Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Manusia Tanpa Kristus adalah Terhilang

Edisi C3I: e-Konsel 004 - Makna Hidup

Sebelum seorang konselor memberikan bantuan praktis kepada konselee (orang yang dilayaninya), ia harus lebih dahulu memulainya dengan pengetahuan yang benar tentang hakekat manusia (nature of man). Hal yang paling dasar untuk mengerti hakekat manusia adalah kesadaran bahwa tanpa Kristus manusia akan terhilang. Adalah hal yang tidak logis kalau kita mencoba menolong konselee memecahkan masalah yang sedang dihadapinya sekarang, tapi kita tidak perduli atau mengabaikan tujuan hidupnya yang kekal. Manusia tanpa Kristus adalah manusia yang terhilang (Yohanes 14:6) dan neraka adalah tujuan hidupnya yang kekal (Matius 10:28; 2 Tesalonika 1:9).

Pengetahuan mengenai fakta ini harus menjadi dasar bagi seluruh proses konseling. Dengan didorong oleh kasih Kristus (2 Korintus 5:14), seorang konselor Kristen akan memiliki kerinduan untuk melihat orang yang dilayaninya menerima keselamatan dan percaya bahwa Kristus telah mati bagi dosa-dosanya (Yohanes 1:12, Roma 6:23). Sesungguhnya tak ada kekuatan yang lebih besar untuk memecahkan masalah-masalah dan konflik-konfliknya kecuali menerima apa yang telah dikerjakan Kristus bagi hidup manusia (Yohanes 6:37, Efesus 2:8-9). Seorang konselor Kristen akan berharap dengan sangat agar orang-orang yang dilayaninya, suatu hari nanti akan mau terbuka untuk menerima Kristus.

Manusia tanpa Kristus adalah tidak lengkap

Manusia tidak hanya terhilang tanpa Kristus, tapi dia juga tidak mungkin lengkap. Kalau manusia hanya dengan dirinya sendiri, ia akan menghadapi banyak konflik dan mengalami kesepian yang sangat mendasar. Ia kehilangan kedamaian yang paling dalam dan kehilangan sumber untuk pemecahan masalah yang paling luar biasa, yaitu Yesus Kristus. Saat seseorang percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, Roh Kudus akan hadir dan tinggal di dalam hatinya (1 Korintus 3:16), menguatkan (Efesus 3:16, memimpin (Roma 8:14), mengajar (Yohanes 14:26), dan membebaskannya dari belenggu dosa dan maut (Roma 8:2). Ketika seseorang menerima Kristus sebagai Juruselamat, manusia benar-benar diberi kemampuan dari Allah sendiri untuk menjalani hidup ini (Yohanes 15:4-7) dan mengatasi masalah- masalahnya (1 Petrus 5:7). Pengaruh negatif karena konflik yang dialaminya akan sangat berkurang jika ia belajar untuk berjalan dekat dengan Tuhan. Di antara tokoh-tokoh Alkitab yang mendapatkan keuntungan berlimpah dari hidup dekat dengan Tuhan adalah Musa (Keluaran 33), Hizkia (2 Raja-raja 18), Asaf (Masmur 73) dan Rasul Paulus (Filipi 3).

Hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa jika ingin melihat seorang anak sehat maka anak itu harus merasa bahwa orang tuanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan tidak akan menolaknya. Demikian pula dengan anak dalam keluarga Allah. Dengan mengerti bahwa manusia memiliki kebutuhan yang hanya Allah yang dapat memenuhinya, maka hal itu akan memberi pengaruh besar pada keberhasilan proses konseling.

Jane seorang wanita muda yang berumur 30 tahun yang mengalami depresi sebagai akibat dari konflik dalam pernikahannya. Ia tidak mengenal Kristus dan tidak memiliki seseorang pun untuk dimintai tolong. Ia menjadi semakin nekad dan memutuskan untuk bunuh diri. Tetapi selama mengikuti satu latihan terapi, ia percaya dan menerima Kristus. Dia mulai menerima dukungan dari anggota tubuh Kristus. Banyak permasalahan yang terus dia alami sehubungan dengan situasinya. Namun ia sekarang dapat menanggulangi tekanan yang datang dari luar karena Kristus ada di dalam hatinya. Ia bersaksi, "Saya menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya setelah saya masuk rumah sakit dua kali karena depresi dan rasa cemas. Di waktu yang lampau saya menolak untuk melihat hati saya dan mengakui mengakui bahwa saya hanya mementingkan diri sendiri. Saya membuat permintaan-permintaan yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh orang yang saya kasihi, dengan maksud untuk mendapatkan kebahagiaan. Tapi yang benar adalah seseorang hanya dapat mengasihi dengan sifat-sifat Kristus kalau ia telah berada dalam posisi yang aman di mana dia bisa menerima dirinya dan orang lain sebagaimana mereka adanya."

