Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Bunuh Diri dan Pandangan Alkitab
BUNUH DIRI DAN PANDANGAN ALKITAB
Bunuh diri masih menjadi hal yang membingungkan bagi orang Kristen. Walaupun secara umum Alkitab dengan jelas menentang pembunuhan diri sendiri, namun Alkitab belum jelas mempertentangkan beberapa kasus bunuh diri. Dan beberapa orang Kristen yang dianggap teguh imannya mempunyai pertimbangan bahwa bunuh diri itu suatu "jalan keluar".
Simson dan Bapak Gereja Agustinus
Dari ayat-ayat Alkitab, kita dapat berkesimpulan bahwa Allah menghukum kekal orang-orang yang melakukan bunuh diri. Dari sekian kisah bunuh diri dalam Alkitab yang paling kita kenal ialah cerita Saul, Simson, dan Yudas. Saul membunuh dirinya karena malu dan menderita di tangan bangsa Filistin. Bangsa Israel menguburkannya dengan hormat sebagai pahlawan perang. Tidak ada pertentangan tentang bunuh diri (1Samuel 31:1-6). Dan cerita Yudas yang bunuh diri karena penyesalan yang mendalam, Alkitab pun tidak mengomentarinya.
Teolog-teolog Kristen menghadapi masalah yang rumit mengenai kisah bunuh dirinya Simson. Agustinus dan Thomas Aquinas bergumul dengan kasus ini dan menyimpulkan bahwa bunuh diri Simson dibenarkan sebagai tindakan kepatuhannya terhadap perintah langsung dari Allah.
Gereja mempunyai sejarah yang panjang tentang bunuh diri. Pendapat yang mengatakan bunuh diri adalah dosa yang tak terampuni juga agak sulit dilacak kebenarannya. Di antara pemimpin-pemimpin gereja terdahulu, Agustinus adalah tokoh yang paling menonjol dan berpengaruh dalam masalah bunuh diri. Sinode gereja terdahulu menyatakan bahwa warisan dan persembahan dari mereka yang melakukan bunuh diri atau mencoba bunuh diri tidak boleh diterima; sepanjang periode pertengahan cara penguburan Kristen yang benar tidak berlaku bagi mereka yang bunuh diri.
Thomas Aquinas yakin bahwa bunuh diri, tanpa pertobatan akhir, adalah dosa yang berat. Dante menempatkan mereka yang bunuh diri dalam lingkaran ke-7 neraka. Luther dan Calvin, yang meskipun membenci bunuh diri, tidak menyimpulkan bunuh diri sebagai dosa yang tidak dapat diampuni, karena menurut Calvin menghujat Allahlah yang merupakan dosa yang tak terampuni (Matius 12:31). Jadi tidak benar kalau pada gereja Abad Pertengahan ada sumber-sumber yang berpandangan bahwa bunuh diri adalah dosa tak terampuni dan ada perbedaan antara dosa-dosa berat dan yang ringan.
Bebas Memilih?
Kita harus mengerti bahwa bunuh diri adalah tindakan bebas yang tidak dipaksakan dan dilakukan dengan maksud mengakhiri hidup seseorang. Sekali kita mendefinisikan demikian, mudahlah menangkap pengajaran gereja yang jelas sepanjang abad tadi, bahwa bunuh diri adalah tindakan moral yang salah dan tidak harus dilakukan orang Kristen. Hidup adalah pemberian Allah, jika kita mengakhirinya berarti kita tidak mensyukurinya. Hidup kita adalah milik Allah; kita hanyalah pelayan-pelayan-Nya. Mengakhiri hidup kita sendiri berarti merebut hak prerogatif Allah. Gereja mengatakan bunuh diri sebagai penolakan kebaikan Allah dan hal tersebut tidak pernah dibenarkan.
Jika kita mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang bebas dan
tidak dipaksakan, kita harus mempertanyakan hal-hal berikut.
Sejauh mana kita mengetahui bahwa tindakan bunuh diri itu benar-benar bagian dari pilihan bebas?
Dapatkah penderita (baik fisik maupun emosi) memaksa seseorang untuk melakukan apa yang tidak ingin ia lakukan?
