Pertanyaan-Pertanyaan tentang Konseling Alkitabiah yang Acapkali Diajukan

Edisi C3I: e-Konsel 122 - Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Konseling Alkitabiah

Apa beda antara konseling alkitabiah dan psikologi kristiani atau konseling kristiani?

Bila dilihat sepintas lalu, seorang konselor yang alkitabiah dan seorang ahli psikoterapi Kristen sama-sama terlihat sebagai seorang Kristen yang melakukan banyak hal yang sama. Keduanya mengubah orang; keduanya peduli akan orang lain; keduanya berusaha mengenal orang; keduanya tertarik pada motivasi, pemikiran, emosi, dan perilaku; keduanya mempelajari berbagai tekanan yang dialami seseorang; keduanya memberikan umpan balik; keduanya berbicara tentang Yesus atau suatu bacaan Alkitab.

Untuk mengetahui letak perbedaan antara psikoterapi yang di-Kristen-kan dan konseling alkitabiah, kita perlu melihat lebih dekat apa saja yang dipraktikkan dan diajarkan oleh masing-masing konselor. Berikut ini ada beberapa perbedaan.

1. Sudut pandang Alkitab dan sumbangannya bagi konseling

Alkitab

Sebagian besar psikolog Kristen memandang Alkitab sebagai sumber daya yang sifatnya inspirasional, tetapi sistem konseling dasar mereka, baik teori maupun teknik, sesuai dengan selera mereka. Sebaliknya, para konselor alkitabiah hanya mengikuti pandangan Alkitab sebagai sumber pendekatan yang komprehensif dan terperinci untuk memahami serta melakukan konseling (2Tim. 3:15-17, 2Ptr. 1:4).

Para ahli psikoterapi Kristen sangat sedikit menggunakan Alkitab; meskipun ada banyak pula yang menggunakannya. Tetapi frekuensi pengutipan ayat kurang begitu penting dibandingkan dengan bagaimana cara bacaan-bacaan tersebut digunakan -- atau salah penggunaannya -- dan bahkan umumnya banyak sekali bacaan yang sama sekali salah penggunaannya. Ketika menafsirkannya menurut konteks (cara menafsirkan teks yang penting), terdapat banyak kekurangan; selain itu, banyak sekali terjadi eksegesis (memasukkan pemikiran sendiri dalam menafsirkan teks). Padahal konseling alkitabiah berpegang pada hal membiarkan Tuhan berbicara bagi diri-Nya sendiri melalui firman-Nya, termasuk menggunakan Perkataan Kebenaran dengan benar (2Tim. 2:15).

2. Sudut pandang Tuhan

Ada banyak aspek Tuhan yang diabaikan oleh para psikolog Kristen, terutama soal kedaulatan-Nya, kekudusan-Nya, sifat-Nya yang adil, dan kuasa-Nya sebagai raja. Bahkan mereka tidak menyebutkan kuasa Tuhan yang sebenarnya. Kasih Allah yang kebapakan merupakan tema penting bagi para ahli psikoterapi ini, tetapi sama sekali terpisah dari bagaimana Tuhan itu seutuhnya. Di mata mereka, kasih ini menjadi suatu penghormatan yang positif dan tanpa syarat terhadap Sang Ahli Terapi Agung di surga. Hal ini tidak ada bedanya dengan teologi liberal klasik. Sedangkan konseling alkitabiah mengikuti Alkitab dan berusaha melayani kasih Allah yang hidup dan benar, yang kasih-Nya mengalahkan dosa dan membuahkan ketaatan (1Yoh.).