Manusia dalam keadaan rusak

Keadaan keterhilangan dan ketidaklengkapan manusia adalah contoh yang paling nyata bahwa manusia telah rusak. Manusia pada dasarnya tidak baik. Meskipun ia mungkin masih mempunyai kesadaran akan yang benar dan salah (Roma 2:14-15), tidak sejahat yang bisa ia lakukan (2 Timotius 3:13), dan bisa melakukan hal-hal yang baik (Yesaya 64:6), namun ia tetap saja telah rusak. Tidak ada satu manusia pun yang tidak berdosa (Roma 3:9-20), manusia mempunyai kecenderungan pembawaan yang jahat (Roma 7:14-25), dan tentunya tidak akan pernah memuaskan Tuhan walaupun ia berusaha untuk menegakkan kebenarannya sendiri (Roma 10:1-4). Sekalipun setelah ia menerima Kristus, ia tetap sudah rusak. Walaupun ia sekarang adalah ciptaan baru, ia masih didorong oleh sifat lamanya untuk berbuat dosa (Roma 7:20; Galatia 5:17; Efesus 4:22-24).

Konselor yang menyadari bahwa manusia pada dasarnya rusak akan tahu bahwa usaha "pengaktualisasian diri" pada akhirnya akan gagal. Manusia pada dirinya tidak memiliki kemampuan atau kebaikan yang perlu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri dan melawan si jahat. Seorang Konselor Kristen akan setuju dengan kesimpulan nabi Yeremia bahwa "hati manusia lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu; siapakah yang dapat mengetahui?" (Yeremia 17:9). Pikiran manusia tidak jujur dan licik. Manusia memakai berbagai mekanisme pertahanan untuk menghindarkan diri dari melihat dirinya secara jujur.

Rasionalisasi adalah salah satu mekanisme pertahanan yang paling umum dilakukan manusia. Contohnya, seseorang dapat berkata, "Aku sudah tidak lagi mencintai pasanganku, pasti Tuhan juga tidak ingin aku tetap menikah dengan orang yang tidak aku cintai lagi." Padahal dalam kenyataannya ia sedang terlibat dalam perselingkuhan dan sedang mencari alasan untuk membenarkan tindakannya. Ia telah terperangkap dalam dosa. Oleh karena itu seorang konselor Kristen akan selalu sadar dan waspada bahwa kerusakan manusia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari natur manusia.

Manusia selalu terancam untuk diserang

Tidak hanya saja manusia itu terhilang, tidak lengkap dan rusak, tetapi ia juga terus menerus diserang oleh musuh yang paling berkuasa, yakni Iblis. Iblis lebih berkuasa, pintar, dan licik dari pada yang manusia dapat sadari.

Iblis menginginkan orang-orang tidak percaya untuk tetap tinggal dalam kegelapan rohani (Yohanes 3:19-21). Ia juga berkeliling mencari kesempatan untuk menghancurkan kesehatan mental orang-orang Kristen (Efesus 6:11-16; 1 Petrus 5:8-9). Ada banyak cara yang Iblis gunakan untuk mencapai tujuannya ini. Ia bisa menipu, membuat orang terpikat oleh doktrin-doktrin yang salah (1 Timotius 4:1-3). Ia bisa mempengaruhi pikiran, menyebabkan manusia lebih terfokus pada kepentingannya sendiri daripada kepada Tuhan (Matius 16:21-23). Iblis bisa menghalangi penyebaran Injil (1 Tesalonika 2:2,14-16). Ia bisa memberikan godaan (1 Korintus 7:5). Ia bisa menekan mental seseorang (Lukas 8:26-39), bahkan sampai pada titik yang dapat membuat mereka jadi sakit jiwa (Lukas 8:26-39). Tetapi walaupun kuasa kejahatan itu mungkin terjadi, biasanya Iblis memilih bekerja dengan cara yang lebih licik. Misalnya, ia akan lebih cepat berhasil mencapai tujuannya jika ia menyerang orang-orang Kristen berulang- ulang di daerah dimana mereka memiliki kelemahan yang paling besar, seperti materialisme, kesombongan, hawa nafsu, kecenderungan terhadap depresi, atau apa saja kelemahan itu. Jadi faktor lain yang harus selalu diwaspadai oleh seorang konselor Kristen adalah adanya berbagai cara yang akan iblis lakukan untuk menyerang manusia.

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
Publikasi e-Konsel
Penerbit: 
Yayasan Lembaga SABDA

Komentar