Jika kita dapat memastikan bahwa tindakan bunuh diri adalah benar-benar bebas, dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan tersebut lebih dimaksudkan untuk kematiannya sendiri daripada merupakan jeritan pertolongan yang salah penanganannya?
Dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan bunuh dirinya sungguh akan membunuhnya?
Pertanyaan-pertanyaan tadi tidak memberi pertimbangan dalam banyak kasus tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut lebih mengena.
Pertanyaan-pertanyaan tadi tidak memberi pertimbangan dalam banyak kasus tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut lebih mengena.
Apakah individu yang bersangkutan memalingkan dirinya dari
kebaikan Allah dengan cara bunuh diri?
Apakah tindakan bunuh diri ini menunjukkan ketidaktaatan
terhadap Allah atau lebih merupakan ketidakmampuan memenuhi
kehendak Allah?
Orang Kristen yakin bahwa penghukuman kekal berlaku bagi mereka yang secara langsung menolak Allah sebagai teladan kehidupan yang tetap.
Setiap bunuh diri bukanlah penolakan terhadap kebaikan Allah. Memang dalam banyak kasus, bunuh diri merupakan pilihan yang salah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kita tidak dapat mengatakan motif bunuh diri seperti itu adalah benar. Kita juga tidak dapat serta merta mengatakan seseorang yang bunuh diri karena membuat kesalahan tragis berarti telah memalingkan dirinya dari kemuliaan Allah selamanya.
Tugas Gereja
Dalam masalah bunuh diri, gereja harus lebih berbuat banyak daripada memberikan pengajaran tentang bunuh diri karena tugas utama gereja adalah menjadi umat Allah.
Pertama, gereja harus menjadikan dirinya umat KEBENARAN, suatu umat di mana orang-orang percaya dapat menceritakan kenyataan tentang kehidupannya masing-masing. Sebuah gereja harus mendengarkan keluhan-keluhan penyakit, penderitaan, dan kegagalan di dalam kehidupan para anggotanya; dan dari gereja, mereka harus menerima, baik ratapan maupun penyembuhan Kristus. Jika gereja terbuka dan jujur mengenai sakit dan penderitaan, maka dengan kasih ia dapat melawan krisis-krisis dan kegagalan manusia yang paling sulit sekalipun, termasuk bunuh diri.
Kedua, gereja harus menjadi umat KASIH yang tidak cepat menghakimi. Karena bunuh diri membawa noda "dosa tak terampuni" dan perasaan malu serta bersalah bagi keluarga yang ditinggalkan, mereka yang sekarang tak lagi mengalaminya harus menyambut/menerima mereka dalam nama Yesus; juga harus saling membantu dalam mengatasi pergumulan mereka dalam kuasa Roh Kudus. Sebaiknya gereja mempunyai tim pelayanan untuk menghubungi dan setiap hari mencari tahu informasi tentang mereka yang mempunyai masalah. Gereja juga sebaiknya menunjuk orang-orang yang mempunyai talenta khusus yang mampu membuat seseorang mau datang dalam kesedihannya. Umat yang mengasihi harus sabar dalam menghadapi mereka yang mencoba bunuh diri dan keluarga yang bersedih serta merasa bersalah akibat kejadian bunuh diri yang dilakukan salah satu anggotanya.
Ketiga, gereja harus menjadikan dirinya umat yang BERSUKACITA. Suatu umat akan mengalami sukacita karena memiliki hidup yang telah diperbaharui sehingga dapat mengajak orang lain untuk mengalaminya juga. Pelayan-pelayan gereja ini akan dengan senang hati memperkenalkan mereka yang bersedih kepada Dia yang mengerti akan kesedihan-kesedihan mereka.
Seorang murid saya sudah memperlihatkan kehidupan yang baik belakangan ini. Ini bukti dari keterlibatannya dengan umat (gereja) yang bercirikan ketiga prasyarat di atas: kebenaran, kasih, dan suka cita. Saya tak yakin dia dapat dengan jelas menjelaskan kesulitan- kesulitannya secara teologis, tetapi saya yakin dia mengetahui bahwa hidupnya berharga. Dan ini, dengan bantuan Roh Kudus akan menguatkannya.