3. Pandangan terhadap sifat dan motivasi manusia

Hampir setiap psikolog Kristen mendukung teori-teori mengenai kebutuhan. Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan kasih dan penerimaan, dan kebutuhan akan merasa dirinya bermanfaat menjadi kebutuhan yang cenderung mendominasi mereka. Apabila semua kebutuhan ini terpenuhi, mereka akan beranggapan bahwa orang pasti akan bahagia, baik hati, dan bermoral; apabila semua kebutuhan tadi tidak terpenuhi, orang tentu akan merasa sedih, penuh kebencian, serta menjadi tidak bermoral. Para psikolog Kristen meminjam langsung teori motivasi dari psikologi manusiawi. Alkitab menentang bulat-bulat semua teori kebutuhan seperti ini sebab isinya mengajarkan motivasi manusiawi yang penuh dosa yang terdapat dalam berbagai keinginan dan nafsu (Gal. 5:16-24; Ef. 2:3; Yak. 1:14-16; 3:13-4:12). Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan mengubah semua hasrat kita dan motivasi yang saleh yang berasal dari hasrat kita akan Tuhan dan kekudusan. Apabila orang menginginkan rasa harga diri, cinta, dan merasa dirinya bermanfaat, mereka baru dapat merasa bahagia apabila berhasil mendapatkannya, tetapi sedih apabila tidak memperolehnya. Namun dalam kedua situasi itu, mereka akan tetap egosentris. Sebaliknya, apabila orang menginginkan Tuhan (Mzm. 42:1 dst.; 73:25), kerajaan Tuhan (Mat. 6:9-13; 6:33; 13:45 dst.), hikmat Tuhan (Mzm. 3:15; 2Tim. 2:22), dan kemuliaan kebangkitan (Rm. 8:18-25), mereka akan menjadi hamba Tuhan yang puas, bahagia, taat, dan berguna.

4. Pandangan terhadap Injil

Bagi kebanyakan psikolog Kristen, Yesus Kristus adalah ukuran bagi kebutuhan batiniah seseorang dan penyembuh luka-luka jiwa. Kasih Tuhan di kayu salib semata-mata menggambarkan betapa tidak ternilainya manusia bagi Tuhan, sehingga hal ini melambungkan harga diri manusia serta dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk dicintai. Akan tetapi, menurut Alkitab, Yesus Kristus adalah Anak Domba Allah yang disalibkan untuk menggantikan para pendosa. Kasih Tuhan sebenarnya menghancurkan rasa harga diri dan hasrat akan rasa harga diri. Sebaliknya, kasih Allah memberikan penghargaan yang besar dan penuh syukur bagi Putra Allah, yang mengasihi kita dan mengorbankan hidup-Nya bagi kita -- Anak Domba Allah sendiri sangat berharga. Kasih Tuhan tidak memuaskan hasrat kita untuk dikasihi sebagaimana yang kita inginkan. Kasih Allah menghancurkan nafsu yang memperdaya untuk dapat mencintai kita tanpa memandang siapa diri kita dan mengajar kita untuk mengasihi Allah dan sesama (1Yoh. 4:7-5:3).

5. Pandangan terhadap konseling

Pandangan psikolog Kristen terhadap konseling cenderung sama seperti pandangan psikolog sekuler, yaitu sebagai suatu kegiatan profesional yang tidak perlu dikaitkan dengan gereja Yesus. Seorang klien, dengan kebutuhannya yang mendesak, terdorong untuk menyewa seorang profesional guna mendapatkan pertolongan dalam mencapai hal-hal seperti penyesuaian diri, kebahagiaan emosi, stabilitas, pemenuhan diri, dan semacamnya. Akan tetapi, para konselor alkitabiah hanya mengikuti Alkitab dan mereka menganggap konseling sebagai bagian dari kegiatan pastoral. Tujuan dari konseling mereka adalah pengudusan progresif dan menyampaikan isi Alkitab yang sebenarnya. Konseling alkitabiah secara logis dan struktural berhubungan dengan ibadah, kerasulan, pewartaan, kelalaian pastoral, pemanfaatan karunia, pendisiplinan jemaat, dan aspek-aspek kehidupan lain di dalam tubuh Kristus (David Powlison).

Apakah disiplin sekuler sama sekali tidak punya sumbangan bagi metodologi konseling alkitabiah?

Mari kita tegaskan terlebih dahulu apa yang kita maksud dengan metodologi konseling. Metodologi konseling adalah suatu sistem yang terdiri dari komitmen, prinsip, dan tujuan teoretis dan metode-metode yang cocok. Metode konseling merupakan suatu perangkat yang terdiri dari hal-hal yang saling berhubungan; bukan hanya kumpulan dari cuilan-cuilan pengamatan atau teknik yang didapat secara acak dan elektif. Metodologi konseling adalah cara memahami dan menangani masalah orang dengan cara yang sudah diatur dan ditentukan.

