Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Tangis dan Senyum Natal
Penulis: Julius Kardinal Darmaatmadja
Tangis kelahiran bayi anak Maria di Betlehem memecah kesunyian malam Natal. Bagi umat Kristiani, tangis ini menjadi lonceng yang menengarai peristiwa mahapenting dalam sejarah umat manusia. Allah yang amat prihatin terhadap situasi manusia yang dikuasai dosa datang sebagai penyelamat.
Tangis bayi anak Maria ini menjadi lonceng pembawa Kabar Gembira yang juga diwartakan oleh malaikat kepada para gembala, "'Jangan takut sebab dengarlah, Aku memberitakan kepadamu kabar baik tentang sukacita besar yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pada hari ini, telah lahir bagimu seorang Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Inilah tanda bagimu: Kamu akan menemukan bayi yang dibungkus dengan kain lampin dan berbaring di dalam palungan.' Tiba-tiba, tampaklah bersama-sama malaikat itu sekumpulan besar tentara surgawi yang memuji Allah dan berkata, 'Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi, di antara orang-orang yang berkenan kepada-Nya'" (Lukas 2:8-14).
Bayi ilahi ini lahir di Betlehem, kota Daud, sesuai dengan nubuat Nabi Mikha. Hal ini diketahui para ahli kitab dan dilaporkan juga kepada Raja Herodes yang lalu menjadi berang dan ingin membunuh kanak-kanak Yesus. Allah yang mengatur sejarah, membuat Kaisar Agustus mengadakan sensus bagi semua penduduk yang ada di bawah kuasanya, justru saat kandungan Maria pada usia tua. Maria dan Yusuf bersama semua keturunan Daud lainnya pergi mencatatkan diri ke kota Betlehem.
Ketika sampai di Betlehem, sampai pula saat Maria melahirkan anaknya. Tiga peristiwa menyatu, dengan lahirnya Yesus sebagai pusat, yaitu Nabi Mikha bernubuat, Maria melahirkan anaknya, dan Kaisar Agustus mengadakan sensus. Bukti bahwa semuanya dalam rencana Ilahi.
Kelahiran bayi ilahi itu sekaligus dikukuhkan dan dicatat dalam sejarah manusia. Allah menjadi manusia, memasuki sejarah umat manusia, menjadi satu di antara manusia, untuk menyelamatkan manusia.
Natal adalah kepedulian Allah kepada manusia yang berdosa, peduli sampai solider ingin senasib sepenanggungan dengan manusia yang papa. Tangis bayi anak Maria membawa pesan agar yang kuat, kaya, dan yang lebih peduli dan solider dengan yang lemah, miskin, dan kurang mampu tanpa pandang bulu, tanpa pandang beda suku atau agama.
Ungkapan solidaritas Yesus kepada kaum papa dengan lahir di gua tempat hewan berteduh, dibungkus lampin, dan dibaringkan di atas palungan, tempat makanan ternak. Meski lahir di tempat hewan, dia dilahirkan oleh ibu yang penuh kasih, dijaga oleh Yusuf yang penuh perhatian. Kehangatan cinta Maria dan Yusuf membuat tangis itu berhenti dan bayi ilahi itu tersenyum. Demikian pula ketika para gembala datang mengagumi-Nya dan memainkan seruling, juga saat para sarjana dari timur datang menyembah dan membawa persembahan. Senyum-Nya meneguhkan tumbuhnya relasi persaudaraan dan kasih tidak hanya dalam keluarga kudus, tetapi juga di antara para gembala dan para sarjana dari timur. Yesus datang di dunia untuk membangun kembali budaya kasih, membangun hidup dalam kebersamaan, saling peduli, dan dalam suasana persaudaraan.
Solidaritas Yesus dengan orang miskin dijalani dengan mengalami apa artinya menjadi miskin dan tak berkedudukan. Dia ditolak pemilik penginapan karena orang tuanya tampak tak dapat membayar, sementara banyak orang lain yang mau membayar mahal. Bagi orang yang hanya menginginkan keuntungan, tak ada hati untuk menolong sesama dengan cuma-cuma, apalagi dengan semangat berkorban.
