Anak: Mengatur Keuangan Sendiri

Kedua anak kami [Ryan 16 th dan Albert 14 th] baru mulai nampak rasa PD-nya setelah menginjak usia 13 th dan duduk dibangku SMP [dhi yang saya maksud saat harus berangkat sendiri kesuatu tempat/acara tanpa harus diantar ortu..., bah- wa ia akan bisa sampai dengan selamat alias tidak nyasar]. Keraguan yang tadinya ditunjukkan Ryan & Albert, saya yakin ini terjadi akibat pola asuh saya yang keliru, terlalu melindungi anak2 dan tidak tega melepas kemandirian anak itu sendiri. Untungnya saya segera menyadari hal ini, saat melihat dan membandingkan kemandirian anak2 kami dengan teman2 se- usianya. Maka, sebelum terlanjur makin 'salah'...maka saya meminta agar papanya siap mengambil alih tugas asuh yang tepat bagi kedua ABG kami [karena keduanya laki2]. Tentang pola asuh yang diterapkan suami, tentu sangat berbanding terbalik dengan saya. Anak2 dibiarkan mengambil keputusan sendiri...mis soal les2an, kursus2an...atau kegiatan se-hari2 yang mereka jalani. Selama tidak salah dan bahaya, suami saya katakan "biarkan anak2 merasakannya sendiri tanpa ada campur-tangan mama/papa". Kalau ternyata keliru yaa...kan bisa diperbaiki dan diarahkan lagi.

Syukurlah saya tidak perlu cemas tentang perkembangan anak di usia ABG sekarang ini. Mereka sudah menemukan sebuah pendidikan yang relatif baik dan terarah yang selama ini diterap- kan papanya.

Sebab "justru" papanya juga menyadari "kok, anak2 nggak se- perti saya [soal kematangan/kesiapan mentalnya] di usia ABG?" Suami saya pernah bilang : "Ryan, Albert, duluuu...waktu papa seusia kalian..., papa sudah bisa ini...bisa itu..." [mis bertindak atau bereaksi spontan terhadap lingkungan sekitar...contoh kecil jika melihat lampu atau neon rusak/mati perlu diganti dengan yang baru...yaaa...minta uang papa/mama...t'rus beli sendiri...... dan segera menggantinya, ini...sebuah contoh sederhana saja]. Juga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan.

Dalam tata-keuangan-pun papanya anak2 sudah mempercayakan Ryan & Albert mengelolanya sendiri sesuai kebutuhan study, main [hiburan].....dan kebutuhan lain se-hari2. Suami saya menerapkan cara menghargai hasil usaha/pekerjaan mereka dengan mengatakan "bagus!" atau "terima-kasih!" Namun juga, suami saya tak segan meminta "maaf" jika merasa melakukan kekeliruan tanpa sengaja. Ini ternyata sangat efektif untuk melahirkan rasa PD dan anak merasa dihargai. Saya-pun melakukan cara yang sama, demi terciptanya rasa *saling* antara saya dan papanya anak2. Dengan demikian anak tidak ragu mana dan siapa yang harus dituruti? jika saya tak mendukung hal positif ini, maka anak akan menjadi bingung.

Mana dan siapa yang benar???

Namun..., sesungguhnya saya sempat kuatir apa mungkin anak2 kami mampu mengelola keuangannya sendiri dan sanggup meng- gunakannya sesuai kebutuhan...??? ternyata tidak ada yang patut saya kuatirkan..., sekalipun kadang2 mereka 'selingkuh-i' [baca selewengkan sedikit dari dana yang ada] dengan membeli senar gitar ber-kali2...maklum hobby yang tak bisa diusik katanya. Tiada hari tanpa ber-gitar-ria, jadi sering senarnya putus...tus... dananya juga ikut 'putus', terpaksa minta mama...he...hee....... kalau sudah begini secara sembunyi2 [tanpa papanya ketahui] mereka mengalami defisit [maklum ada biaya tak terduga]. Pokoknya tiada hari tanpa musik 'n nyanyi.


Rejoice, pakatuan
Beauty
~~~~~


***Action may not always bring happiness,
        but...there is no happiness without action***
 
Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
Milis Ayah Bunda
Penerbit: 
--