Apakah psikologi sekuler ikut menyumbangkan sesuatu pada metodologi konseling? Jawabnya adalah tidak. Alkitab telah menyediakan suatu sistem tersendiri bagi konseling alkitabiah. Bidang-bidang ilmu lain, seperti sejarah, antropologi, sastra, sosiologi, psikologi, biologi, bisnis, ilmu politik, mungkin bermanfaat dalam beraneka hal sekunder bagi para pendeta dan konselor alkitabiah; tetapi semua bidang ilmu ini tidak pernah menyediakan suatu sistem khusus untuk memahami serta menasihati orang lain.

Bidang-bidang sekuler mungkin bermanfaat sebab semuanya memberikan gambaran tentang manusia; mereka mungkin menantang kita saat semua bidang-bidang tersebut berusaha menjelaskan, menuntun, serta mengubah manusia. Tetapi bila dipandang dari segi nilai, semuanya sangat menyesatkan kita karena sifatnya sekuler. Kesemuanya menjelaskan manusia, merumuskan bagaimana seharusnya manusia itu, dan mencoba memecahkan masalah manusia tanpa mempertimbangkan Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan. Bidang-bidang ilmu sekuler mempunyai komitmen yang sistematis untuk keliru.

Tidak dapat disangkal lagi, kaum sekuler sering kali merupakan pengamat manusia yang cemerlang. Mereka acapkali merupakan kritikus yang jujur dan teoretis. Akan tetapi, mereka juga mengubah apa yang terlihat. Ajaran dan tindakan mereka menyesatkan. Bila ditilik dari sudut pandang Tuhan, hikmat dunia hanya berisi ketololan yang fundamental. Mereka tidak akan mengakui bahwa Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berhubungan dengan Tuhan dan makhluk yang dapat bertanggung jawab pada Tuhan. Pikiran sekuler ibarat gergaji listrik yang memiliki suatu alat yang dapat menyimpang dari sudut siku-siku. Gergaji itu mungkin gergaji yang kuat dan dapat memotong banyak sekali kayu, tetapi setiap potong kayu yang dihasilkannya mungkin tidak lurus.

Mengingat adanya penyimpangan inheren ini, apa manfaat yang dapat diberikan oleh pengamatan, gagasan, serta praktik sekuler kepada orang Kristen? Semua hal yang sekuler itu seharusnya tidak ikut berperan dalam konseling kita. Akan tetapi, apabila kita pikirkan kembali, semua itu dapat memainkan peran ilustratif, seperti memberikan contoh-contoh dan perincian yang menggambarkan model alkitabiah dan mengisi pengetahuan kita. Hal-hal tersebut juga dapat memainkan peran yang provokatif, seperti menantang kita untuk mengembangkan model konseling alkitabiah hingga ke bidang-bidang yang belum terpikirkan oleh kita atau telah kita abaikan atau salah kita tanggapi. Dalam bukunya "Competent to Counsel", Jay Adams menyatakan secara ringkas dan menjelaskan bahwa psikologi dapat menjadi "suatu tambahan yang bermanfaat" bagi konseling alkitabiah dalam dua hal: (1) "untuk tujuan penggambaran, pengisian generalisasi dengan hal-hal yang khusus" dan (2) "menantang penafsiran manusia yang keliru mengenai Alkitab, dengan demikian memaksa orang yang mempelajari konseling untuk mengkaji ulang Alkitab" (Jay Adams, "Competent to Counsel", Grand Rapids: Zondervan, 1970, xxi).

Apa yang dapat diberikan oleh bidang-bidang ilmu sekuler kepada para konselor alkitabiah? Tuhan adalah pakarnya bila sampai pada soal manusia, dan Ia telah berkata dan bertindak untuk mengubah kita serta membekali kita untuk menolong sesama agar berubah. Kaum sekularis mempunyai sudut pandang yang kacau dan tertutup. Sudut pandang mereka hanya dapat berguna bagi para konselor alkitabiah setelah ditafsirkan ulang secara radikal dan disesuaikan dengan metodologi konseling seperti yang diungkapkan dalam Alkitab (David Powlison).