Sejak lahir, Yesus mengalami suasana hidup masyarakat yang diwarnai kecurigaan satu terhadap yang lain, penguasa takut kehilangan kedudukan. Bagi Raja Herodes, kelahiran Yesus merupakan ancaman, takut tersaingi kekuasaannya. Maka, "Ia (Herodes) sangat murka dan memerintahkan untuk membunuh semua anak laki-laki di Betlehem dan seluruh wilayah di sekitarnya, yang berumur dua tahun ke bawah, …" (Matius 2:16).
Oleh Yusuf dan Maria, Yesus dibawa lari ke Mesir. Namun, operasi tentara Herodes mengakibatkan terbunuhnya banyak bayi tak bersalah. Tangis Yesus tidak hanya bagi anak-anak yang dibunuh saat itu, tetapi juga menyertai semua korban ketidakadilan dan kekejaman akibat dosa manusia sepanjang zaman. Tangis-Nya juga bagi sikap Herodes dan sikap siapa pun yang penuh iri dan dengki, tak mau disaingi, dan yang main kuasa demi kepentingan pribadi dari zaman ke zaman.
Seandainya kanak-kanak Yesus sudah dapat berbicara, pesan apakah kiranya yang disampaikan kepada gembala dan tiga sarjana dari Timur yang datang menyembah? Dia pasti mengatakan yang sama: "Kamu harus mengasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap pikiranmu. Ini adalah perintah yang terbesar dan yang pertama. Yang kedua adalah seperti ini, 'Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri'" (Matius 22:37-39).
Kelahiran Yesus mengungkapkan kasih Allah tanpa pamrih, mengasihi dengan kesediaan mengampuni umat-Nya dan kesediaan untuk berkorban. Ini menunjukkan tanggung jawab yang tinggi terhadap manusia ciptaan-Nya. Meski manusia celaka karena ulahnya sendiri, dia tetap dicarikan jalan keluar, kendati harus ada korban dari Putra Allah sendiri.
Kita diharapkan saling melindungi dan menyelamatkan. Ajaran kasih: mencintai dan menghormati Allah sekaligus mencakup keharusan saling mencintai dan menghormati sesama manusia, saling bertanggung jawab atas nasib sesama. Bahkan, untuk penilaian pada pengadilan terakhir, Yesus bersabda, "Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, sebagaimana kamu melakukannya terhadap satu dari saudara-saudara-Ku yang paling kecil ini, kamu melakukannya untuk-Ku" (Matius 25:40).
Tangis pertama Yesus yang memecah kesunyian malam dan senyum pertama-Nya yang menghangatkan relasi telah membuat kita kini menyanyikan Malam Kudus dengan penuh haru. Tangis dan senyum-Nya telah menguduskan malam Natal dan menguduskan jagat raya. Tangis-Nya menyertai segala derita manusia, derita ketika lahir dan berkembang, derita saat dewasa dan tua, derita saat orang meninggal dunia. Derita manusia telah dijadikan derita-Nya. Senyum-Nya meneguhkan siapa pun yang menerima Dia, menerima ajaran dan karya penyelamatan-Nya.
Meneguhkan kita yang dengan tak henti bertobat. Tangis-Nya sekaligus menjadi senyum-Nya. Karena derita orang yang disatukan dengan tangis, sengsara, dan wafat-Nya dapat menjadi sumber berkat. Memang tangis dan senyum kanak-kanak Yesus membawa harapan bagi kita untuk masa depan yang bahagia. Selamat Natal, selamat menyambut tangis dan senyum kanak-kanak Yesus dalam segala kedalaman maknanya.
Sumber cetak: Kompas
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Situs Natal Indonesia |
Alamat situs | : | http://natal.sabda.org/tangis_dan_senyum_natal |
Judul asli artikel | : | Tangis dan Senyum Natal |
Penulis artikel | : | Julius Kardinal Darmaatmadja |