Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Kesukaran-Kesukaran di Pihak Konselor

Edisi C3I: e-Konsel 207 - Belajar Menjadi Konselor

Sikap konselor juga dipengaruhi pandangan keagamaannya mengenai manusia. Apabila konselor memunyai pemikiran bahwa semua manusia sederajat, ia akan menanggapi konseli sebagai sesama manusia yang setaraf. Sebaliknya, jika ia menganggap bahwa manusia berbeda-beda kelasnya, pemikiran dan sikap itu akan tercermin di dalam konseling.

2. Kesukaran yang berhubungan dengan pandangan konselor mengenai jabatan konselor.

Apabila konselor menganggap Allah sebagai Hakim, ia (konselor) akan bertindak sebagai hakim yang menghakimi. Jika ia tidak menganggap Allah sebagai Hakim, tetapi yang mengasihi secara sentimental, ia (konselor) juga akan mengasihi secara sentimental. Dalam konseling, konseli mungkin saja mempermainkan konselornya. Misalnya, jika ia mengatakan suatu lelucon tidak pada tempatnya, sebaiknya konselor bisa membedakan antara kasihan dan mengasihi. Konselor perlu mengasihi konseli tanpa terbawa kasihan.

Konselor Kristen harus menyatakan Allah yang mengasihi dengan kasih penebusan, yaitu kasih yang mencari untuk menyelamatkan orang lain -- kasih yang hidup, yang menolong, dan yang membebaskan. Ia mewakili Allah yang demikian. Inilah gambaran yang ideal mengenai pelayanan gembala, pendeta, atau konselor yang baik. Hidup Kristennya dimaksudkan untuk mengasihi dan menyelamatkan orang lain.

Dalam hal ini, ia masih perlu mewaspadai tanggapan yang hanya sebatas intelektual dan tidak menyentuh tataran emosi. Pemahaman tentang kasih yang menyelamatkan mengakui bahwa Allah sering bertindak dengan kasih penebusan. Seorang teolog mungkin saja bersikap otoritatif ketika berteologi, namun sikap hidupnya sehari-hari tampak sangat lemah. Sebaliknya, seorang dapat berteologi liberal, tetapi sikap hidupnya sehari-hari menunjukkan ia seorang yang bersifat keras atau otoritatif.

Yang baik ialah daya intelektual dan emosi konselor berfungsi seimbang, bahwa ia seorang yang berintegritas dengan kesatuan kata dan perbuatan. Tidak terjadi disintegrasi di dalam diri konselor.

3. Kesukaran yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman diri sendiri pada konselor.

Konselor sebaiknya bertanya kepada orang-orang dekatnya mengenai bagaimana pendapat mereka tentang dirinya (konselor). Sesudah itu, buatlah suatu perbandingan. Selanjutnya, berusahalah untuk membuat gambaran yang tepat mengenai diri Anda.[1]

Setiap orang harus memunyai dua gambaran, yaitu gambaran sekarang dan gambaran ideal yang sedang dituju tentang dirinya. Usahakan agar gambaran tersebut mencerminkan ciri-ciri Kristen.

Para konselor perlu memerhatikan transferensi (pemindahan perasaan) untuk bertindak hati-hati ketika menggunakan transferensi negatif dan positif. [lihat di kolom TIPS e-Konsel 206, Red.]

Yakub Susabda menyebutkan 12 sifat merugikan yang berasal dari diri konselor, sebagai berikut[2]

  1. Tidak menepati janji dan sesuka diri sendiri ketika memakai waktu.
  2. Muncul rasa berahi atau sebaliknya kepada konseli.
  3. Muncul perasaan bosan selama pembimbingan.
  4. Membiarkan sikap dan tingkah laku yang seharusnya tidak boleh terjadi.
  5. Selalu ingin menyenangkan konseli.
  6. Melakukan perdebatan.
  7. Memihak dalam konflik yang melibatkan konseli.
  8. Memberikan janji-janji dan jaminan-jaminan sukses yang terlalu dini kepada konseli agar melanjutkan bimbingan itu.
  9. Terbayang-bayang wajah konseli.
  10. Merasa bahwa hidup dan penyelesaian persoalan itu seluruhnya bergantung pada konselor.
  11. Sikap membeda-bedakan satu anggota dari yang lainnya di dalam gereja yang dilayani.
  12. Membuat janji-janji pertemuan yang tidak lazim dengan konseli dan bersikap tidak wajar.

Perbedaan budaya, bahasa, dan agama di antara konselor dan konseli penting untuk diperhatikan agar dapat menghindari sikap alergis.

[1] E.P. Gintings, Ibidum Hlm. 138--141

[2] Yakub B. Susabda, Op.cit, Hlm. 8

Diambil dari:

Sumber
Halaman: 
51 -- 56
Judul Buku: 
Gembala dan Konseling Pastoral
Pengarang: 
E.P. Gintings
Penerbit: 
Yayasan ANDI
Kota: 
Yogyakarta
Tahun: 
2002

Komentar