Mengingat Alkitab bukan buku pegangan tentang psikologi, apakah kita tidak perlu melengkapinya dengan beberapa disiplin ilmu lain supaya mampu memahami serta menolong orang lain yang memiliki kebutuhan psikologis yang dalam?

Bila dilihat sepintas, pertanyaan ini tampaknya masuk akal. Beberapa disiplin ilmu telah memperlihatkan kebenaran di luar kebenaran Alkitab. Kita semua sudah menikmati manfaat pengetahuan kedokteran, yang bagaimana pun juga berada di luar Alkitab. Misalnya saja, operasi usus buntu sudah menyelamatkan tidak terhitung banyaknya nyawa selama beberapa ratus tahun belakangan. Vaksinasi cacar membasmi cacar. Apabila ilmu kedokteran kita batasi khusus hanya pada pengobatan yang diungkapkan dalam Alkitab, kita akan merasakan kerugian yang sangat besar dalam pengobatan penyakit.

Tentu saja, Alkitab tidak mengatakan bahwa Alkitab adalah buku pegangan pengobatan yang mendalam, ataupun buku pegangan bagi ilmu-ilmu lainnya. (Bilamana Alkitab berbicara tentang salah satu dari soal-soal ini pun, sesungguhnya yang dinyatakannya itu benar, dapat diandalkan, serta tanpa salah: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat mengajar ...." (2Tim. 3:16).) Tetapi psikologi jelas berbeda dari kedua hal penting ini. Pertama, psikologi bukan ilmu pengetahuan murni. Psikologi tidak berhubungan dengan data-data objektif yang dapat diukur dan diuji secara ilmiah dengan menggunakan tes-tes yang dapat diandalkan dan dipastikan. Oleh sebab itu, psikologi sebenarnya adalah ilmu pengetahuan semu; lagi pula, sebagian besar doktrin utama psikologi hanyalah bersifat spekulasi, bukan merupakan kebenaran yang dapat diandalkan.

Kedua dan yang terpenting, yaitu psikologi itu tidak seperti ilmu kedokteran atau pun ilmu fisika sebab psikologi berkenaan dengan hal-hal yang pada dasarnya bersifat rohaniah. Sesungguhnya, kata "psikologi" secara harfiah berarti 'ilmu yang mempelajari jiwa'. Apa saja kebutuhan psikologis yang mendalam, jika bukan hal-hal rohaniah seperti yang diajarkan dalam Injil? Alkitab sendiri juga menyatakan perihal kecukupan mutlak yang dimilikinya untuk membahas semua kebutuhan tersebut "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2Tim. 3:16-17, ditambahkan penekanan). "Mazmur Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa" (Mzm. 19:8). Alkitab sendiri menjanjikan sumber-sumber daya rohani yang paling komprehensif kepada kaum beriman: "segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh" (2Ptr. 1:3).

Apakah masalahnya adalah depresi? Ataukah rasa bersalah? Alkitab mempunyai satu-satunya pengobatan yang dapat diandalkan untuk depresi. Pemecahan yang ditawarkan oleh psikologi untuk mengatasi rasa bersalah pun berada di luar pemecahan Alkitab yang sempurna, yaitu "darah Kristus ... [menyucikan] hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup" (Ibr. 9:14). Setiap kebutuhan psikologis yang tidak dapat ditelusuri penyebab fisiknya, sebenarnya adalah masalah rohaniah dan Alkitab sendiri menyatakan diri sebagai satu-satunya pedoman yang berkecukupan untuk mengatasi masalah rohaniah. Berusaha menambahkan teori psikologi pada pernyataan firman Tuhan yang tidak pernah keliru sama seperti menyelewengkan kebenaran Tuhan dengan pendapat manusia (John MacArthur Jr.).

Bagaimana kedudukan kasih karunia Tuhan dan Injil dalam konseling alkitabiah?

