ||
Ini bagaimana? | ||
J | : | Kalau memang mempunyai kecenderungan seperti itu, dia bisa |
berpikir dengan cepat pula. Kalau kemungkinan besar dia memang | ||
benar, tentunya tidak apa-apa. Jadi, dia harus secara rasional | ||
melihat berapa besar persentasi benarnya itu. Kalau, misalkan, | ||
persentasinya itu hampir setengah-setengah lebih baik jangan | ||
karena kemungkinan dia salah juga bisa setengah. | ||
T | : | Adakah firman Tuhan yang membimbing kita dalam mengambil |
keputusan? | ||
J | : | |
demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. | ||
Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini | ||
debu." Kita adalah anak dan Allah adalah Bapa kita, dan Alkitab | ||
mengatakan Tuhan sayang kepada kita, orang-orang yang takut akan | ||
Dia. Ini ayat yang sangat-sangat memberikan kesejukan, Tuhan | ||
sendiri tahu siapa kita, dia ingat kita ini debu. Artinya, Tuhan | ||
tahu kita ini tak sempurna, jauh dari sempurna, sangat terbatas. | ||
Bapa di surga tidak akan membiarkan kita salah dan tersesat, | ||
yang penting kita takut akan Dia, mencari kehendak-Nya, berdoa | ||
meminta pimpinan-Nya, setelah itu ambillah keputusan. Bapa di | ||
surga akan terus mengiringi kita. Jangan sampai kita takut | ||
seolah-olah nanti akan berantakan, hidup ini akan hancur; ada | ||
Tuhan, yang penting kita gunakan hikmat, takut akan Dia. |