Alkitab berbicara tentang kasih karunia Tuhan dalam kabar baik mengenai Yesus Kristus. Sewaktu membuka pikiran para rasul agar memahami Alkitab, Yesus juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan diri-Nya. Alkitab bertutur tentang Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Oleh sebab itu, konseling alkitabiah juga mengenai Yesus Kristus, Sang Juru Selamat itu, dan Allah. Ketika membuka pikiran para rasul-Nya agar memahami Alkitab, Yesus berbicara soal pertobatan, pengampunan dosa, serta soal menjadikan "rasul". Alkitab berisi hal-hal yang membuat para pendosa menjadi anak-anak Bapa. Ketika membuka pikiran para rasul agar memahami Alkitab, Yesus mengajar mereka untuk memberikan pelayanan seperti Guru mereka yang penuh rahmat. Oleh karena itu, konseling alkitabiah membawa pesan yang penuh rahmat. Para konselor alkitabiah membuat suatu metode yang penuh rahmat, keterusterangan yang penuh kasih, kerendahan hati, ketergantungan pada doa, kebijaksanaan, kelemahlembutan, kegagahan, keramahan, keuletan, keberanian, wibawa, keluwesan, pengorbanan diri, serta kesabaran. Alkitab berisi tentang bagaimana memperlengkapi para konselor untuk melayani seluruh umat Tuhan. Karena itu, konseling alkitabiah berkenaan dengan soal memperlengkapi para konselor agar dapat melayani seluruh jemaat Tuhan.

Lalu, di mana kedudukan kasih karunia Tuhan dan Injil dalam konseling alkitabiah? Pertanyaan tersebut sama seperti menanyakan "di mana letak air dan oksigen dalam fisiologi manusia". Injil merupakan materi konseling alkitabiah yang mendasar. Setiap bagian dari konseling alkitabiah mengandung Injil dan kasih karunia; dari memahami orang lain beserta permasalahan mereka untuk menyelesaikan semua masalah tersebut.

Mengapa orang bertanya-tanya apakah kasih karunia merupakan pusat dari konseling alkitabiah? Mungkin ada tiga alasan. Pertama, banyak orang mengira bahwa tujuan Alkitab adalah menyelamatkan manusia serta memberitahukan apa yang harus mereka kerjakan. Dari sudut pandang tersebut, semua konselor alkitabiah dapat mengatakan kepada orang banyak bahwa, "Inilah cara menerima kabar baik dan karunia pengampunan Tuhan supaya masuk surga. Sekarang, lakukan ini terlebih dahulu. Jangan lakukan itu. Bersiap-siaplah. Katakan saja, 'tidak'. Jadilah orang baik." Namun demikian, ajaran seperti ini adalah ajaran yang anti Alkitab. Alkitab tidak melekatkan kehendak dan swausaha pada kasih karunia. Kabar baik dan kasih karunia Tuhan bukan soal pengampunan dosa saja, melainkan soal kuasa Tuhan yang mengubah kaum beriman secara progresif sepanjang hidup mereka. Roh yang diam di dalam hati kita berniat mengubah manusia secara perinci dalam menjalani hidupnya. Pernyataan diri oleh Tuhan dijadikan-Nya sebagai lingkungan tempat kita hidup; semua janji Tuhan dijadikan-Nya makanan dalam kehidupan kita. Pantaskah orang yang meragukan kelayakan konseling alkitabiah menyandang sebutan sebagai pelayanan kuasa Tuhan sendiri dalam kabar baik, yang mampu mengubah diri manusia, baik hati dan pikirannya, maupun sikap dan tindakannya?

Berikut ini adalah alasan kedua yang diajukan orang ketika menanyakan letak kasih karunia dalam konseling alkitabiah. Para konselor alkitabiah mengarahkan konseli agar hidup taat. Banyak orang berpendapat bahwa menekankan soal ketaatan terhadap semua perintah Tuhan sama seperti mengabaikan atau melawan karunia Kabar Baik yang cuma-cuma itu. Akan tetapi, karunia cuma-cuma itu adalah karunia yang efektif. Tak ada gunanya seseorang mendapatkan pengampunan atas perzinaan bila ia tetap berzina. Tuhan tidak akan mendapatkan kemuliaan apabila Ia mengampuni kemarahan, namun kemudian membiarkan orang tersebut menyerah pada keinginan untuk marah. Bukanlah suatu kehormatan bagi Injil apabila kecemasan diampuni, tetapi para pendosa yang gugup itu tetap hidup dalam rasa kurang percaya. Tidak dapat disebut sebagai suatu kemajuan bagi kerajaan Tuhan apabila orang-orang yang egosentris diberi pengampunan, tetapi mereka dibiarkan tetap tidak belajar memikirkan kepentingan orang lain hingga taraf tertentu.

Bukanlah suatu kebahagiaan bagi seorang pengeluh yang mendapatkan pengampunan, apabila ia tetap asyik dengan dirinya sendiri, menuntut, serta pesimis. Tidak akan membawa kebaikan bagi dunia ataupun gereja apabila para pembuat perang tidak mempelajari cara menjadi pencipta kedamaian yang praktis. Tuhan sibuk melatih para murid-Nya melalui karunia Injil. Roh akan memenuhi semua hasrat-Nya dan buah-Nya, sedangkan konseling alkitabiah adalah seorang hamba dari perubahan praktis dan manis seperti ini.

Alasan ketiga mengapa orang menanyakan kedudukan kasih karunia dalam konseling alkitabiah, yaitu karena ada kalanya para calon konselor alkitabiah jauh dari nilai alkitabiah. Konselor alkitabiah macam apakah yang tidak menyadari berbagai kegagalannya dalam hal hikmat pastoral sewaktu berusaha melayani jemaat Tuhan? Jalan keluar dari dilema ini sebenarnya singkat dan jelas: para konselor alkitabiah perlu lebih alkitabiah. Mereka perlu meminta pada Tuhan supaya berkenan mengungkapkan semua kekurangan mereka; mereka perlu menyesali semua ketololan mereka; mereka perlu mencari Tuhan yang memberikan hikmat tanpa memarahi; dan mereka perlu dengan rendah hati belajar dari para konselor alkitabiah yang lebih terampil dan lebih dewasa. Konseling alkitabiah merupakan pelayanan dari kasih karunia Tuhan bagi setiap orang, sebagaimana pewartaan Alkitab merupakan pelayanan dari kasih karunia Tuhan kepada orang banyak (David Powlison).

Apa manfaat konseling alkitabiah bagi mereka yang non-Kristen, yang datang untuk konseling?

Anak Domba Allah sendiri sangat berharga.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Pertama-tama, konselor alkitabiah menyadari bahwa kaum beriman dan tidak beriman tidak dapat diberi nasihat dengan cara yang sama. Kita tidak dapat menggunakan Alkitab untuk menasihati orang non-Kristen yang tidak terikat akan kuasa Alkitab. Memang, konseli sendiri tidak dapat dan tidak bakal menanggapi kebenaran Alkitab apabila mata rohani mereka yang buta tidak dicelikkan oleh Tuhan. Seperti dikatakan oleh Paulus, "Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain" (1Kor. 2:14-15). Maka, supaya orang bisa berubah, mereka harus mengalahkan kehendak mereka dan mengikuti kehendak Tuhan. Satu-satunya perubahan yang dapat terjadi pada diri orang tidak beriman, yaitu perubahan yang tidak mendalam dan yang tidak akan mengubah hatinya. Padahal tujuan konseling alkitabiah adalah mengubah hati orang supaya dapat menanggapi Tuhan.

Kemudian apa manfaat konseling alkitabiah bagi mereka yang belum dilahirkan kembali? Kita dapat menyampaikan kebenaran Alkitab, yakni tak seorang pun akan dapat berubah apabila ia tidak mau merangkul Yesus Kristus sebagai Juru Selamat dan Tuhannya hingga taraf tertentu. Di situlah awal dari perubahan sejati. Konseling alkitabiah dapat mengajarkan Injil yang berisi jawaban bagi segala kebutuhan manusia yang terdalam. Mengajarkan Injil adalah tujuan dan dasar dari konseling dengan kaum tak beriman. Apabila orang tersebut menolak mengakui perlunya karya penyelamatan Kristus, berarti tidak ada cara lain yang benar-benar dapat menolong orang tersebut (S. Lance Quinn).

Bahan diambil dan diedit dari:
Judul buku : Pengantar Konseling Alkitabiah
Judul artikel : Pertanyaan-Pertanyaan yang Acapkali Diajukan tentang Konseling Alkitab
Penulis artikel : Dennis M. Swanson Penyunting: John F. Mac Arthur, Wayne A. Mack
Penerbit : Gandum Mas, Malang 2002
Halaman : 438 -- 457